Minggu, 07 September 2014

Terjemah kitab Safinah An-Najah

Aduh geus hampir 10 taun sim kuring teu ngaji kitab safinah, meni pararoho deui nya...!!
Meni warara'as baheula keur di ajar ngalogat di kobong....


Pembuka 

 

 
Bismillaahirrohmaanirrohiim. 

 Alhamdulillaahi Robbil 'Aalamin.

 Wabihii Nasta'iinu 'Alaa Umuuriddunyaa Waddiini

. Washollallaahu 'Alaa Sayyidinaa Muhammadin Khootamannabiyyiina 

Wa Aalihii Washohbihii Ajma'iina. Walaa Hawla Walaa Quwwata Illaa Billaahil'aliyyil 'Azhiim.


Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah Tuhan seluruh alam. Dan dengannya kami mohon pertolongan atas segala urusan dunia dan agama. Dan Allah bersholawat atas junjungan kita Muhammad penutup para Nabi dan atas keluarganya dan sahabatnya semua. Dan tiada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah Yang Maha Tinggi Maha Agung.


Rukun Islam

 

Arkaanul Islaami Khomsatun : 

Syahaadatu An Laa Ilaaha Illallaahu Wa Annna Muhammadan Rosuulullaahi, 

Wa Iqoomushsholaati, Wa Iitaauzzakaati,

 

 Wa Shoumu Romadhoona, Wa Hijjul Baiti Man Istathoo'a Ilaihi Sabiilan.
Rukun-rukun Islam yaitu 5 :

 (1)Bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad utusan Allah, 

(2)Mendirikan Sholat,

 (3)Memberikan Zakat, 

 (4)Puasa Bulan Romadhon, 

(5)Pergi Haji bagi yg mampu kepadanya. 

 

 

Rukun Iman
Arkaanul Iimaani Sittatun : 

An Tu'mina Billaahi, Wa Malaaikatihii, 

wa Kutubihii, Wa Rusulihii, Walyaumil Aakhiri, 

Wabilqodari Khoyrihi Wasyarrihi Minalaahi Ta'aalaa.


Rukun-rukun Iman yaitu 6 : 

(1)Bahwa engkau beriman dengan Allah, 

2)para Malaikatnya, 

(3)kitab-kitabnya, 

(4) para Rosulnya, 

5)hari akhir, 

6)taqdir baiknya dan taqdir buruknya dari Allah Ta'ala.

 

 Syahadat
Wama'naa Laa Ilaaha Illallaahu Laa Ma'buda Bihaqqin Fil Wujuudi Illallaahu.


Dan makna kalimat La Ilaha Illallahu yaitu tidak ada yg disembah dengan sebenar-benarnya pada keadaan kecuali Allah.
 

 

 

Tanda-tanda Baligh

 
'Alaamaatul Buluughi Tsalaatsun :

 Tamaamu Khomsa 'Asyaro Sanatan Fidzdzakari Wal Untsaa, 

Wal Ihtilaamu Fidzdzakari 

Wal Untsaa Litis'i Siniina, Wal Haidhu Fil Untsaa Litis'i Siniina.


Tanda-tanda Baligh yaitu 3 :

 (1)Sempurna umurnya 15 tahun pada laki-laki dan perempuan, 

2)mimpi pada laki-laki dan perempuan bagi umur 9 tahun, 

3)dapat haid pada perempuan bagi umur 9 tahun. 

Syarat Istinja/bersuci

 
Syuruuthul Istinjaai Bilhajari Tsamaaniyatun :

: An Yakuuna Bitsalaatsati Ahjaarin, Wa An Yunqiya Al-Mahalla, 
Wa An Laa Yajiffa An-Najisu, Walaa Yantaqila, Walaa Yathroa 'Alaihi Aakhoru, Walaa Yujaawiza Shofhatahu Wahasyafatahu, Walaa Yushiibahu Maaun, Wa An Laa Takuuna Al-Ahjaaru Thoohirotan.
 
Syarat-syarat Istinja dengan batu yaitu 8 : 
(1)orang yg berisitinja itu dengan 3 batu, 
(2)ia membersihkan tempat keluarnya najis,
 (3)tidak kering najisnya itu,
 (4)tidak berpindah najisnya itu,
 (5)tidak datang atasnya oleh najis yg lain, 
(6)jangan melampaui najisnya itu akan shofhahnya dan hasyafahnya, 
(7)jangan mengenai najis itu akan ia oleh air, 
(8) batunya itu suci.Fardhu Wudhu 
 
Furuudh Al-Wudhuui Sittatun : 
Al-Awwalu Anniyyatu, Ats-Tsaani Ghoslu Al-Wajhi,
 Ats-Tsaalitsu Ghoslu Al-Yadaini Ma'a Al-Mirfaqoini, Ar-Roobi'u Mashu Syaiin Min Ar-Ro'si, Al-Khoomisu Ghoslu Ar-Rijlaini Ilaa Al-Ka'baini, As-Saadisu At-Tartiibu.
 
Fardhu-fardhu Wudhu yaitu 6 :
 (1)Yang pertama Niat, (2)yg kedua membasuh wajah, (3)yg ketiga membasuh 2 tangan beserta 2 sikut, (4)yg keempat menyapu sebagian dari kepala, (5)yg kelima membasuh 2 kaki sampai 2 mata kaki, (6)yg keenam tertib.Niat Dalam Wudhu
Wanniyyatu Qoshdu Asy-Syaii Muqtarinan Bifi'lihi. Wa Mahalluhaa Al-Qolbu. Wattalaffuzhu Bihaa Sunnatun. Wa Waqtuhaa 'Inda Ghosli Awwali Juz'in Minal wajhi. Wattartiibu An Laa Tuqoddima 'Udhwan 'Alaa 'Udhwin.
Dan niat yaitu memaksudkan sesuatau berbarengan dengan perbuatannya. Dan tempat niat adalah hati. Dan melafazkan dengannya adalah sunah. Dan waktunya ketika membasuh awal bagian daripada wajah. Dan tertib yaitu bahwa tidak didahului satu anggota atas anggota yg lain.
Air Untuk Bersuci 
 
Walmaau Qoliilun Wa Katsiirun. Al-Qoliilu Maa Duunal Qullataini. Walkatsiiru Qullataani Fa Aktsaru
Dan air itu yaitu sedikit dan banyak. Yang sedikit adalah air yg kurang dari 2 kullah. Dan yang banyak yaitu 2 kullah atau lebih.
”2 Kullah bila diukur dengan liter yaitu 216 liter kurang lebih, bila diukur wadahnya yaitu 60 cm X 60 cm x 60 cm. Air yg kurang dari 2 kullah menjadi musta'mal bila terciprat air bekas bersuci yaitu bila terciprat air basuhan yg pertama karna basuhan yg pertamalah yg wajib. Adapun bila air itu kurang dari 2 kullah maka lebih baik dicedok dengan gayung jangan dikobok”
Al-Qoliilu Yatanajjasu Biwuquu'innajaasati Fiihi Wain Lam Yataghoyyar.
Dan air yg sedikit menjadi najis ia dengan kejatuhan najis padanya walaupun tidak berubah rasa, warna, dan baunya.
Walkatsiiru Laa Yatanajjasu Illaa Idzaa Taghoyyaro Tho'muhu, Aw Lawnuhu, Aw Riihuhu.
Dan air yg banyak tidaklah ia menjadi najis kecuali jika berubah rasa, atau warnanya, atau baunya.
Mandi Wajib/Adus

Muujibaatul Ghusli Sittatun : Iilaajul Hasyafati Fil Farji, Wakhuruujul Maniyyi, Wal Haidhu, Wannifaasu, Wal Wilaadatu, Wal Mautu.
Hal-hal yg mewajibkan mandi yaitu 6 : (1)Memasukkan Hasyafah pada Farji, (2)keluar mani, (3)haidh, (4)nifas, (5)melahirkan, (6)mati.
Fardu Mandi/Adus
Furuudhul Ghusli Itsnaani : Anniyyatu, Wata'miimul Badani Bil Maa'i.
Fardhu-fardhu mandi yaitu 2 : (1)Niat, (2)meratakan badan dengan air.
Syarat Wudhu

Syuruuthul Wudhuui 'Asyarotun : Al-Islamu, Wattamyiizu, Wannaqoou 'Anil Haidhi Wannifaasi Wa'an Maa Yamna'u Wushuulal Maai Ilal Basyaroti, Wa An Laa Yakuuna 'Alal 'Udhwi Maa Yughoyyirul Maa-a, Wal'ilmu Bifardhiyyatihi, Wa An Laa Ya'taqida Fardhon Min Furuudhihi Sunnatan, Wal Maau Ath-Thohuuru, Wadukhuulul Waqti, Wal Muwaalatu Lidaaimil Hadatsi.

Syarat-syarat Wudhu yaitu 10 : (1)Islam ,(2)Tamyiz, (3) suci dari haid dan nifas (4)tidak ada sesuatu yg mencegah sampainya air kepada kulit, (5)bahwa tidak ada atas anggota oleh sesuatu yg mengubah air, (6)mengetahui dengan segala fardhunya, (7)bahwa ia tidak mengi'tiqodkan akan fardhu daripada fardhu-fardhunya sebagai sunat, (8)air yg suci, (9)masuk waktu, (10) berturut-turut bagi orang yg senantiasa berhadas.Batal Wudhu
 
Nawaaqidul Wudhuui Arba'atu Asyyaa-a : Al-Awwalu Al-Khooriju Min Ihdassabilaini Minal Qubuli Wadduuri Riihun Aw Ghoyruhu Illal Maniyya, Ats-Tsaani Zawaalul 'Aqli Binaumin Aw Ghoyrihi Illaa Nauma Qoo'idin Mumakkanin Maq'adahu Minal Ardhi, Ats-Tsaalitsu Iltiqoou Basyarotai Rojulin Wamroatin Kabiiroini Ajnabiyyaini Min Ghoyri Haailin, Ar-Roobi'u Massu Qubulil Aadamiyyi Aw Halqoti Duburihi Bibathnil Kaffi Aw Buthuunil Ashoobi'i.
Segala yg membatalkan wudhu yaitu 4 perkara : (1)Yang pertama yang keluar daripada salah satu dari 2 jalan daripada kubul dan dubur angin atau selainnya kecuali air mani, (2)yg kedua hilang akal dengan sebab tidur atau selainnya kecuali tidurnya orang yg duduk yg menetapkan punggungnya daripada bumi, (3)yg ketiga bertemunya 2 kulit laki-laki dan perempuan besar keduanya orang lain keduanya dari tanpa dinding, (4)yg keempat menyentuh kubul manusia atau bulatan duburnya dengan telapak tangan atau perut jari-jari
Larangan Bagi Orang yang Batal Wudhu, Junub, Haid
Man Intaqodho wudhuu-uhu Haruma 'Alaihi 'Arba'atu Asyyaaa : Ash-Sholaatu, Wath-Thowaafu, Wamassul Mush-hafi, Wahamluhu.
Orang yg batal wudhunya haram atasnya 4 perkara : (1)Sholat, (2)Thowaf, (3)menyentuh AlQur-an, (4) membawa AlQur-an.
Wayahrumu 'Alal Junubi Sittatu Asyyaa-a : Ash-Sholaatu, Wath-Thowaafu, Wamassul Mush-hafi, Wahamluhu, Wallubtsu Fil Masjidi, Waqirooatul Qur-aani Biqoshdil Qur-aani.
Dan haram atas orang yg junub 6 perkara : (1)Sholat, (2)Thowaf, (3)menyentuh Al-Quran, (4)membawa AlQur-an, (5)berdiam diri di Masjid, (6)membaca AlQur-an dengan maksud baca AlQur-an
Wayahrumu Bilhaidhi 'Asyarotu Asyyaa-a : Ash-Sholaatu, Wath-Thowaafu, Wamassul Mush-hafi, Wahamluhu, Wallubtsu Fil Masjidi, Waqirooatul Qur-aani Biqoshdil Qur-aani, Wash-Shoumu, Wath-Tholaaqu, Walmuruuru Fil Masjidi In Khoofat Talwiitsahu, Wal Istimnaa'u Bimaa Bainassurroti Warrukbati
Dan haram dengan sebab haid 10 perkara : (1)Sholat, (2)Thowaf, (3)menyentuh AlQur-an, (4)membawa AlQur-an, (5)berdiam diri di Masjid, (6)membaca AlQur-an dengan qoshod Qur-an, (7)puasa, (8)talak, (9)berjalan di dalam Masjid jika ia takut menyamarkannya, (10)bersedap-sedap dengan sesuatu yg antara pusat dan lutut
Sebab Tayamum
Asbaabuttayammumi Tsalaatsatun : Faqdul Maa-i, Walmarodhu, Wal Ihtiyaaju Ilaihi Li'athosyi Hayawaanin Muhtaromin.
 
Sebab-sebab tayammum yaitu 3 : (1)Ketiadaan air, (2)sakit, (2)berhajat kepadanya untuk minum binatang yg dihormati.
 Waghoyrul Muhtaromi Sittatun : Taarikush-Sholaati, Wazzaanil Muhshonu, Walmurtaddu, Walkaafirul Harbiyyu, Walkalbul 'Aquuru, Walkhinziiru.
 
Dan selain yg dihormati yaitu 6 : 
(1)Orang yg meninggalkan sholat, 
(2)pezina muhshon,
 (3)orang yg murtad, 
(4)kafir harbi,
 (5)anjing galak, 
(6)babi.
 Syuruuthu At-Tayammumi 'Asyarotun : 
An Yakuuna Bituroobin,
 Wa An Yakuunatturoobu Thoohiron, Wa An Laa Yakuuna Musta'malan, Wa An Laa Yukhoolithuhu Daqiiqun Wanahwuhu, Wa An Yaqshidahu, Wa An Yamsaha Wajhahu Wayadaihi Bidorbataini, Wa An Yuziilannajaasata Awwalan, Wa An Yajtahida Fil Qiblati Qoblahu, Wa An Yakuunattayammumu Ba'da Dukhuulil Waqti, Wa An Yatayammama Likulli Fardhin.
 
Syarat-syarat tayammum yaitu 10 : 
(1)Bahwa adalah ia bertayammum dengan debu,
 (2)bahwa adalah debunya itu suci, 
(3)bahwa tidak adalah debunya itu musta'mal,
 (4)bahwa tidak bercampur debunya itu oleh tepung,
 (5)bahwa ia sengaja bertayammum, 
(6)bahwa ia menyapu mukanya dan dua tangannya dengan 2 kali,
 (7)bahwa ia menghilangkan najis pada permulaannya, 
(8)bahwa ia berijtihad pada kiblat sebelumnya tayammum, 
(9)bahwa adalah tayammumnya itu setelah masuknya waktu, 
(10) bahwa ia bertayamum untuk tiap2 fardu.Fardu Tayamum
 
Furuudhuttayammumi Khomsatun : 
Al-Awwalu Naqlutturoobi, Ats-Tsaani Anniyyatu,
 Ats-Tsaalitsu Mashul Wajhi, Ar-Roobi'u Mashul Yadaini Ilal Mirfaqoini Al-Khoomisu At-Tartiibu Bainal Mashataini.
Fardhu-fardhu tayammum yaitu 5 : (1)Yang pertama memindahkan debu, (2)yg kedua niat, (3)yg ketiga menyapu wajah, (4)yg keeempat menyapu 2 tangan sampai 2 sikut, (5)yg kelima tertib diantara 2 sapuan.
Mubthilaatuttayammumi Tsalatsatun : Maa Abtholal Wudhuu-a, Warriddatu, Watawahhumul Maa-i In Yatayammama Lifaqdihi.


Batal Tayamum
Segala yg membatalkan tayammum yaitu 3 : (1)Apa-apa yg membatalkan wudhu, (2)murtad, (3)menyangka ia akan ada air jika ia bertayammum karena ketiadaan air.
Macam2 Najis
Alladzii Yathhuru Minannajaasaati Tsalaatsatun : Al-Khomru Idzaa Takhollalat Binafsiha, Wajildul Maytati Idzaa Dubigho, Wa Maa Shooro Hayawaanan.
Yang suci daripada segala najis yaitu 3 : (1)Khomr apabila jadi cuka dengan sendirinya, (2)kulit bangkai apabila disamak, (3)apa-apa yg jadi binatang.
Annajaasaatu Tsalaatsun : Mughollazhotun, Wa Mukhoffafatun, Wa Mutawassithotun. Wal Mughollazhotu Najaasatul Kalbi Wal Khinzhiiri Wafar'i Ahadihima. Wal Mukhoffafatu Baulushshobiyyi Alladzii Lam Yath'am Ghoyrollabani Walam Yablughil Haulaini. wal Mutawassithotu Saairunnajaasaati.
Segala najis yaitu 3 : Najis Mughollazhoh/berat, dan najis Mukhoffafah/ringan, dan najis Mutawassithoh/sedang. (1)Najis Mughollazhoh yaitu najis anjing dan babi dan anak-anak dari salah satu keduanya. (2)Najis Mukhoffafah yaitu kencing anak kecil yang tidak makan selain air susu dan belum sampai umurnya 2 tahun. (3)Najis Mutawassithoh yaitu semua najis.
Al-Mughollazhotu Tathhuru Bighoslihaa Sab'an Ba'da Izaalati 'Ainihaa Ihdaahunna Bituroobin. Wal Mukhoffafatu Tathhuru Birosysyil Maa-i 'Alaihaa Ma'al Gholabati Waizaalati 'Ainihaa.

 
Najis Mughollazhoh suci ia dengan membasuhnya 7 kali sesudah menghilangkan dzatnya salah satunya dengan tanah. Dan najis Mukhoffafah suci ia dengan memercikkan air diatasnya serta rata dan sudah hilang dzatnya.

 Wal Mutawassithotu Tanqosimu Ilaa Qismaini : 'Ainiyyatun Wa Hukmiyyatun. Al'Ainiyyatu Allatii Lahaa Launun Wa Riihun Wa Tho'mun Falaa Budda Min Izaalati Launihaa Wa Riihahaa Wa Tho'mihaa.

 
Dan najis Mutawassithoh atau najis sedang terbagi kepada 2 bagian : 'Ainiyyah dan Hukmiyyah. Adapun 'ainiyyah yaitu sesuatu yg baginya ada warna dan bau dan rasa maka tidak boleh tidak dari menghilangkan warnanya dan baunya dan rasanya.
 

Wal Hukmiyyatu Allatii Laa Launa Walaa Riiha Walaa Tho'ma Kafaa Jaryul Maa-i 'Alaihaa.
Dan najis hukmiyyah yaitu yg tidak ada warna dan tidak ada bau dan tidak ada rasa maka cukup mengalirkan air diatasnya.
Tentang Haid & Nifas

Aqollul Haidhi Yaumun Wa Lailatun Wa Ghoolibuhu Sittun Aw Sab'un Wa Aktsaruhu Khomsata 'Asyaro Yauman Bilayaaliihaa.

Sekurang-kurangnya haid yaitu 1 hari 1 malam dan biasanya 6 atau 7 hari dan paling banyaknya 15 hari dan malamnya. 

Wa Aqolluth-Thuhri Bainal Haidhotaini Khomsata 'Asyaro Yauman Walaa Hadda Liaktsarihi.
Dan sekurang-kurangnya suci antara 2 haid yaitu 15 hari dan tidak ada batas untuk banyaknya.
Aqollun-Nifaasi Majjatun Wa Ghoolibuhu Arba'uuna Yauman Wa Aktsaruhu Sittuuna Yauman.
Sekurang-kurangnya nifas yaitu sekali meludah dan biasanya 40 hari dan paling banyaknya 60 hari...

(to be continous)

Rabu, 03 September 2014

IHYA ULUMUDDIN bagian ke dua

BAHAYA KETUJUH: kekejian, makian dan kekotoran lidah.
Itu adalah tercela dan terlarang. Sumbernya, ialah: sifat keji dan jahat.
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:

إياكم والفحش فإن الله تعالى لا يحب الفحش ولا التفحش
(Iyyaakum wal-fuhsya, fa innallaaha ta'aalaa iaa yuhibbul-fuhsya wa lat-ta- fahhusy).
Artinya: "Jagalah dirimu dari kekejian! Karena Allah Ta'ala tiada menyukai kekejian dan membuat kekejian". (1).
Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . melarang memaki orang-orangmusyrik yang terbunuh pa­da perang Badar. Beliau bersabda: "Janganlah kamu memaki mereka! Se­sungguhnya tiada sampai sesuatu kepada mereka, dari apa yang kamu ka­takan. Dan kamu menyakiti orang-orang yang hidup. Ketahuilah, bahwa ke­kotoran lidah itu tercela".(2).
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Tidaklah orang mu'min itu pencela, pengutuk, pem- buat perbuatan keji dan berlidah kotor". (3).
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Sorga itu haram kepada tiap-tiap orang yang berbuat kekejian, memasukinya". (4).
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Empat orang yang menyakiti ahli neraka (penduduk neraka) dalam neraka, terhadap kesakitan yang dideritai mereka. Mereka ber jalan diantara api yang pan as dan neraka jahim. Mereka menyerukan a-
(1)  Dirawikan Ibnu Hibban dari Abi Hurairah.
(2)  Dirawikan An-Nasa-i dari Ibnu Abbas, dengan isnad shahih.
(3)  Dirawikan At-Tirmizi dari Ibni Mas'ud. dengan isnad shahih.
(4) Dirawikan Ibnu-Abid-Dun-ya dan Abu Na'im dari Abdullah bin Amr.
37
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Empat orang yang menyakiti ahli neraka (penduduk neraka) dalam neraka, terhadap kesakitan yang dideritai mereka. Mereka ber jalan diantara api yang pan as dan neraka jahim. Mereka menyerukan azab dan kebinasaan. Yaitu: orang yang mengalir pada mulutnya nanah dan darah. Lalu ditanyakan kepadanya: "Apa kabar orang yang jauh, yang telah menyakiti kami, terhadap kesakitan yang kami alami?"Lalu orang itu men­jawab: "Bahwa orang yang jauh itu memandang kepada tiap-tiap kata keji dan kotor. Lalu ia merasa enak dengan perkataan itu, seperti ia merasa enak dengan perkataan buruk". (1).
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda kepada 'A'isyah:
يا عائشة لو كان الفحش رجلا لكان رجل سوء
(Yaa 'Aisyah! Lau kaanal-fuhsyurajulan, la-kaana rajula suu-in). Artinya: "Hai 'A'isyah! Jikalau yang keji itu seorang laki-laki, maka itu adalah laki-laki jahat".(2).

 Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:
البذاء والبيان شعبتان من شعب النفاق
 (Al-badzaa-u wal-bayaanu syu'bataani min syu'abin-nifaaq). Artinya: "Ke­kejian dan penjelasan itu dua cabang dari cabang-cabang nifaq (sifat orang munafiq)". (3).
Mungkin yang dimaksudkan dengan penjelasan (al-bayaan) diatas tadi, menyingkapkan apa yang tidak boleh disingkapkan. Dan mungkin pula, ber­sangatan pada penjelasan. Sehingga sampai kepada batas memberat-berat- kan. Dan mungkin pula, penjelasan pada urusan Agama dan pada sifat Allah Ta'ala. Sesungguhnya menyampaikan yang demikian secara keseluruhan (se­cara global) kepada pendengaran orang awam, itu lebih utama, daripada bersangatan pada menerangkannya. Karena kadang-kadang dari terlalunya penjelasan, lalu berkobar keragu-raguan dan waswas. Maka apabila disam- paikan secara global, niscaya bersegeralah hati menerimanya. Dan tidak kacau. Tetapi menyebutkannya dengan disertai perkataan kotor, itu menye- rupai, bahwa maksudnya berterus-terang menjelaskar apa yang memalukan orang untuk diterangkan. Maka yang lebih utama pada contoh yang seperti ini, ialah: menutup mata dan melupakan. Tidak disingkapkan dan diterang­kan.
(1)'  Dirawikan Ibnu Abid-Dun-ya dari Syafi bin Mati.
(2)   Dirawikan Ibnu Abid-Dun-ya dari Ibnu Luhai'ah dari Aisyah.-
(3)   Dirawikan At-Tirmizt dan Al-Hakim dari Abi Amamah. menurut syarat AI-Bukhari dan Muslim.
38
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:
إن الله لا يحب الفاحش المتفحش الصياح في الأسواق
(Innal-laaha laa yuhibbul-faahisyal-mutafahhisyash-shayyaaha fil-aswaaq).
Artinya: "Sesungguhnya Allah Ta'ala tidak menyukai orang keji, yang membuat-buat keji, yang menjerit-jerit dipasar".(l).

Jabir bin Sararah berkata: Aku duduk disamping Nabi صلى الله عليه وسلم . dan ayahku dihadapanku. Lalu Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:
إن الفحش والتفاحش ليسا من الإسلام في شيء وإن أحسن الناس إسلاما أحاسنهم أخلاقا
(Innal-fuhsya wat-tafaahusya lai-saaminal-islaami fii syai-in wa inna ahsanan- naasi islaaman ahaasinuhum akhlaaqaa).Artinya: "Sesungguhnya kekejian dan berbuat-buat kekejian, tidaklah sedi- kitpun dari Islam. Sesungguhnya manusia yang terbaik Islamnya, ialah mere­ka yang baik akhlaknya".(2).
Ibrahim bin Maisarah berkata: "Ada yang mengatakan, bahwa orang keji, yang berbuat keji, akan dibawa pada hari kiamat dalam bentuk anjing atau dalam perut anjing".
Al-Ahnaf bin Qais berkata: "Apakah belum aku beritakan kepadamu, pe nyakit yang paling berbahaya?, Yaitu: lidah kotor dan akhlak rendah". Maka inilah celaan kekejian.
Adapun batas dan hakikatnya, maka itu menerangkan hal-hal yang keji, dengan kata-kata yang tegas. Dan kebanyakannya berlaku pada kata-kata perzinaan dan yang berhubungan dengan perzinaan. Karena orang-orang yang berbuat kerusakan itu, mempunyai kata-kata tegas, yang keji, yang di- pakainya pada maksud tersebut. Dan orang-orang y^ng baik, menjauhkan diri daripadanya. Bahkan mereka mengucapkan dengan sindiran (kinayah) dan menunjukkannya dengan isyarat-isyarat (rumuz). Mereka menyebut- kannya dengan kata-kata yang mendekati atau yang berhubungan dengan hal itu.
Ibnu Abbas berkata: "Sesungguhnya Allah Hidup, Yang Pemurah, Yang Mema'afkan dan Yang Menyebut dengan sindiran (kinayah)". Allah Ta'ala menyebutkan dengan kinayah: menyintuh, buat: bersetubuh. Maka kata-kata: menyintuh, memegang, dukhul (memasukkan) dan berteman (shuhbah), adalah kata-kata kinayah buat: bersetubuh. Dan tidaklal kata-kata tadi, kata-kata yang keji.
Disamping itu, ada kata-kata keji, yang dipandang keji menyebutkannya Kebanyakannya dipakai pada makian dan memalukan orang. Dan kata-kat; itu berlebih-kurang kekejiannya. Sebahagian sangat kejinya dibandingkai dengan sebahagian lainnya. Kadang-kadang berselisih yang demikian, dise babkan oleh berbedanya adat-kebiasaan dari negeri-negeri yang bersang kuian. Permulaannya makruh dan penghabisannya haram. Dan diantara ke duanya, terdapat tingkat-tingkat yang bulak-balik padanya.
(1)   Dirawikan Ibnu Abid-Dun-ya dari Jabir dengan sanad dha'if.
(2)  Dirawikan Ahmad dan Ibnu Abid-Dun-ya dengan isnad shahih.
39
Dan tidaklah ini khusus dengan: bersetubuh. Tetapi dengan kinayah, de­ngan memakai perkataan qadha' hajat (menunaikan hajat) untuk kencing dan berak itu, lebih utama dari kata-kata: membuang berak, kencing dan lainnya. Karena ini juga termasuk hal yang disembunyikan. Tiap-tiap yang disembunyikan, adalah malu disebut terang-terangan. Maka tiada sayogia­lah disebut kata-katanya yang tegas. Karena itu adalah keji. Begitu pula, dipandang baik pada adat kebiasaan, menyebutkan secara ki­nayah, tentang: wanita. Maka tidak dikatakan: "Isteri anda berkata demi­kian". Tetapi dikatakan: "Dikatakan dalam kamar atau dibalik tabir". Atau: "Kata ibu anak-anak". Maka menggunakan kata-kata tersebut secara halus itu terpuji. Dan berterus-terang padanya, membawa kepada kekejian. Begitu pula orang yang mempunyai kekurangan, yang malu disebutkan. Ma­ka tidak sayogialah dikatakan dengan kata-kata terus-terang, seperti: supak, botak dan penyakit bawazir. Akan tetapi, dikatakan bahwa hal yang me- nimpa, yang dideritanya dan hal-hal yang seperti itu. Maka menyebutkannya dengan terus-terang itu, termasuk dalam kekejian. Dan semuanya itu dari bahaya-bahaya lidah.
Al-'AIa' bin Harun berkata: "Adalah Umar bin Abdul-aziz itu menjaga da­lam pembicaraannya. Maka keluarlah bisul dibawah ketiaknya. Lalu kami datang kepadanya, menanyakannya, untuk mengetahui apa yang akan dija- wabnya. Kami bertanya: "Dari mana bisul itu keluar?". Lalu ia menjawab: "Dari dalam tangan".
Penggerak kepada kekejian itu, adakalanya dengan maksud menyakitkan o- rang. Dan adakalanya karena kebiasaan yang diperoleh dari pergaulan de­ngan orang-orang fasik, ahli kekejian dan kecelaan. Dan diantara kebiasaan mereka itu: memaki.
Seorang Arab Badui berkata kepada Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم : "Berilah aku wasiat!". Lalu Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . menjawab:Artinya: "Engkau harus bertaqwa kepada Allah. Jikalau seseorang memberi malu kepada engkau, dengan sesuatu yang diketahuinya pada engkau, maka janganlah engkau memberi malu dia dengan sesuatu, yang engkau ketahui padanya, niscaya adalah celakanya kepadanya dan pahalanya kepada eng­kau! Dan janganlah engkau memaki sesuatu!"(l).
orang Arab Badui itu meneruskan ceriteranya: "Maka tidaklah sesudah itu, aku memaki sesuatu".
(1) Dirawikan Ahmad dan Ath-Thabrani dengan isnad yang tiaik dari Abi Yara Al-Hujaimi.
40
Ayyadl bin Himar berkata: "Aku berkata: "Wahai Rasulu'llah! Sesung­guhnya seorang laki-laki dari kaumku, memaki aku. Dan dia itu, darajatnya kurang dari aku. Bolehkah aku memperoleh kemenangan daripadanya?". Lalu Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . menjawab: "Dua orang yang bermaki-makian itu, keduannya adalah setan, yang nyalak-menyalak dan kacau-mengacau". Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Makian orang mu'min itu fasik dan pembunuhannya itu kufur".(1).
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Dua orang yang bermaki-makian itu adalah apa yang dikatakan oleh keduanya. Maka yang berdosa ialah yang memulai diantara keduanya, sehingga yang teraniaya itu menyerang".(2). 
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Terkutuklah orang yang memaki ibu-bapanya".(3). Pada suatu riwayat, tersebut: "Termasuk dosa terbesar itu, bahwa orang me­maki ibu-bapanya". Lalu mereka bertanya: "Wahai Rasulu'llah! Bagaimana orang memaki ibu bapanya?". Nabi صلى الله عليه وسلم . menjawab: "Ia memaki bapak orang, lalu orang memaki bapaknya".(4).

BAHAYA KEDELAPAN: mengutuk.
Adakalanya untuk hewan atau benda keras atau manusia. Semua itu tercela. Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . bersabda:
لا تلاعنوا بلعنة الله ولا بغضبه ولا بجهنم
(Laa talaa 'anuu bi-la'natil-laahi wa laa bi-ghadlabihi wa laa bi-jahannam). Artinya: "Janganlah kamu kutuk-mengutuk dengan kutukan Allah, dengan kemarahanNya dan dengan neraka jahannam".(6).
1)
Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas'ud.
(2)
Dirawikan Muslim dari Abu Hurairah.
(3)
Dirawikan Ahmad, Abu Ya'la dan Ath-Thabrani dari Ibnu Abbas.
(4)
Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin 'Amr.
(5)
Dirawikan At-Tirmidzi dari Ibnu Umar dan dipandangnya hadits hasan.
(6)
Dirawikan Abu Daud dan At-Tirmizi dari Samrah bin Jundub, hadits shahih.
41
Hudzaifah berkata: "Tidaklah sekali-kali suatu kaum itu kutuk-mengutuk, melainkan akan benarlah perkataan kutukan itu keatas mereka". Tmran bin Hushain berkata: "Ketika Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . dalam sebahagian perjalanannya, maka terlihat seorang wanita Anshar (wanita berasal Ma-dinah) berada diatas untanya. Lalu ia bosan kepada unta itu, maka diku- tuknya. Mendengar yang demikian, lalu Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda: kepada para shahabatnya: "Ambillah apa yang ada diatas unta itu dan pinjamkanlah! Sesungguhnya dia itu terkutuk".(l).
'Imran berkata: "Seakan-akan aku melihat kepada unta itu berjalan diantara orang banyak, yang tiada seorang pun menggangguinya". Abu'd-Darda' berkata: "Apabila seseorang mengutuk bumi, maka bumi itu berkata: "Allah mengutuk orang yang paling durhaka kepada Allah diantara kita".
'A isyah r.a. berkata: "Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . mendengar Abubakar, mengutuk sebahagian budaknya. Lalu Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . menoleh kepada Abubakar, seraya bersabda: "Hai Abubakar! Adakah orang siddiq dan pengutuk? Ti­daklah sekali-kali yang demikian, demi Tuhan yang Empunya Ka'bah!". Na­bi صلى الله عليه وسلم . mengatakan itu dua kali atau tiga kali". (2). Pada hari itu juga Abubakar memerdekakan budaknya itu. Dan ia datang kepada Nabi صلى الله عليه وسلم ., lalu berkata: "Tiada akan aku ulang lagi yang demi­kian".

Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Sesungguhnya pengutuk-pengutuk itu, tiada akan memperoleh syafa'at dari syahid pada hari kiamat".(3). Anas berkata: "Seorang laki-laki berjalan bersama Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم  mengendarai keledai. Lalu laki-laki itu mengutuk keledainya. Maka Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Hai hamba Allah! Jangan engkau berjalan bersama kami, diatas keledai yang terkutuk!".(4).
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda demikian, karena menantang atas perbuatan tersebut. Kutuk, adalah ibarat dari menghalau dan menjauhkan dari Allah Ta'ala. Dan yang demikian, tidak dibolehkan. Kecuali terhadap orang yang bersifat dengan sifat yang menjauhkannya daripada Allah 'Azza-wa Jalla. Yaitu kufur dan zalim. Lalu ia mengatakan: "Kutukan Allah atas orang-orang zalim dan orang-orang kafir'.'Dan sayogialah diikutkan padanya kata-kata Agama. Karena pada kutukan itu bahaya. Karena ia menetapkan atas Allah 'Azza wa Jalla, bahwa Allah telah menjauhkan orang yang terkutuk itu. Dan yang demikian itu adalah hal ghaib, yang tidak dilihat, selain oleh Allah Ta'ala. Dan Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . melihatnya, apabila diperlihatkan oleh Allah Ta'ala.

Sifat-sifat yang membawa kepada kutukan itu tiga: kufur, bid'ah dan fasik. Untuk kutukan pada masing-masing yang tiga tadi, ada tiga tingkat:- Tingkat Pertama: kutukan dengan sifat yang lebih umum. Seperti engkau katakan: "Kutukan Allah atas orang-orang kafir, orang-orang pembuat bid' ah dan orang-orang fasik".

(1)    Dirawikan Muslim dari 'Imran bin Hushain.
(2)   Dirawikan Ibnu Abid-Dun-ya dari Aisyah dan dipandang dla'if oleh kebanyakan ulama hadits.
(3)   Dirawikan Muslim dari Abid-Darda.
(4)   Dirawikan Ibnu Abid-Dun-ya dengan isnad baik.
42
Tingkat Kedua: kutukan dengan sifat-sifat yang lebih khusus. Seperti eng­kau katakan: "Kutukan Allah atas orang Yahudi, Nasrani, Majusi, orang Qadariyah, orang Khawarij dan orang Rafidli (1). Atau atas orang-orang penzina, orang-orang zalim dan pemakan riba. Dan setiap yang demikian itu boleh. Akan tetapi pada mengutuk sifat-sifat orang yang berbuat bid'ah itu bahaya. Karena mengenai bid'ah itu sulit. Dan tak terdapat suatu kata-kata yang diperoleh dari Nabi صلى الله عليه وسلم . dan para shahabat yang mengenai demikian. Maka sayogialah orang awam dilarang daripadanya. Karena yang demikian itu membawa kepada pertentangan yang menyamai dengan kutukan itu. Dan mengobarkan percecokan diantara sesama manusia dan kerusakan.

Tingkat Ketiga: kutukan bagi orang tertentu. Dan ini berbahaya, seperti engkau katakan: "Si Zaid yang dikutuk oleh Allah. Dia itu kafir atau fasik atau pembuat bid'ah".
Penguraian mengenai hal tersebut, ialah bahwa tiap-tiap orang yang telah te­gas terkutuknya pada Agama, maka bolehlah mengutukinya. Seperti anda katakan: "Fir'un yang dikutuk oleh Allah. Dan Abu Jahal yang dikutuk oleh Allah, Karena telah tegas, bahwa mereka itu mati diatas kekufuran. Dan yang dimikian itu telah diketahui pada Agama. Adapun orang seorang yang tertentu pada masa kita sekarang, seperti kata anda: "Si Zaid yang dikutuk oleh Allah" dan dia itu orang Yahudi, umpa- manya, maka ini berbahaya. Karena mungkin ia muslim. Lalu meninggal, dengan mendekatkan diri pada sisi Allah. Maka bagaimana dihukum dia itu terkutuk?
Kalau anda katakan, dia itu terkutuk karena dia itu kafir sekarang, seba­gaimana dikatakan kepada orang muslim: "Kiranya ia dicurahkan rahmat oIeh Allah", karena dia itu muslim sekarang, walaupun dapat digambarkan bahwa orang itu akan murtad. Maka ketahuilah, bahwa arti perkataan kita:

"Kiranya ia dicurahkan rahmat oleh Allah", artinya: kiranya ditetapkan dia oleh Allah,pada Agama Islam yang menjadi sebab memperoleh rahmat dan diatas keta'atan. Dan tidak mungkin dikatakan: "Kiranya ditetapkan oleh Allah akan orang kafir diatas keadaan yang menjadi sebab kutukan. Karena ini adalah persoalan kufur. Dan orang itu adalah kufur pada dirinya sendiri. Tetapi boleh dikatakan: "Kiranya ia dikutuk oleh Allah, jikalau ia mati di-
(1)
a. Orang Majusi, orang beragama Zoroaster, sekarang masih ada sisanya di Iran dan di- India.
b.Orang Qadaryah, berkeyakinan bahwa bukan Allah yang menjadikan segala perbuat­an manusia, tetapi manusia itu sendiri yang berkuasa penuh terhadap perbuatannya (Qudrah ada pada manusia itu sendiri).
c.Orang Khawarij, suatu golongan yang tidak mau mengikuti dan keluar dari ketaatan kepada pemerintah. Hal itu terjadi pada masa pemerinthan Ali bin Abi Talib.
d.Orang Rafidli, segolongan Syi'ah yang ektrem, menolak pimpinan dalam peperangan atau di luar peperangan.
43


atas kekufuran. Dan kiranya tiada dikutuk oleh Allah, jikalau ia mati diatas keIsIaman". Dan itu adalah hal ghaib, yang tidak diketahui. Dan hal yang mutlak itu diragukan diantara dua arah. Maka pada hal yang demikian itu bahaya. Dan tidak ada bahayanya pada meninggalkan kutukan. Apabila anda telah mengerti akan ini mengenai orang kafir, maka mengenai: si Zaid fasik atau si Zaid pembuat bid'ah itu lebih utama lagi. Mengutuki pribadi-pribadi yang demikian itu bahaya. Karena pribadi-pribadi itu perihal keadaannya, berobah-robah. Kecuali orang yang telah diberi-tahukan oleh Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . Maka bolehlah diketahui, siapa yang akan mati diatas kekufuran.
Dan karena itulah, Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . menentukan sesuatu kaum dengan kutukan. Ia mengatakan dalam do'anya atas orang Qurasy: "Wahai Allah Tuhahku! Diatas Engkaulah Abu Jahal bin Hisyam dan 'Utbab bin Rabi'ah" (1). Dan Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . menyebut suatu golongan yang terbunuh pada perang Badar diatas kekufuran. Sehingga orang yang tidak di­ketahui kesudahannya, lalu dikutukinya. Maka Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . dilarang oleh Allah S.W.T. dari yang demikian. Karena diriwayatkan: "Bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم . mengutuk orang-orang yang membunuh penduduk Bi'ru Ma'unah dalam qunutnya (pada shalat Subuh) selama sebulan. Lalu turunlah firman Allah Ta'ala:-
(Laisa laka minal-amri syai-un au yatuuba alaihim au yu'adz-dzibahum, fa in- nahum dzaalimuun).Artinya: "Tiadalah engkau mempunyai kepentingan dalam perkara itu sedikitpun. Tuhan menerima tobat mereka atau menyiksa mereka, karena se­sungguhnya mereka adalah orang-orang yang zalim".S.Ali 'Imran, ayat 128. Ya'ni: sesungguhnya mer$ka itu boleh jadi muslim. Maka dari manakah engkau tahu, bahwa mereka itu terkutuk?
Begitu pula, orang yang telah nyata bagi kita kematiannya diatas kekufuran, niscaya boleh mengutukinya dan boleh mencelanya, jikalau tak ajda padanya menyakiti orang Islam. Kalau ada, niscaya tidak dibolehkan. Sebagaimana diriwayatkan, bahwa: Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . bertanya kepada Abubakar r.a. tentang kuburan yang dilaluinya, sedang ia bermaksud ke Thaif. Lalu Abu­bakar r.a. menjawab: "Ini kuburan seorang laki-laki yang mendurhakai Allah dan RasulNya. Yaitu: Said bin Al-'Ash. Maka marahlah anak Sa'id, yaitu: 'Amr bin Sa'id. 'Amr berkata: "Wahai Rasulu'llah! Ini kuburan laki- laki, yang memberi makanan karena makanan dan yang menghilangkan yang berat dari Abi Quhafah (ayah Abubakar r.a.). Lalu Abubakar r.a. menjawab: "Dikatakan kepadaku oleh si ini, wahai Rasulu'llah, dengan perkataan seperti ini". 

(1) Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas'ud.
44
Maka Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . berkata kepada 'Amr bin Sa'id: "Cegahlah dirimu dari Abubakar!" Lalu 'Amr bin Sa'id itu pergi. Kemudian Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . menghadapkan wajahnya kepada Abubakar, seraya bersabda: "Hai Abubakar! Apabila kamu menyebut orang-orang ka­fir, maka sebutlah secara umum! Sesungguhnya apabila kamu khususkan, niscaya marahlah anak-anak mereka karena bapak-bapaknya". (1). Lalu Abubakar melarang manusia dari yang demikian.
Adalah Nu'aiman An-Naj jari meminum khamar. Lalu dihukum dengan pu- kulan (hadd) berkali-kali pada majlis Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . Maka sebahagian shahabat berkata: "Kiranya dia itu dikutuk oleh Allah Ta'ala! Alangkah ba- nyaknya yang dilakukan kepadanya". Lalu Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . menjawab:
لا تكن عونا للشيطان على أخيك

(Laa takun aunan Iisysyaithaani 'alaa akhiika).
Artinya: "Janganlah engkau itu penolong setan terhadap saudara engkau".(2).
Dan pada suatu riwayat: "Jangan engkau katakan perkataan tersebut! Karena dia mencintai Allah dan RasulNya". Lalu Nabi صلى الله عليه وسلم . me­larang shahabat itu dari yang demikian. Dan ini menunjukkan, bahwa mengutuk diri orang fasik itu tidak diperbolehkan.
Kesimpulannya, bahwa pada mengutuki orang-orang itu bahaya. Maka hen­daklah dijauhkan! Dan tiada bahaya pada berdiam diri daripada mengutuki Iblis-umpamanya. Apalagi mengutuki lainnya.

Kalau orang bertanya, bolehkan mengutuk Yazid (Yazid bin Mu'awiyah)? Karena ia pembunuh Saidina Husain (putera Saidina Ali r.a. dan cucu Ra­sulu'llah صلى الله عليه وسلم .) atau yang menyuruh membunuhnya. Kami jawab, bahwa itu tidak terbukti sama sekali. Maka tidak boleh dika­takan, bahwa Yazid membunuh Husain atau menyuruh membunuhnya, se­belum terbukti. Lebih-lebih mengutuknya. Karena tidak boleh disangkutkan seorang muslim kepada dosa besar, tanpa dalil yang menguatkan (tahqiq). Benar, boleh dikatakan, bahwa Ibnu Muljam membunuh Ali. Dan Abu Lu'- luah membunuh Umar r.a. Karena yang demikian itu telah terbukti dengan berita yang mutawatir (berita dari orang banyak yang meyakinkan). Maka tidak boleh dituduh seorang muslim dengan fasik atau kufur, tanpa pembuk- tian yang meyakinkan. Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Tidaklah seorang menuduh seseorang dengan kufur dan tidak menuduhnya dengan fasik, kecuali ia kem­bali kepadanya, jikalau temannya (orang itu) tidak demikian".(3). Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Tidaklah seseorang naik saksi terhadap orang lain dengan kekufuran, melainkan salah seorang dari keduanya mengembalikan- nya dengan kekufuran, jikalau dia itu kafir". Maka itu, seperti yang disab-
(1)   Dirawikan Abu Dawud dari Ali bin Rabi'ah.
(2)  Dirawikan Ibnu Abdul-bar dari Az-Zubair bin Bakfear.
(3)  Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Dzar.
45


Maka itu, seperti yang disabdakan Nabi صلى الله عليه وسلم . (pada hadits lain): "Dan jikalau ia bukan kafir, maka ia telah menjadi kafir, dengan mengkafirkan orang itu".(l). Ini artinya, bahwa ia mengkafirkan orang, sedang ia tahu, bahwa orang itu muslim. Jikalau ia menyangka, bahwa orang itu kafir, disebabkan perbuatan bid'ah atau lainnya, niscaya dia itu bersalah. Tidak menjadi kafir. Mu'adz bin Jabal r.a. berkata: "Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم  bersabda kepadaku:
أنهاك أن تشتم مسلما أو تعصي إماما عادلا والتعرض للأموات أشد 
(Anhaaka an tasytuma musliman au ta'-shia imaaman 'aadilaa). Artinya: "Aku larang engkau memaki orang muslim atau engkau mendur- hakai imam yang adil (penguasa yang adi!)".(2).
Dan mendatangkan tuduhan kepada orang-orang yang sudah mati itu lebih berat lagi.
Masruq bin Al-Ajda' berkata: "Aku masuk ketempat 'Aisyah r.a., lalu ia bertanya: "Apakah yang diperbuat si Anu? Kiranya ia dikutuk oleh Allah". Aku menjawab: "la sudah mati". Maka ? Aisyah r.a. menyambung: "Ki­ranya ia dicurahkan rahmat oleh Allah". Lalu aku bertanya: "Bagaimana maka begitu?". 'Aisyah r.a. menjawab: "Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . bersabda:
لا تسبوا الأموات فإنهم قد أفضوا إلى ما قدموا
(Laa tasabbul-amwaata, fa innahum qad af-dlau ilaa maa qaddamuu). Artinya: "Jangan engkau memaki orang-orang yang sudah mati! Karena me­reka telah membawa, menurut apa yang dikerjakan mereka".(3). Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Jangan engkau memaki orang-orang yang sudah mati! Maka dengan itu, engkau menyakiti orang-orang yang masih hidup".(4).
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:Artinya: "Hai manusia! Jagalah aku, tentang shahabat-shahabatku, saudara- saudaraku dan ipar-iparku! Janganlah engkau memaki mereka! Hai manu­sia! Apabila orang sudah mati, maka sebutlah yang baik daripadanya!".(5).
(1)    Dirawikan Abu Mansur Ad-Dailami dari Abu Said, dengan sanad dla'if.
(2)   Dirawikan Abu Na'im dari Muadz, dalam suatu hadits panjang.
(3)   Dirawikan Al-Bukhari dari 'Aisyah r.a.
(4)   Dirawikan At-Tbnidzi dari Al-Mughirah bin Syu'bah, perawi-perawinya di-percaya.
(5)   Dirawikan Abu Mansur Ad-Dailami dari 'Ayyadl Al-Anshari, isnad dla'if.
46
Kalau orang bertanya, bolehkah dikatakan, bahwa pembunuh Husain itu ki­ranya dikutuk oleh Allah?. Atau yang menyuruh membunuhnya, kiranya di­kutuk oleh Allah?.
Kami menjawab, bahwa yang benar untuk dikatakan, ialah: pembunuh Hu­sain itu jika mati ia sebelum bertobat, kiranya ia dikutuk oleh Allah. Karena mungkin pembunuh itu mati sesudah bertobat. Bahwa Wahsyi bin Harb pembunuh Hamzah paman Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . (pada perang Uhud), dimana ia membunuhnya dan waktu itu ia masih kafir. Kemudian, ia bertobat dari sekalian, dari kekufuran dan pembunuhan. Dan tidak boleh ia dikutuk. (1). Membunuh itu dosa besar. Dan tidak sampai kepada tingkat kufur. Maka apabila tidak disangkutkan dengan tobat dan disebut secara mutlak (umum) saja, niscaya padanya bahaya. Dan tidaklah pada didiamkan itu bahaya. Maka diam itu adalah lebih utama.

Sesungguhnya kami kemukakan ini, adalah dikarenakan manusia meman- dang enteng mengutuk itu. Dan lidah dilepaskan begitu saja untuk mengu­tuk. Dan orang mu'min itu tidaklah pengutuk. Maka tidak sayogialah lidah itu dilepaskan dengan mengutuk. Kecuali atas orang yang mati diatas keku­furan atau atas golongan-golongan yang terkenal dengan sifat-sifatnya. Ti­dak atas orang-orang tertentu. Maka menyibukkan diri dengan berzikir ke­pada Allah Ta'ala itu lebih utama. Kalau tidak maka berdiam diri itu lebih selamat.
Makki bin Ibrahim berkata: "Pada suatu hari kami berada pada Ibnu ' Aun. Lalu mereka menyebutkan Bilal bin Abi Burdah (amir negeri Basarah). Mereka mengutukinya dan mereka terjerumus dengan memaki dan men- cacinya. Dan Ibnu 'Aun itu diam. Lalu mereka berkata: "Hai Ibnu 'Aun! Se­sungguhnya kami menyebutkan Bilal bin Abi Burdah itu, karena ia berbuat dosa terhadap engkau". Maka Ibnu 'Aun menjawab: "Sesungguhnya itu dua perkataan yang akan keluar dari suratan amalanku pada hari kiamat. Yaitu: Laa ilaaha illallaah (tiada Tuhan yang disembah selain Allah) dan La'anal- Ictahu fulaanan (Dikutuk oleh Allah kiranya si Anu). Aku lebih suka supaya keluar dari suratan amalanku: Laa ilaaha illaallah, daripada akan keluar: La'anal-laahu fulaanan
Seorang laki-laki berkata kepada Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم .: "Berilah aku wasiat (nasehat)!". Lalu Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . menjawab: "Aku wasiatkan kepadamu, bahwa kamu tidak mengutuk orang" (2).
Ibnu Umar berkata: "Sesungguhnya orang yang sangat dimarahi Allah, ia­lah: tiap-tiap orang yang mencela, lagi mengutuk orang". Setengah mereka berkata: "Mengutuk orang mu'min itu menyamai dengan membunuhnya". Hammad bin Zaid berkata sesudah meriwayatkan ucapan ini: "Jikalau engkau katakan, bahwa ucapan tadi itu hadits marfu', niscaya aku tiada akan memperdulikannya".
(1)  Wahsy itu kemudian memeluk agama Islam dan bagus keislamannya. Dialah yang mem­bunuh Musailamah Al-Kazzab (nabi palsu) pada masa Khalifah Abubakar Ash-shiddiq r.a.
(2)  Dirawikan Ahmad dan Ath-Thabrani dan ada dalam isnadnya, orang yang tidak disebut- kan namanya.
47
Dari Abi Qatadah, yang berkata: "Ada dikatakan: "Barangsiapa mengutuk orang mu'min maka dia adalah seperti membunuhnya". Ucapan ini dinukilkan sebagai hadits marfu' kepada Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . (hadits yang ditingkatkan sampai kepada Nabi صلى الله عليه وسلم ., walaupun diantara perawinya, ada yang terputus, yang tiada diketahui).
Dan mendekati dengan mengutuk, ialah: berdoa terhadap manusia dengan tidak baik (jahat), sehingga berdoa terhadap orang zalim sekalipun. Seperti orang mengatakan umpamanya: "Kiranya Allah tidak menyehatkan tubuhnya dan kiranya Allah tidak menyelamatkannya". Dan kata-kata lain yang seperti itu.
Maka yang demikian itu tercela. Dan pada hadits, tersebut: "Sesungguhnya orang yang teraniaya berdoa terhadap orang yang menganiayainya, sehingga menyamai pada penganiayaan. Kemudian, tinggallah bagi orang yang me- nganiaya, pada orang yang teraniaya, kelebihan pada hari kiamat".(1).
BAHAYA KESEMBILAN: nyanyian dan syair.
Telah kami sebutkan pada "Kitab Mendengar", apa yang diharamkan dari nyanyian dan apa yang dihalalkan. Maka tiada kami mengulanginya lagi. Adapun syair, maka adalah perkataan, yang baiknya itu baik dan yang bu ruknya itu buruk. Hanya bersungguh-sungguh untuk bersyair itu tercela.
Ra­sulu'llah صلى الله عليه وسلم . bersabda:
لأن يمتليء جوف أحدكم قيحا حتى يريه خير له من أن يمتليء شعرا

(Li-an-yamtali-a jaufu aha-dikum qaihan hattaa yariahu khairun lahu min an-yamtalUa syi'ran).
Artinya: "Bahwa penuhnya rongga seseorang kamu dengan nanah, sehing­ga membusukkannya, adalah lebih baik daripada penuhnya rongga itu de­ngan syair". (2). Hadits ini disepakati Al-Bukhari dan Muslim dari Abi Hurairah.
Dari Masruq bin Al-Ajda', bahwa ia ditanyakan tentang sekuntum syair, lalu tiada disukainya. Maka dikatakan kepadanya tentang yang demikian itu. La­lu ia menjawab: "Aku tiada suka dijumpai syair dalam lembaran amalku (pada hari kiamat)".
Sebahagian mereka ditanyakan tentang sesuatu mengenai syair, lalu men­jawab: "Jadikanlah tempat syair itu untuk zikir. Sesungguhnya zikir kepada Allah lebih baik daripada syair".

(1)  Menurut Ai-Iraqi, dia. tidak pernah menjumpai hadits ini.
(2)  Hadits ini disepakati Al-Bukhari dan Muslim dari Abi Hurairah.
48
Kesimpulannya, menyanyikan syair dan menyusunnya itu tidak haram, apa­bila tak ada padanya perkataan yang dimakruhkan (pada Agama).
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:
إن من الشعر لحكمة
(Inna minasy-syi'ri lahikmah)-
Artinya: "Sesungguhnya dari syair itu ada hikmah".(l). Benar, yang dimaksudkan dari syair itu pujian, celaan dan kemuda-mudian. Dan kadang-kadang dimasuki bohong.
Dan Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . menyuruh Hassan bin Tsabit AI-Anshari menyerang orang-orang kafir.(2). Dan berluas-luasan pada pujian, walaupun dia itu bohong. Maka sesungguh­nya tiada berhubungan pada pengharaman itu dengan bohong. Seperti kata seorang penyair:-
Ini adalah ibarat menyifatkan kesangatan sifat pemurah. Jikalau orangnya i tu tidak pemurah, maka penyair itu bohong. Dan jikalau ia pemurah, maka berlebih-lebihan membuat syair tersebut. Maka tidaklah dimaksudkan untuk diyakini bentuknya.
Telah dinyanyikan beberapa kuntum syair dihadapan Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . Dan kalau diikuti, niscaya akan didapati padanya seperti yang demikian. Tetapi Rasulu'llah tidak melarangnya.
'Aisyah r.a. berkata: "Adalah Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . memperbaiki kulit sandalnya dan aku duduk memintal bulu. Lalu memandang kepadanya. Maka membuat tepi dahinya berkeringat. Dan membuat keringatnya menjadi nur (bersinar)".
'Aisyah meneruskan riwayatnya: "Maka aku tercengang. Lalu ia meman­dang kepadaku. seraya bersabda: "Mengapa engkau tercengang?". Lalu aku menjawab: "Wahai Rasulu'llah! Aku memandang kepadamu, lalu membuat tepi dahimu berkeringat dan membuat keringatmu menjadi nur. Dan jikalau engkau dilihat oleh Abu Kabir Al-Huzali, niscaya ia tahu, bahwa engkau le­bih berhak dengan syairnya".
Lalu Nabi صلى الله عليه وسلم . bertanya: "Apakah yang dikatakan, wahai 'Aisyah, oleh Abu Kabir Al-Huzali?".
Aku menjawab: "Ia akan mengatakan dua bait ini:-
(1)
Hadits ini telah diterangkan dahulu, pada "Kitab Umu.
(2)
Hadits ini disepakati Al-Bukhari dan Muslim dari hadits Al-Barra'.
49


Dan kalau dalam tapak tangannya,
tak ada selain nyawanya,
sungguh ia bermurah hati menyerahkannya.
Maka bertaqwalah kepada Allah yang memintakannya!
Terlepas dari semua
sisa darah kotor wanita
dan kerusakan wanita penyusu
dan penyakit wanita yang menyusukan sedang hamil.
Apabila engkau memandang
kepada garisLgaris yang kelihatan pada dahinya,
niscaya ia berkilat,
seperti kilatnya awan hujan gerimis.
'Aisyah r.a. meneruskan riwayatnya: "Lalu Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . meletakkan apa yang ada pada tangannya. Dan beliau bangun datang kepadaku dan be­liau peluk diantara dua mataku, seraya bersabda: "Kiranya Allah memberi balasan kepada engkau dengan kebajikan, wahai 'Aisyah! Tiadalah engkau memperoleh kegembiraan daripadaku, seperti gembiranya aku daripada engkau" (1).
Sewaktu Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . membagi harta rampasan perang pada hari pe- rang Hunain, lalu beliau suruh untuk diberikan kepada Abbas bin Murdas empat ekor unta betina. Abbas bin Mardas menolak, lalu mengadu dalam syaimya. Dan pada akhir syair itu, sebagai berikut:
Tidaklah si Badar dan si Habis, lebih tinggi dari Mardas dalam masyarakat. Tidaklah aku manusia yang kurang dari keduanya. Apa yang engkau rendahkan pada hari ini, Tidak akan terangkat lagi
Lalu Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Potonglah dari perintahku, akan lidahnya!". Maka pergilah Abubakar Ash-Shiddiq r.a. dengan Abbas bin Mardas dan deberikannya kepada Abbas seratus ekor unta. Kemudian, Abbas itu kembali dan dia termasuk manusia yang paling disukai. Lalu Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . bertanya: "Adakah engkau menyusun lagi syair terhadap aku?". Lalu Abbas bin Mardas meminta ma'af pada Rasulu'llah saw., seraya berkata: "Demi ayah dan ibuku, sesungguhnya aku memperoleh syair itu berjalan pada lidahku, seperti berjalannya semut. Kemudian, ia menggigit aku seperti menggigitnya semut. Maka aku tiada mendapat jalan untuk tidak bersyair".
Lalu Nabi صلى الله عليه وسلم . tersenyum, seraya bersabda: "Orang Arab itu tiada akan meninggalkan syair, sehingga unta meninggalkan suaranya yang berdenting" (2).
(1)   Dirawikan Al-Baihaqi dari 'A isyah r.a.
(2)  Hadits ini diriwayatkan Muslim dari Rafi bin Khudaij. Dan menurut riwayat, Rasulu'llah memberikan kepada Abu Sufyan, Safwan bin Ummyah, Uyaynah bin Hashn (Badar) dan Aqra' bin Habis (Habis), masing-masing 100 ekor-unta. Tetapi untuk Abbas bin Mardus kurang dari itu. Kemudian barn diberikan 100 ekor.
50
BAHAYA KESEPULUH: senda-gurau.
Asalnya senda-gurau itu tercela dan terlarang, kecuali sekedar sedikit yang dapat dikecualikan. Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:
لا تمار أخاك ولا تمازحه
(Laa turn aari akhaaka wa laa tumazih-hu)
Artinya: "Jangan engkau berbantahan dan bergurau dengan saudaramu!". Jikalau anda berkata, bahwa berbantah-bantahan itu menyakitkan. Karena padanya pembohongan kepada saudara dan teman atau pembodohan kepa­danya. Sedang senda-gurau, adalah berbaik-baikan. Dan padanya kelapangan dada dan kebaikan hati. Maka mengapa dilarang? Ketahuilah kiranya, bahwa yang dilarang itu berlebih-lebihan atau berke- kalan bergurau. Adapun berkekalan, karena ia menghabiskan waktu dengan bermain dan bergurau. Dan bermain itu dibolehkan. Akan tetapi rajin ber main itu tercela.
Adapun berlebih-lebihan pada bergurau, maka akan mempusakai banyak tertawa. Dan banyak tertawa itu mematikan hati dan mewarisi kedengkian pada setengah keadaan. Dan meniatuhkan kehebatan diri dan kemuliaan. Dan apa yang teriepas dari hal-hal tersebut, maka tidak tercela, sebagaimana dirawikan dari Nabi صلى الله عليه وسلم ., bahwa beliau bersabda:
إني لأمزح ولا أقول إلا حقا
(In nii la-amzahu wa laa aquulu illaa haqqaa).
Artinya: "Sesungguhnya aku bersenda-gurau dan aku tiada mengatakan, se­lain yang benar". (1).
Hanya orang yang seperti Nabi صلى الله عليه وسلم . yang sanggup bergurau dan tidak ber­kata selain yang benar. Adapun yang lainnya, apabila ia membuka pintu ber­gurau, niscaya adalah maksudnya mentertawakan orang, bagaimanapun adanya.
Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Sesungguhnya orang yang berkata-kata dengan suatu perkataan untuk mentertawakan teman-teman duduknya, akan jatuh dalam api neraka, lebih jauh dari bintang surayya". Umar r.a. berkata: "Barangsiapa banyak tertawanya, niscaya kurang haibahnya (kurang disegani). Barangsiapa bergurau, niscaya ia dianggap ringan. Barangsiapa memperbanyakkan sesuatu, niscaya menjadi terkenal dengan se­suatu itu. Barangsiapa banyak perkataannya, niscaya banyak jatuhnya (jatuh dalam kebohongan). Barangsiapa banyak jatuhnya, niscaya kurang malunya. Barangsiapa kurang malunya, niscaya kurang wara'nya. Dan barangsi- apa kurang wara'nya, niscaya mati hatinya". Dan karena tertawa itu menun- jukkan kepada kelalaian dari akhirat.
(1) Dirawikan Ibnu Abid-Dun-ya dari Abi Hurairah.
51

Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:-
لو تعلمون ما أعلم لبكيتم كثيرا ولضحكتم قليلا

(Lau ta'lamuuna maa a'lamu, labakaitum katsiiranwaladlahaktum qaliilaa).
Artinya: "Jikalau kamu tahu apa yang aku tahu, niscaya kamu menangis ba­nyak dan kamu tertawa sedikit".(l).
Seorang laki-laki bertanya kepada saudaranya (dimana ia melihat sedang ter­tawa): "Hai saudaraku! Adakah datang berita kepadamu, bahwa engkau a- kan datang keneraka?". Saudaranya itu menjawab: "Ya, ada!". Laki-laki itu menyambung pertanyaannya: "Adakah datang kepadamu berita, bahwa engkau akan keluar dari neraka?". Saudaranya itu menjawab: "Tidak!". La­lu laki-laki itu menyambung pertanyaannya: "Maka pada apakah tertawa itu?" Ada orang mengatakan, bahwa orang itu tidak terlihat lagi tertawa, sampai ia mati.
Yusuf bin Asbath berkata: "Al-Hasan Al-Bashri menetap selama tigapuluh tahun tidak tertawa". Dan orang mengatakan, bahwa 'Atha' As-Salmi mene­tap selama empatpuluh tahun tidak tertawa. Wahib bin Al-Ward melihat suatu kaum tertawa pada hari raya idul-fitri. Lalu beliau berkata: "Jikalau mereka telah diampuni dosanya, maka tidaklah ini perbuatan orang-orang yang bersyukur. Jikalau mereka tidak diampuni, maka tidaklah ini perbu­atan orang-orang yang takut".
Adalah Abdullah bin Abi Yu'la berkata: "Adakah engkau tertawa? Mudah- mudahan kain kafan engkau keluar dari pihak yang pendek".
Ibnu Abbas berkata: "Barangsiapa berdosa dengan suatu dosa dan ia ter­tawa, niscaya ia masuk neraka dan ia menangis".
Muhammad bin Wasi' berkata: "Apabila engkau melihat seseorang dalam sorga menangis, adakah engkau tidak heran dari tangisannya itu?". Lalu ada yang menjawab: "Ya!".
Maka Muhammad bin Wasi* menyambung: "Orang yang tertawa didunia dan ia tidak tahu, kepada apa ia akan terjadi, adalah orang yang paling diherankan dari yang tadi".
Maka inilah bahaya tertawa! Orang yang tercela pada tertawa, ialah orang yang menghabiskan waktunya buat tertawa. Dan yang terpuji pada tertawa, ialah tersenyum, yang terbuka giginya pada tertawa dan tiada terdengar suaranya.
Begitulah adanya tertawa Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم .!
Al-Qasim bekas budak (maula) Mu'awiyah bin Abi Sufyan berkata: "Se­orang Arab badui datang, menghadap Nabi صلى الله عليه وسلم . dengan mengendarai ku- danya yang panjang kakinya dan sukar dikendalikan. Lalu ia memberi
(1) Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari Anas .dan 'Aisyah r.a.
52
salam. Kemudian, setiap kali ia ingin mendekatiNabi صلى الله عليه وسلم . untuk bertanya, tetapi kuda itu lari (tidak mau mendekatinya). Maka para shahabat Nabi صلى الله عليه وسلم . tertawa melihat yang demikian. Orang badui tadi berbuat demikian berkali-kali. Kemudian, ia menjatuhkan kepalanya kebawah, lalu ia terbu- nuh (mati) dengan sebab yang demikian. Maka ada yang berkata kepada Na­bi صلى الله عليه وسلم .: "Wahai Rasulu'llah! Bahwa orang Arab badui itu telah dijatuhkan oleh untanya dan sudah binasa (meninggal)".
Lalu Nabi صلى الله عليه وسلم . menjawab:
 (Na'ain, wa afwaahu-kum mal-aa min damih). Artinya: "Ya! Mulutmu penuh dari darahnya".(l). Adapun bergurau itu membawa kepada hilang kehormatan diri, maka Umar r.a. telah berkata: "Barangsiapa bergurau, niscaya ia menjadi ringan (ku­rang dihargai orang) disebabkan bergurau itu".
Muhammad bin Al-Munkadir berkata: "Ibuku berkata kepadaku: "Hai anakku! Jangan engkau bersenda gurau dengan anak-anak, maka hinalah eng­kau pada mereka".
Said bin Al-'Ash berkata kepada puteranya: "Hai anakku! Jangan engkau bersenda gurau dengan orang yang mulia, maka ia sakit hati kepada engkau (tersinggung)! Dan janganlah dengan orang yang rendah (orang hina), maka ia berani kepada engkau!".
'Umar bin Abdul-aziz r.a. berkata: "Bertaqwalah kepada Allah dan jauhilah dari bergurau! Karena mewarisi sakit hati dan menghela kepada kekejian. Berbicaralah mengenai Al-Qur-an dan duduk-duduklah memperkatakan AlQur-an!. Kalau itu berat padamu, maka perkataan yang baik dari perkataan orang-orang yang terkemuka.
Umar r.a. berkata: "Tahukah kamu, mengapa dinamakan senda-gurau (al- muzaah) dengan kata-kata: al-muzaah?" (al-muzaah itu asal artinya: alih). Mereka itu menjawab: "Tidak!".
Maka Umar r.a. menjawab: "Karena senda-gurau (almuzaah) itu, menga- lihkan orang yang bergurau dari kebenaran".
Ada yang mengatakan, bahwa tiap sesuatu itu mempunyai bibit. Dan bibit permusuhan, ialah: senda-gurau.
Ada pula yang mengatakan, bahwa bergurau itu menghilangkan pikiran dan memutuskan hubungan dengan teman-teman.
Jikalau anda berkata, bahwa bergurau itu dinukilkan dari Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . dan para sahabatnya. Maka bagaimanakah dilarang daripadanya? Aku menjawab: "Jikalau anda sanggup menurut yang disanggupi Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . dan para shahabatnya, yaitu; bahwa anda bergurau dan anda tidak mengatakan, selain yang benar. Anda tidak menyakiti hati orang dan tidak
(1) Dirawikan Ibnu-Mubarak, hadits mursal.
53
berlebih-lebihan pada bergurau. Dan anda ringkaskan bergurau itu kadang- kadang dengan sedikit sekati. Maka dengan demikian, anda tidak berdosa Tetapi termasuk kesalahan besar, bahwa manusia mengambil bergurau itu menjadi pekerjaan yang selalu dikerjakannya. Dan ia berlebih-lebihan pa­danya. Kemudian (ia berkata), bahwa ia berpegang dengan perbuatan Rasul صلى الله عليه وسلم . Orang itu samalah halnya dengan orang yang berkeliling pada siang harinya bersama orang-orang Zanji (orang berkulit hitam), yang melihat ke­pada mereka dan kepada tari tarian mereka. Lalu (ia berkata), bahwa ia ber­pegang, bahwa Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . memberi izin kepada Aisyah melihat tarian orang Zanji pada hari raya.
Pendapat yang demikian itu salah. Karena dari dosa kecil itu, ada yang akan menjadi dosa besar, dengan berkekalan memperbuatnya. Dan dari perbuatan-perbuatan yang diperbolehkan (mubah) itu, ada yang akan men jadi dosa kecil dengan berkekalan dikerjakan. Maka tiada sayogialah dilupakan dari yang demikian!
Benar, Abu Hurairah meriwayatkan, bahwa mereka (para sahabat) berkata: "Wahai Rasulu'llah! Sesungguhnya engkau bermain-main (bergurau) de­ngan kami".
Lalu Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . menjawab:
إني وإن داعبتكم فلا أقول إلا حقا
(Inniiwa in daa- 'abtukum, laa aquulu ilia haqqaa).
Artinya: "Sesungguhnya aku, walaupun aku bersenda-gurau dengan kamu, tetapi aku tiada berkata, selain yang benar".(1)
'Atha' berkata, bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Ibnu Abbas: "Adakah Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . bergurau?" Ibnu Abbas menjawab: "Ada!". Orang tadi bertanya lagi: "Apakah guraunya itu?".
Ibnu Abbas menjawab: "Guraunya ialah, bahwa pada suatu hari, Nabi صلى الله عليه وسلم . memberi pakaian kepada salah seorang istrinya, kain yang lapang. Lalu beliau bersabda kepada istrinya itu: "Pakailah, pujilah Allah dan ta- riklah daripadanya kaki kain, seperti kaki kainnya penganten!".(2). Anas berkata, bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم . adalah,paling banyak bergurau dengan is­trinya. Dan diriwayatkan, bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم . banyak tersenyum. Dari Al-Hasan Al-Bashari, yang mengatakan: "Seorang wanita tua datang kepada Nabi صلى الله عليه وسلم . Lalu Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda kepadanya: "Tidak masuk sorga wanita tua". Lalu wanita itu menangis. Maka Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Engkau pada hari itu tidak wanita tua lagi"(3). Allah Ta'ala berfirman:-
Dirawikan AtTirmizi dari Abu Hurairah dan dipandangnya hadits hasan.
Kata AHraqi, dia tidak pernah menjumpai hadits ini.
Dirawikan At-Tirmidzi dan Ibmil-J dari Anas, dengan sanad dla'if.
إنا أنشأناهن إنشاء فجعلناهن أبكارا
(Innaa ansya'naahumia insyaa-an wa ja'alnaahunna abkaaraa). Artinya: "Sesungguhnya (gadis-gadis itu) Kami jadikan dengan kejadian (yang istimewa). Dan mereka kami jadikan perawan suci'S. Al-waq i' ah, a- yat 35-36.
Zaid bin Aslam berkata: "Bahwa seorang wanita, yang dikatakan namanya: Ummu Aiman, datang kepada Nabi صلى الله عليه وسلم .. Maka ia berkata: "Bahwa sua- miku mengundang engkau".
Lalu Nabi صلى الله عليه وسلم . bertanya: "Siapakah dia? Adakah dia yang pada matanya putih?". Wanita itu menjawab: "Demi Allah, tiada putih pada matanya". Maka Nabi صلى الله عليه وسلم . menjawab: "Ada! Sesungguhnya ada putih pada matanya". Wanita itu berkata: "Tidak demi Allah!". Lalu Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Tiada seorang pun yang tidak ada putih pada matanya".(1). Nabi صلى الله عليه وسلم . bermaksud: putih yang mengelilingi mata hitam.
Seorang wanita lain datang kepada Nabi صلى الله عليه وسلم . seraya berkata: "Wahai Ra­sulu'llah! Bawalah aku diatas unta!". Lalu Nabi صلى الله عليه وسلم . menjawab: "Tetapi kami akan membawa engkau diatas anak unta". Wanita itu lalu menyahut: "Apa yang akan aku perbuat dengan anak unta itu?. Ia tiada sanggup mem­bawa aku". Lalu Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Tiadalah unta itu melainkan ada­lah anak unta".(2). Nabi صلى الله عليه وسلم . adalah bergurau dengan yang demikian. Anas berkata: "Bahwa Abi Thalhah mempunyai seorang anak laki-laki, na­manya: Abu Umair. Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . datang kepada mereka, seraya ber­sabda: "Hai Abu Umair! Apa kabar nughair?". Karena nughair itu adalah burung yang dimain-mainkanny a. Nughair, ialah: anak burung pipit. (3). 'A isyah r.a. berkata: "Aku pergi bersama Rasulu'liah صلى الله عليه وسلم . pada perang Badar. Maka beliau bersabda: "Mariiah, sehingga aku mendahului eng­kau!". Lalu aku ikatkan baju besiku pada perutku. Kemudian, kami garis- kan suatu garis. Lalu kami berdiri diatas garis itu. Dan kami dahulu men­dahului. Lalu ia mendahului aku. Dan bersabda: "Ini tempat, Dzii-Majaz namanya". Yang demikian itu, ialah, bahwa pada suatu hari Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . datang dan kami berada di Dzil-Majaz. Dan aku waktu itu masih budak kecil. Diutus oleh 2yahku membawa sesuatu. Lalu Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Berilah itu kepadaku!". Aku tidak mau memberinya dan aku terns berjalan. Dan Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . berjalan dibelakangku Tetapi ia ti­dak dapat menjumpai aku".(4).
(1)  Dirawikan Ibnu Abid-Dun-ya dari Abdah bin Saham Al-Fahri. Hadits ini diperselisihkan.
(2) Dirawikan Abu Daud dan At-Tirmizi dari Anas, hadits shahih.
(3) Dirawikan Ai-Bukhari dan Muslim dari Anas. Dan Abu Umair itu adalah saudara Anas seibu, mempunyai burung nughair tersebut yang sangat disayanginya. Lalu burung itu mati. Maka amat gundahlah hati Abu Umair, lalu dihiburkan oleh Nabi صلى الله عليه وسلم . dengan kata-kata tadi.
(4) Menurut Al-Iraqi, beliau tidak pernah menjumpai hadits tersebut. Dan Aisyah itu tidak turut pada perang Badar.
55
'A isyah r.a. berkata pula: "Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . dahulu-mendahului dengan aku. Lalu aku mendahuluinya. Tatkala aku membawa daging, ia dahulu mendahului dengan aku. Lalu ia mendahului aku. Dan bersabda: "Ini dengan yang itu".
'Aisyah r.a. berkata pula: "Adalah padaku, Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . dan Saudah. binti Zam'ah.(l). Lalu aku membuat harirah (tepung yang dibuat dengan susu): Aku bawa makanan tersebut, seraya aku berkata kepada Saudah: "Makanlah!". Lalu Saudah menjawab: "Aku tidak suka". Maka aku ja­wab: "Demi Allah, engkau makan atau aku lumurkan muka engkau dengan makanan ini". Saudah menjawab: "Aku tidak akan mencicipinya". Lalu aku ambil dengan tanganku sedikit dari makanan itu dari piring. Maka aku lumurkan mukanya. Dan Rasulu'llah duduk diantara aku dan dia. Lalu Ra­sulu'llah صلى الله عليه وسلم . merendahkan kedua lututnya, supaya Saudah tercegah da- ripadaku. Lalu aku ambil sedikit dari isi piring itu. Dan aku sapu mukaku dengan dia. Dan membuat Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . tertawa".(2). Diriwayatkan, bahwa Adl-Dlahhak bin Sufyan Al-Kallabi adalah seorang yang pendek dan buruk bentuknya. Ketika ia diangkat dengan sumpah (di- bai'ah) oleh Nabi صلى الله عليه وسلم . menjadi kepala dari kaumnya yang sudah memeluk Agama Islam, lalu ia berkata: "Sesungguhnya padaku ada dua orang wanita yang lebih cantik dari Al-Humaira (panggilan kepada 'Aisyah r.a.) ini". Peristiwa ini terjadi sebelum turunnya ayat-hijab. "Apakah aku bawakan salah seorang dari keduanya untuk engkau, lalu engkau kawini dia?". 'Aisyah duduk saja dengan tenang dan mendengar. Lalu bertanya: "Adakah wanita itu yang lebih cantik atau engkau?". Maka orang itu men­jawab: "Aku yang lebih cantik dan yang lebih mulia dari wanita itu". Maka tertawalah Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . dari pertanyaan 'Aisyah tadi kepada laki-laki itu. Karena laki-laki tersebut adalah seorang yang pendek dan buruk ben­tuknya". (3).
Diriwayatkan oleh 'Alqamah dari Abi Salmah, bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم . menge- luarkan lidahnya dari mulutnya untuk Hasan bin Ali r.a. (cucu Nabi صلى الله عليه وسلم .). Lalu anak kecil itu melihat lidah Nabi صلى الله عليه وسلم . dan ia amat bergern- bira. Lalu 'Uyainah bin Badar Al-Fazzari berkata kepada Nabi صلى الله عليه وسلم .: "De­mi Allah, kiranya aku mempunyai seorang anak laki-laki yang sudah kawin dan ia mengeluarkan mukanya dan aku sekali-kali tiada akan memeluk- nya".
Lalu Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:
إن من لا يرحم لا يرحم
 
(Inna man laa yarhamu laa yurhamu).
(1) Saudah binti Sam'ah adalah salah seorang isteri. Nabi صلى الله عليه وسلم . yang dikawininya sestidah wafat Khadijah.
(2)   Dirawikan Abu Yu'la dengan isnad baik.
(3)   Dirawikan Az-Zubair bin Bakkar dari Abdullah bin Hasan, dan ini hadits mursai. Dari hadits ini dapat dilihat betapa demokrasinya Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . dalam pergaulan dengan ummatnya dan malah tertawa.(Pany)
56


Artinya: "Sesungguhnya siapa yang tiada mencintai. niscaya tiada akan dicintai".(l).
Kebanyakan hal berbaik-baikan ini dinukilkan bersama kaum wanita dan anak-anak. Yang demikian itu merupakan obat dari Nabi صلى الله عليه وسلم ., karena kelemahan hati mereka, tanpa kecenderungan kepada bersenda-gurau. Pada suatu kali Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda kepada Shuhaib dan ia sakit mata. Dan ia memakan tamar: "Adakah engkau memakan tamar, sedang engkau sakit mata?". Lalu Shuhaib menjawab: "Sesungguhnya aku memakannya dengan yang sebelah lagi, wahai Rasulu'llah!". Maka tersenyumlah Nabi صلى الله عليه وسلم . ".(2).
Setengah perawi hadits ini berkata: "Sehingga aku melihat gigi gerahamnya",
Diriwayatkan, bahwa "Khawwat bin Jubair AI-Anshari duduk bersama wa­nita suku Bani Ka'ab di jalan Makkah. Lalu dilihat oleh Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم ., seraya menegur: "Hai Aba Abdillah! Ada apa engkau bersama wanita?". Khawwat, yang. dipanggil tadi dengan Aba Abdillah, lalu menjawab: "Me­reka memintal tali untaku, yang suka lari".
Khawwat berkata: "Maka Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . terns pergi untuk keperluan- nya. Kemudian, beliau kembali lagi, seraya bersabda: "Hai Aba Abdillah! Apakah unta itu tidak meninggalkan larinva kemudian?". Khawwat berkata: "Lalu aku diam dan merasa malu Dan aku sesudah itu, selalu melarikan diri daripada Nabi صلى الله عليه وسلم . manakala melihainya, karena malu kepadanya. Sehingga aku datang di Madinah. Dan sesudah aku da­tang di Madinah - Khawwat menemskan ceriteranya - maka pada suatu ha­ri, Nabi صلى الله عليه وسلم . melihat aku mengerjakan shalat di masjid. Lalu beliau du­duk dekat aku. Maka aku panjangkan shalat. Lalu beliau bersabda: "Ja­ngan engkau panjangkan! Sesungguhnya aku menunggu engkau!". Sesudah aku memberi salam dari shalat, lalu beliau bersabda: "Hai Aba Abdillah! Apakah unta itu tidak meninggalkan larinya kemudian?". Khawwat menerangkan lebih lanjut: "Lalu aku diam dan aku merasa malu. Dan Rasulu'llah pun bangun berdiri. Dan adalah aku sesudah itu meiarikan diri daripadanya. Sehingga pada suatu hari, ia mengikuti aku dan ia me- ngendarai keledai. Dan kedua kakinya diletakkannya disatu pihak. Maka beliau bersabda: "Hai Aba Abdillah! Apakah. unta itu tidak meninggalkan larinya kemudian?", Lalu aku menjawab: "Demi Tuhan yang mengutuskan engkau dengan kebenaran! Unta ttu tidak lari lagi semenjak aku raemeluk Agama Islam". Lalu Nabi صلى الله عليه وسلم . mengucapkan: "Allah Akbar! Allahu Ak- bar! Wahai Allah, Tuhanku! Tunjukilah Aba Abdillah!".(3). Yang meriwayatkan peristiwa ini, meneruskan riwayatnya: "Maka baguslah

(1)   Dirawikan Abi Saimah dari Abi Hurairah.
(2)  Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan A!-Hakim dari Shuhaib.
(3)  Dirawikan Ath-Thabrani dari Zaid bin Aslam. Perawi-perawinya orang-orang yang dapat dipercayai.
57



Islamnya Khawwat itu. Dan ia ditunjuki oleh Allah dengan hidayahNya". Adalah Nu'aiman Al-Anshari seorang laki-laki yang suka bergurau. Ia mi- num khamar di Madinah. Lalu ia dibawa kepada Nabi صلى الله عليه وسلم . Maka dipukul oleh Nabi صلى الله عليه وسلم . dengan sandalnya. Dan beliau menyuruh para shahabat- nya. Lalu mereka memukulnya dengan sandalnya. Sewaktu telah banyak de­mikian, maka seorang diantara para shahabat itu berkata kepada Nu'aiman: "Kiranya engkau dikutuk oleh Allah!". Lalu Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda kepada shahabat tersebut: "Jangan engkau berbuat demikian! Karena ia mencintai Allah dan RasulNya". (1).
Adalah Nu'aiman tersebut, apabila ia masuk ke kota Madinah dengan mu- dah perjalanan dan sekejap mata, ia membeli apa-apa daripadanya. Kemu­dian dibawanya kepada Nabi صلى الله عليه وسلم ., seraya berkata: "Wahai Rasulu'llah! Ini aku belikan untukmu dan aku hadiahkan kepadamu". Apabila yang puny a barang itu datang, meminta pada Nu'aiman harganya, lalu Nu'aiman datang kepada Nabi صلى الله عليه وسلم ., seraya berkata: "Wahai Rasu­lu'llah! Berilah kepada orang itu harga barangnya!". Lalu Nabi صلى الله عليه وسلم . men­jawab: "Apakah engkau tidak menghadiahkan barang itu kepada kami?". Nu'aiman tersebut menjawab: "Wahai Rasulu'llah! Sesungguhnya aku ti­dak mempunyai uang untuk membayar harganya. Dan aku ingin engkau makan barang tersebut".(2).
Lalu Nabi صلى الله عليه وسلم . tertawa dan menyuruh shahabatnya membayar harga ba­rang itu.
Inilah kata-kata berbaik-baikan, yang diperbolehkan seperti itu secara sedi­kit. Tidak secara terus-terusan. Membiasakan kata-kata yang demikian, a- dalah senda-gurau yang tercela dan sebab bagi tertawa yang mematikan ha­ti

BAHAYA KESEBELAS: ejekan dan memperolok-olok
Perbuatan tersebut adalah diharamkan, manakala menyakitkan, sebagaimana firman Allah Ta'ala:-
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman! Janganlah sekumpulan orang la­ki-laki merendahkan (menertawakan) kumpulan yang lain; boleh jadi (yang ditertawakan itu) lebih baik dari mereka (yang menertawakan).
(1)   Dirawikan Al-Bukhari dari Umar.
(2)  Dirawikan Az-Zubair bin Bakkar. Dan dari jalan sanadnya, Ibnu Abdil-bar dari Muham­mad bin 'Amr bin Hazm, hadits mursal.
58
Dan jangan pula sekumpulan perempuan (merendahkan) kumpulan perempuan yang lain; boleh jadi (yang direndahkan itu) lebih baik dari mereka". -S.Al-Hu- jurat, ayat 11.
Arti mengejek, ialah: menghina, melecehkan dan memberi-tahukan sifat-si­fat yang memalukan dan kekurangan-kekurangan dengan cara yang men?- tertawakan. Yang demikian itu, kadang-kadang dengan meniru pada per­buatan dan perkataan. Dan kadang-kadang dengan isyarat dan tunjukan. Apabila ada yang demikian itu dihadapan orang yang diejek, niscaya tidak dinamakan: upatan. Tetapi mengandung arti upatan. 'Aisyah r.a. berkata
(Hakaitu ins a an an, fa qaala liyan-nabiyyu shalla'llaahu 'alaihi wa sallama:" Wa'llaahi, maa uhibbu annii haakaitu insaanan wa lii kadzaa wa kadzaa". Artinya: "Aku menceriterakan tentang seseorang, lalu Nabi صلى الله عليه وسلم . bersab­da kepadaku: "Demi Allah! Aku tidak suka menceriterakan tentang se­seorang, sedang aku mempunyai keadaan demikian-demikian".(l). Ibnu Abbas berkata tentang firman Allah Ta'ala:-
(Yaa-wailatanaa maa li-haadzal-kitaabi laa yughaadiru shaghiiratan wa laa kabiiratan illaa ah-shaahaa).
Artinya: "Aduhai! Malangnya kami! Kitab apakah ini? Tidak ditinggalkannya perkara yang kecil dan yang besar, melainkan dihitungnya semu- anya".S.Al-Kahf, ayat 49: "bahwa yang kecil itu, ialah: tersenyum dengan memperolok-olokkan orang mu'min. Dan yang besar itu, ialah: tertawa terbahak-bahak dengan yang demikian".
Itu menunjukkan, bahwa tertawa kepada orang, termasuk dalam jumlah dosa kecil dan dosa besar.
Dari Abdullah bin Zam'ah, dimana ia berkata: "Aku mendengar Rasulu'­llah صلى الله عليه وسلم . dan beliau berkhutbah. Maka beliau menasehati mereka tentang tertawanya karena kentut.
Lalu beliau bertanya: "Berdasarkan apakah tertawanya salah seorang ka­mu; dari apa yang diperbuatnya?"(2).
(1)  Dirawikan Abu Dawud dan At-Tirmidzi dari 'Aisyah dan dipandangnya shahih.
(2)  Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Zam'ah.
59
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Sesungguhnya orang-orang yang memperolok-olok­kan manusia itu, dibukakan pintu sorga bagi salah seorang mereka. Lalu dikatakan kepadanya: "Mari, marilah!". Lalu orang yang memperolok-o­lokkan itu datang dengan kesusahan dan kegundahannya. Tatkala ia dating kepintu sorga itu, lalu pintu tersebut dikuncikan terhadap orang itu. Kemudian dibukakan lagi pintu lain untuknya. Lalu dikatakan kepadanya: "Man, marilah i". Lalu ia datang dengan kesusahan dan kegundahannya. Tatkala ia dalang kepintu itu lalu pintu tersebut dikuncikan terhadap dia. Maka se- nantiasaiah seperti yang demikian, sehingga pintu itu dibukakan bagi orang tersebut, lalu dikatakan kepadanya: "Man, marilah!". Maka ia tidak da­tang lagi ke pintu itu".(l).
Mu'adz bin Jabal berkata; "Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:
- '^^i^C^J^Ctlx5 Js ji;
(Man 'ayyara akhaahu bi dzanbin qad taaba minhu, lam yamut hattaa ya'- malahu).
Artinya: "Barangsiapa memalukan saudaranya dengan dosa yang telah di tobatinya, niscaya ia tiada akan mati sebelum ia mengerjakan dosa itu".(2).
Semua ini kembali kepada menghina orang lain dan tertawa kepadanya, untuk menghinakan dan memandangnya kecil. Dan kepada itulah, firman Al­lah Ta'ala memperingatkan:-
من عير أخاه بذنب قد تاب منه لم يمت حتى يعمله
('Asaa an yakuunuu khairan minhum).
Artinya: "Boleh jadi (yang ditertawakan itu) lebih baik dari mereka (yang menertawakan)".S.Al-Hujurat, ayat 11.Artinya: jangan engkau menghinakannya, karena memandangnya kecil. Boleh jadi, ia lebih baik daripada engkau.
Sesungguhnya perbuatan tersebut diharamkan, mengenai orang yang merasa sakit dengan perbuatan itu.
Adapun orang yang membuat dirinya terhina dan kadang-kadang ia ber- gembira dihinakan, niscaya adalah pengejekan mengenai dirinya itu, termasuk dalam jumlah senda-gurau. Dan telah diterangkan dahulu, apa yang tercela dan yang terpuji daripadanya.
Sesungguhnya yang diharamkan itu, pandangan kecil, yang menyakitkan orang yang dihinakan. Karena padanya penghinaan dan pelecehan. Dan yang demikian itu, kadang-kadang dengan ditertawakan pada perkataannya, apabila hilang tujuan pada perkataan itu dan tidak tersusun balk. Atau di tertawakan pada perbuatannya, apabila perbuatan itu kacau. Seperti terta­wa pada tulisannya dan pada perusahaannya. Atau ditertawakan pada ru panya-dan bentuknya, apabila ia pendek atau kurang karena sesuatu keku- rangan yang memalukan. Maka tertawa pada semua itu, termasuk pada pe­ngejekan yang dilarang
(1)  Dirawikan Ibnu Abid-Dun-ya dari Al-Hasan dan ini hadits mursal.
(2)  Dirawikan At-Tirmidzi dan katanya: hadits ini hasan gharib.
60
BAHAYA KEDUABELAS: membuka rahasia.
Membuka rahasia itu dilarang. Karena padanya menyakitkan dan penghinaan akan hak orang yang dikenal dan teman-teman.
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:
إذا حدث الرجل ثم التفت فهي أمانة حديث إذا
(Idzaa haddatsar-rajulul-ha-diitsa tsummal-tafata, fa hiya amaanah). Artinya: "Apabila seseorang berbicara sesuatu pembicaraan, kemudian ia pergi, maka itu adalah amanah"(l).
Dan Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Secara mutlak pembicaraan diantara sesama kamu itu amanah"(2).
Al-Hasan Al-Bishri r.a. berkata: "Sesungguhnya termasuk pengkhianatan, bahwa engkau membicarakan rahasia saudara engkau". Diriwayatkan, bahwa Mu'awiah r.a. merahasiakan suatu pembicaraan kepada Al-Walid bin 'Utbah. Lalu Al-Walid berkata kepada ayahnya: "Wahai ayahku, bahwa Amirul-mu'ihinin merahasiakan suatu pembicaraan kepadaku. Aku tidak melihat, bahwa ia menutup kepada ayah, apa yang di- bentangkannya kepada orang lain". Maka menjawab ayah Al-Walid: "Ja­ngan engkau katakan kepadaku! Sesungguhnya orang yang menyembunyikan rahasianya, adalah pilihan kepadanya. Dan orang yang membuka rahasianya, adalah pilihan atas dirinya".
Al-Walid meneruskan ceritanya: "Lalu aku berkata: "Wahai ayahku! Se­sungguhnya ini termasuk urusan diantara orang dengan anaknya". Ayah Al-Walid ('Utbah) menjawab: "Demi Allah, tidak, wahai anakku! Akan tetapi, aku menyukai, bahwa engkau tidak menghinakan lidah eng­kau dengan pembicaraan-pembicaraan rahasia".
Al-Walid meneruskan ceriteranya: "Lalu aku datang kepada Mu'awiah, maka aku ceriterakan kepadanya. Lalu ia menjawab: "Hai Walid! Bapak- mu telah memerdekakan kamu dari perbudakan kesalahan". Maka membuka rahasia itu suatu pengkhianatan. Dan itu haram, apabila ada padanya mendatangkan melarat. Dan tercela, jikalau tak ada padanya melarat. Dan telah kami sebutkan apa yang menyangkut dengan menyem- bunyikan rahasia, pada "Kitab Adab Berteman". Maka tidak perlu lagi di ulangi.
(1)  Dirawikan Abu Dawud dan At-Tirmidzi dari Jabir dan dipandangnya: hasan.
(2)  Dirawikan Ibnu Abid-Dun-ya dari Ibnu Syihab, hadits mursal.
61



BAHAYA KET1GABELAS: janji dusta.
Sesungguhnya lidah itu mendahului kepada janji. Kemudian, kadang-ka- dang jiwa tidak membolehkan agar janji itu ditepati. Lalu jadilah menyalahi janji. Dan yang demikian itu setengah dari tanda-tanda nifaq (tanda- tanda orang munafiq). Allah Ta'ala berfirman:-
(Yaa-ayyuhal-ladziina aamanuuaufuu bil-uquud).
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman! Tepatilah segala janji'.S.Al- Maidah, ayat 1.
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Janji itu suatu pemberian".(l).
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda;
الوأي مثل الدين أو أفضل



(Al-wa'yu mits-lu'd-daini au afdlalu).
Artinya: "Al-wa'yu itu seperti hutang atau lebih utama daripada hutang".(2).
=Al-wa'yu, artinya: janji.
Allah Ta'ala memuji nabiNya Ismail a.s. dalam KitabNya yang mulia. Ia berfirman:-
(Innahu kaana shaadiqal-wa'di).
Artinya: "Sesungguhnya dia (Nabi Ismail a.s.) adalah seorang yang membenari (memenuhi) janji".S.Maryam, ayat 54.
Dikatakan, bahwa nabi Ismail a.s. berjanji dengan seorang insan pada sua­tu tempat. Lalu orang tersebut tiada kembali ketempat tadi, karena lupa. Maka tinggallah nabi Ismail a.s.ditempat itu selama duapuluh dua hari menunggu kedatangannya.
Tatkala Abdullah bin Umar hampir wafat, lalu ia berkata: "Sesungguhnya seorang laki-laki dari suku Quraisy telah meminang anak-perempuanku. Dan sesungguhnya sudah menyerupai janji daripadaku kepadanya. Maka, demi Allah kiranya aku tidak menemui Allah dengan sepertiga nifaq. Aku saksikan kamu, bahwa aku telah mengawinkan anak-perempuanku dengan laki-laki itu".
Dari Abdullah bin Abil-Khansa', yang mengatakan: "Aku telah berjual-be li dengan Nabi صلى الله عليه وسلم . sebelum beliau diutus menjadi rasul Tuhan. Dan ma- sih ada sisa kepunyaannya padaku. Aku berjanji dengan dia, bahwa aku a kan datang membawa sisa itu ke tempatnya. Lalu aku lupa pada hari ter­sebut dan besoknya. Baru aku datang kepadanya pada hari ketiga dan be-
(1)   Dirawikan Ath-Thabrani dari Qubbats bin Usyaim, dengan sanad dla'if.
(2)  Dirawikan Ibnu Abid-Dun-ya dan Al-Kharaithi dari Al-Hasan, hadits mursal.
62
liau berada pada tempatnya itu. Lalu beliau bersabda: "Hai anak muda! Engkau sudah menyusahkan aku. Aku disini semenjak tiga hari yang lalu menunggu engkau".(1).
Ditanyakan kepada Ibrahim An-Nakha'i, tentang seseorang yang berjanji dengan seseorang. Lalu orang itu tidak datang. Ibrahim An-Nakha'i men­jawab: "Supaya ia menunggu, sampai masuk waktu shalat yang akan da­tang".
Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . apabila berjanji dengan suatu janji, mengatakan: عسى "Asaa".(2).
Ibnu Mas'ud apabila berjanji dengan suatu janji, mengatakan: إن شاء الله "Insya Allah".(3).
Dan itu adalah lebih utama. Kemudian, apabila dipahami dari perkataan itu, akan keteguhan pada janji, maka tak boleh tidak harus ditepati, kecuali berhalangan. Jikalau waktu berjanji, sudah ada keteguhan tidak akan di­tepati, maka ini nifaq namanya.
Abu Hurairah berkata: "Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:-
ثلاث من كن فيه فهو منافق وإن صام وصلى وزعم أنه مسلم إذا حدث كذب وإذا وعد أخلف وإذا ائتمن خان
(Tsalaatsun man kunna fiihi fa huwa munaafiqun wa in shaama wa shallaa wa za'ama annahu muslimun: idzaa haddatsa kadzaba wa idzaa wa'ada akhlafa wa idza'tumina khaana).
Artinya: "Tiga perkara, barang siapa ada pada tiga perkara itu, maka dia itu orang munafiq, walaupun ia berpuasa, mengerjakan shalat dan mendakwakan bahwa ia muslim. Yaitu: apabila berbicara, ia berdusta, apabila ber­janji, ia menyalahi janji dan apabila dipercayai, ia berkhianat".(4).
Abdullah bin 'Amr r.a. berkata: "Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Empat per­kara, barangsiapa ada padanya, niscaya dia itu orang munafiq. Dan barang­siapa -ada padanya suatu sifat dari yang empat itu, niscaya ada padanya su­atu sifat dari nifaq, sehingga ditinggalkannya sifat tersebut. Yaitu: apabila berbicara, ia berdusta. Apabila berjanji, ia menyalahi janji. Apabila membuat suatu perjanjian, ia membelok. Dan apabila bermusuh-musuhan, ia menganiaya (zalim)".(5).

(1)  Dirawikan Abu Daud dan diperselisihkan tentang isnadnya.
(2)  'Asaa, artinya: mudah-mudahan. Hadits ini memirut Al-Iraqi-belum pernah dijumpai.
(3)  Insya Allah, artinya: Jika dikehendaki oleh Allah. Dalam Al-Qur-an, S.AI-Kahf, ayat'23- 24: "Dan janganlah engkau mengatakan dalam sesuatu hal: Bahwa aku akan mengerja­kan itu besok. Melainkan dengan alasan jika Allah menghendaki". Tetapi dalam masya- rakat Tcita, kata-kata Insya Allah itu,seakan-akanmenunjukkan kearah janji itu kurang kuat atau untuk tidak ditepati (Penyalin).
(4) Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari Abi Hurairah.
(5)  Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin 'Amr.
63



Hadits ini ditempatkan terhadap orang yang berjanji dan ia bercita-cita menyalahi janji tersebut. Atau meninggalkan menepatinya tanpa ada halangan.
Adapun orang yang bercita-cita akan menepatinya, lalu datanglah halangan yang mencegahnya daripada menepatinya, niscaya ia tidak termasuk orang munafiq. Walaupun berlaku padanya bentuk nifaq. Akan tetapi sayogialah dijaga juga dari bentuk nifaq itu, sebagaimana dijaga dari hakikatnya. Dan tiada sayogianya menjadikan dirinya berhalangan, tanpa ada dlarurat (ke- adaan terpaksa) yang menghalanginya.
Diriwayatkan: "bahwa Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . menjanjikan seorang pembantu (khadim) kepada Abulhaitam bin At-Tayyihan. Lalu beliau, mendatangkan tiga orang tawanan perang. Maka diberinya dua orang dan tinggallah satu orang.Kemudian datanglah Fathimah r.a. meminta seorang pembantu dari Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . Dan ia berkata: "Tidakkah ayahanda melihat bekas menggiling bumbu makanan pada tanganku?". Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . lalu menyebut janjinya kepada Abulhaitsam, seraya bersabda: "Bagaimana de­ngan janjiku kepada Abulhaitsam?".(l).
Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . mendahulukan Abulhaitsam daripada Fathimah r.a. me­ngenai pembantu itu. Karena ia telah lebih dahulu berjanji kepada Abulhait­sam, sedang Fathimah r.a. menggiling bumbu makanan dengan tangannya yang lemah.

Adalah Nabi صلى الله عليه وسلم . duduk membagi harta rampasan perang Hawazin di Hunain. Lalu berdirilah seorang laki-laki dari orang banyak dihadapan Na­bi صلى الله عليه وسلم . Orang itu berkata: "Wahai Rasulu'llah! Sesungguhnya ada jan- jimu untukku!".
Nabi صلى الله عليه وسلم . menjawab: "Benar engkau! Engkau boleh memutuskan menurut kehendak engkau".

Orang itu lalu menjawab: "Aku memutuskan delapanpuluh domba betina dan penggembalanya".
Nabi صلى الله عليه وسلم . menjawab: "Boleh itu untuk engkau". Dan Nabi صلى الله عليه وسلم . menambahkan: "Engkau telah menetapkan hukum dengan mudah. Seorang wanita tua yang menemani Musa a.s., yang menunjukkan kepadanya tulang belulang Yusuf a.s., adalah lebih kokoh dan lebih banyak hukumnya da­ripada engkau, ketika ia diberi hak hukum (untuk memutuskan sesuatu) o- Ieh Nabi Musa a.s. Wanita itu lalu berkata: "Hukumku, ialah: bahwa eng­kau kembalikan aku muda dan masuk sorga bersama engkau".(2).

(1)  Dirawikan At-Tirmidzi dari Abu Hurairah.
(2)  Menurut riwayat, lalu Nabi Musa a.s. berdo'a kepada Allah, supaya. wanita itu muda kem- bali. Maka diterima oleh Allah do'anya. Dan wanita itu menjadi cantik kembali dan diteri- ma pula do'anya supaya wanita itu masuk sorga bersama Nabi Musa a.s. Maka wanita itu menunjukkan tempat tulang belulang Nabi Yusuf a.s. pada dasar sungai Nil. Lalu Nabi Musa a.s. meletakkan tongkatnya, maka terbelahlah air dan kelihatanlah petinya. Nabi Musa a.s. membawa peti itu ke-Baitul-maq-dis dan dikuburkan disana (Ittihaf, hal 509 jilid VII).
64


Dikatakan, lalu orang banyak tadi memandang- lemah apa yang diputuskan oleh orang laki-laki itu. Sehingga laki-laki tersebut dibuat menjadi pepatah, dimana dikatakan: Lebih kikir dari orang yang puny a delapanpuluh domba betina dan penggembalanya.
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:-
ليس الخلف أن يعد الرجل الرجل وفي نيته أن يفي

(Laisal-khulfu an ja'idar-rajulur-rajula wa fii niyyatihi an yafia). Artinya: "Tidaklah menyalahi janji, bahwa seseorang berjanji dengan sese­orang dan pada niatnya akan menepatinya". Pada bunyi hadits yang lain, ialah:-
إذا وعد الرجل أخاه وفي نيته أن يفي فلم يجد فلا إثم عليه أخرجه أبو داود والترمذي وضعفه
(Idzaa wa'adar-rajulu akhaahu, wa fii niyyatihi an jafia, fa lam yajid, fa laa itsma 'alaih).

Artinya: "Apabila seseorang berjanji dengan saudaranya dan pada niatnya akan menepatinya, lalu tidak diperolehnya jalan, maka tidaklah dosa atas dirinya". (1).


BAHAYA KEEMPATBELAS: dusta pada perkataan dan sumpah.
Itu termasuk dosa yang paling buruk dan kekurangan yang paling keji. Is­mail bin Wasith berkata: "Aku mendengar Abubakar Ash-Shiddiq r.a. berkhutbah sesudah wafat Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . Beliau berkata: "Berdiri ditengah-tengah kami Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . pada tempat aku berdiri ini, ditahun pertama. Kemudian beliau menangis, dan seraya bersabda:
إياكم والكذب فإنه مع الفجور وهما في النا
(Iyyakum wal-kadziba, fa innahu ma'al-fujuuri wa humaa fin-naar). Artinya: "Awaslah berdusta! Sesungguhnya orang yang berdusta itu ber­sama orang yang zalim. Keduanya dalam neraka".(2). Abu Amamah berkata: "Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Bahwa dusta itu su­atu pintu dari pintu-pintu nifaq".(3).
Al-Hasan Al-Bashari berkata: "Ada yang mengatakan, bahwa termasuk ni­faq, berbeda rahasia dan yang terang, berbeda perkataan dan perbuatan dan berbeda masuk dan keluar. Sesungguhnya pokok yang terbangun nifaq padanya, ialah: dusta".
(1)   Diriwayatkan Abu Dawud dan At-Tirmidzi dan didla'ifkannya, dari Zaid bin Arqam.
(2)  Diriwayatkan Ibnu Majah dan An-Nasa-i dari Abubakar Ash-Shiddiq, isnadnya baik.
(3)  Diriwayatkan Ibnu 'Adt dari Abu Amamah, dengan saijad dla'if.
65

Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:
كبرت خيانة أن تحدث أخاك حديثا هو لك به مصدق وأنت له به كاذب حديث كبرت خيانة أن تحدث
 أخاك حديثا هو لك به مصدق وأنت له به كاذب أخرجه البخاري في كتاب الأدب المفرد وأبو داود من 
حديث سفيان بن أسيد وضعفه ابن عدي ورواه أحمد والطبراني

(Kaburat khiyaanatan an tuhadditsa akhaaka hadiitsan, huwa laka bihi mushaddiqun wa anta lahu bihi kaadzibun).Artinya: "Amat besarlah khianatnya, bahwa engkau berbicara sesuatu pembicaraan dengan saudara engkau, dimana ia membenarkan engkau dan engkau dusta dengan pembicaraan tersebut".(l).
Ibnu Mas'ud berkata: "Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Selalulah seorang hamba itu berdusta dan merasa patut berdusta. Sehingga ia dituliskan pada sisi Allah: amat pendusta". (2).
Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . lalu ditempat dua orang laki-laki, yang berjual beli se- ekor kambing dan keduanya sumpah-menyumpah. Salah seorang dari ke- duanya berkata: "Demi Allah  Tidak akan aku kurangkan bagimu dari se­kian dan sekian". Lalu yang lain berkata: "Semi Allah! Tidak akan aku tambahkan bagimu diatas sekian dan sekian". Lalu Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . da­tang pada kambing itu dan sudah dibeli oleh salah seorang dari keduanya. Lalu bersabda: "Diwajibkan salah seorang dari keduanya: dosa dan kafarat sumpah"(3).
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Dusta itu mengurangkan rezeki". Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . bersabda:-
Artinya: "Sesungguhnya saudagar-saudagar itu orang-orang yang zalim". Lalu ditanyakan: "Wahai Rasulu'llah! Bukankah Allah telah menghalalkan berjual-beli?". Nabi صلى الله عليه وسلم . menjawab: "Ya, benar! Tetapi mereka itu ber- sumpah, maka mereka berdosa. Dan mereka berkata-kata, lalu mereka berdusta". (4).
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Tiga golongan manusia, yang Allah Ta'ala tidak ber­kata-kata dengan mereka pada hari kiamat dan tidak memandang kepada me­reka. Yaitu: orang yang menyebut-nyebut dengan pemberiannya, orang yang melakukan barang dagangannya dengan sumpah palsu dan orang yang meren-

(1)  Diriwayatkan Al-Bukhari, Ath-Thabrani dan lain-lain.
(2)  Diriwayatkan Al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas'ud.
(3)  Diriwayatkan Abul-fatah Al-Azdi dari Nasikh AI-Hadlrami. Dan kata Abu Hatim, yaitu: Abdullah bin Nasikh, bukan Nasikh, tapi anaknya.
(4)  Diriwayatkan Ahmad dan AI-Hakim dan shahih isnadnya.
66

Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Tiga golongan manusia, yang Allah Ta'ala tidak ber­kata-kata dengan mereka pada hari kiamat dan tidak memandang kepada me­reka. Yaitu: orang yang menyebut-nyebut dengan pemberiannya, orang yang melakukan barang dagangannya dengan sumpah palsu dan orang yang merendahkan kain sarungnya". (1).
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Apabila seorang bersumpah dengan membawa na- ma Allah, lalu dimasukkannya dalam sumpah itu seperti sayap lalar, maka adalah suatu titik pada hatinya sampai hari kiamat".(2). Abu Dzarr berkata: "Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Tiga orang, dicintai me­reka oleh Allah Ta'ala. Yaitu: laki-laki yang ada dalam jama'ah teman- temannya. Lalu menegakkan lehernya menghadapi musuh, sehingga ia ter bunuh atau ia dimenangkan oleh Allah dan teman-temannya. Dan laki-laki yang mempunyai tetangga jahat yang menyakitinya. Maka ia bersabar dia­tas kesakitan itu. Sehingga dipisahkan diantara keduanya oleh mati atau pindah. Dan laki-laki, dimana

 bersama dia ada suatu kaum dalam perja- lanan jauh atau perjalanan malam. Lalu mereka itu meneruskan perjalanan malam itu, sehingga mengherankan mereka, oleh menyintuhkan tanah (maksudnya sangat tertidur). Maka mereka itu turun dari kenderaan. Lalu laki-laki tersebut berpindah tempat untuk mengerjakan shalat, sampai ia membangunkan teman-temannya itu untuk meneruskan perjalanan. Dan ti­ga macam manusia yang dimarahi Allah. Yaitu: pedagang atau penjual yang suka bersumpah, orang miskin yang sombong dan orang kikir yang su­ka menyebut-nyebut pemberiannya".(3). Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:-
ويل للذي يحدث فيكذب ليضحك به القوم ويل له ويل له
(Wailun lil-ladzii yuhadditsu fa yakdzibu, li yudl-hika bihil-qauma, wailun lahu wailun lahu).
Artinya: "Neraka bagi orang yang berbicara, lalu berdusta, untuk mener­tawakan orang banyak dengan pembicaraannya itu. Neraka baginya - ne­raka baginya". (4).
(1)  Diriwayatkan Muslim dari Abu Dzarr, yang dimaksudkan dengan orang yang merendah­kan kain sarungnya atau lainnya, ialah: sebagai tanda kesombongannya. Dari itu, maka dipandang tidak baik (Peny).
(2)  Dirawikan At-Tirmidzi dan Al-Hakim dari Abdullah bin Anis dan shahih isnadnya.
(3)  Dirawikan Ahmad dan An-Nasa-i, dengan isnad baik.
(4) Dirawikan Abu Dawud dan At-Tirmidzi dan dipandangnya hadits hasan.
67

Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Aku bermimpi seolah-olah seorang laki-laki datang padaku. Lalu ia berkata kepadaku: "Bangunlah!". Lalu aku bangun ber­sama dia. Tiba-tiba aku bersama dua orang laki-laki. Yang seorang berdiri dan yang lain duduk. Ditangan yang berdiri itu, besi yang bengkok kepa­lanya, yang dimasukkannya kedalam mulut yang duduk. Lalu ditariknya, sehingga sampai keatas bahunya. Kemudian ditariknya lagi, lalu dimasuk­kannya kepinggir yang lain, maka dipanjangkannya. Apabila telah dipanjangkannya, niscaya yang lain itu kembali, sebagai mana yang telah ada ta- di Lalu aku bertanya kepada orang, yang meminta aku berdiri tadi: "Apa-kah ini?". Orang itu lalu menjawab: "Inilah laki-laki pendusta, yang dia- zabkan dalam kuburnya sampai hari kiamat".(l).

Dari Abdullah bin Jarrad, dimana ia berkata: "Aku bertanya kepada Ra­sulu'llah صلى الله عليه وسلم ., seraya aku berkata: "Wahai Rasulu'llah! Adakah orang mu'min itu berzina?".
Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . menjawab: "Kadang-kadang ada yang demikian". Abdullah bin Jarrad bertanya lagi; "Wahai Nabi Allah! Adakah orang mu'­min itu berdusta?". Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . menjawab: 'Tidak!". Kemudian, Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . menyambungkannya dengan firman Allah Ta'ala:-

إنما يفتري الكذب الذين لا يؤمنون بآيات الله
(Innamaa yaftaril-kadzibal-Iadziina laa yu-minuuna bi-aayaatil-laah). Artinya: "Hanyalah orang-orang yang tidak percaya kepada keterangan-ke- terangan Allah itulah yang mengada-adakan kedustaan".S.An-Nahl, ayat 105.
Abu Sa'id Al-Khudri berkata: "Aku mendengar Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . berdo'a, seraya mengucapkan dalam do'anya:-
(Allaahu'mma thahhir qalbii mina'n-nifaaqi wa farjii mina'z-zinaa wa li- saanii mina'l-kadzibi).
Artinya: "Wahai Allah Tuhanku! Sucikanlah hatiku dari nifaq, kemaluanku dari zina dan lidahku dari dusta".(2).

Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Tiga golongan manusia, dimana Allah Ta'ala tiada berkata-kata dengan mereka, tiada memandang kepada mereka dan tiada mensucikan mereka. Dan bagi mereka siksaan yang pedih. Yaitu: guru (syaikh) yang berzina, raja yang berdusta dan orang miskin yang sombong".(3).
Abdullah bin 'Amir berkata: "Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . datang kerumah kami dan aku (waktu itu) kanak-kanak masih kecil. Lalu aku pergi untuk bermain- main. Maka ibuku berkata: "Hai Abdullah! Mari, supaya aku berikan ke- padamu sesuatu!". Lalu Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Apakah yang mau engkau berikan kepadanya?". Ibu itu menjawab: "Tamar!". Lalu Rasulu'­llah صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Sesungguhnya jikalau tidak engkau perbuat, niscaya dituliskan pada engkau suatu kedustaan".(4).
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Jikalau Allah Ta'ala menganugerahkan kepadaku nikmat menurut bilangan batu ini, niscaya aku bagi-bagikan diantara kamu.
(1)   Dirawikan Al-Bukhari dari Samrah bin Jundub, dalam suatu hadits panjang.
(2)   Dirawikan Al-Khatib dari Abu Sa'id dan isnadnya dla'if.
(3)   Dirawikan Muslim dari Abu Hurairah.
(4)  Dirawikan Abu Dawud dan pada isnadnya ada orang yang tidak disebut namanya.
68


Kemudian, kamu tiada akan mendapati aku orang yang kikir, yang berdus­ta dan yang penakut'(l).
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda dan beliau waktu itu bersandar: "Tidakkah aku beri- tahukan kepadamu, dosa besar yang terbesar?. Yaitu mempersekutukan Allah dan mendurhakai ibu-bapa". Kemudian beliau duduk, seraya bersab­da: "Ketahuilah: dan berkata dusta". (2).
Ibnu 'Umar berkata: "Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Sesungguhnya seorang hamba Allah yang berbuat dusta dengan suatu kedustaan, maka jauhlah malaikat daripadanya, sejauh perjalanan satu mil, dari karena busuknya a- pa yang didatangkannya".(3).
Anas bin Malik r.a. berkata: "Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:-Artinya: "Tanggunglah untukku dengan enam perkara, niscaya aku tang- gung untukmu dengan sorga". Mereka (para shahabat) lalu bertanya: "Apakah yang enam perkara itu?". Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . menjawab: "Apabila seorang kamu berbicara, maka jangan ia berdusta. Apabila ia berjanji, ma­ka jangan ia menyalahinya. Apabila ia diberi kepercayaan (amanah), maka jangan ia berkhianat. Dan tutuplah matamu! Jagalah kemaluanmu! Dan cegahlah tanganmu". (4).
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:
إن للشيطان كحلا ولعوقا ونشوقا أما لعوقه فالكذب وأما نشوقه فالغضب وأما كحله فالنوم
(Inna lisy-syaithaani kahalan wa la *uuqan wa nasyuuq. Ammaa la'uuquhu fal-kadzibu wa ammaa nasyuuquhu fal-ghadlabu wa ammaa kahaluhu fan- naumu).Artinya: "Sesungguhnya setan itu mempunyai celak (kahalan), barang yang disendok dalam mulut (la'uuq) dan barang yang dihirup dalam hidung (na­syuuq). Adapun barang yang disendok dalam mulut itu, maka itulah: dusta. Dan barang yang dihirup dalam hidung itu, maka itulah: marah. Adapun celaknya (benda seperti tepung yang dipakai pada mata), ialah: tidur". (5). Pada suatu hari 'Umar r.a. berpidato. Beliau berkata: "Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم .
(1)  Dirawikan Muslim dan hadits ini telah diterangkan dahulu pada bab "Akhlaq Kenabian".
(2) Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari Abi Bakrah
(3) Dirawikan At-Tirmidzi dari Ibnu 'Umar dan katanya: hadits hasan gharib.
(4) Dirawikan Al-Hakim dan Al-Kharaithi. Dan kata Al-Hakim: shahih. isnad.
(5) Dirawikan Ath-Thabrani dan Abu Na'im dari A*has dengan sanad dla'if.
69

berdiri ditengah-tengah kami, seperti berdirinya aku ini ditengab-tengah kamu. Lalu beliau bersabda: "Berbuat-baiklah kepada shahabat-shahabat- ku, kemudian kepada mereka yang kemudiannya (para pengikutnya atau tabi'in). Kemudian berkembanglah dusta. Sehingga bersumpahlah seorang laki-laki diatas sumpah dan tidak diminta sumpahnya. Ia naik saksi dan ti­dak diminta kesaksiannya". (1).
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Barangsiapa membicarakan daripadaku sesuatu ha­dits, pada hal ia tahu, bahwa itu dusta, maka adalah ia salah seorang pendusta".(2).
Nabi صلى الله عليه وسلم . berdusta: "Barangsiapa bersumpah diatas sesuatu sumpah dengan dosa, untuk mengambil harta manusia muslim dengan tidak sebenar- nya, niscaya ia menemui Allah 'Azza wa Jalla dan Allah sangat marah ke­padanya". (3).
Diriwayatkan, dari Nabi صلى الله عليه وسلم ., bahwa: "Nabi صلى الله عليه وسلم . menolak kesaksian se- seorang laki-laki dalam kedustaan yang didustainya".(4). Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Diatas setiap perkara itu mungkin menjadi tabiat atau dilalui padanya orang Islam, selain khianat dan dusta".(5). 'A'isyah r,a. berkata: "Tiadalah suatu tingkah-laku yang sangat berat diatas para shahabat Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم ., selain daripada: dusta. Dan adalah Ra- sulullah صلى الله عليه وسلم . melihat pada salah seorang shahabatnya diatas kedustaan. Maka tiada hilang ia dari dada Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم ., sebelum beliau tahu, bahwa shahabatnya itu telah bertobat kepada Allah 'Azza wa Jalla dari ke­dustaan tersebut".(6).
Nabi Musa a.s. berdo'a: "Wahai Tuhanku! Yang manakah dari hambaMu yang terbaik amalannya kepadaMu?". Allah Ta'ala berfirman: "Siapa yang tidak berdusta lidahnya, tidak zalim hatinya dan tidak berzina kemaluan- nya".
Lukman berkata kepada anaknya: "Hai anakku! Takutilah berdusta! Ka­rena dusta itu disukai, seperti daging burung pipit. Amat sedikit yang tidak disukai oleh yang berdusta itu sendiri".
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda, memujikan kebenaran (berkata benar):-

(1)  Dirawikan At-Tirmidzi dan An-Kasa-i dan dishahihkannya, dari 'Umar r.a.
(2)  Dirawikan Muslim dari Samrah bin Judub.
(3)  Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas'ud.
(4) Dirawikan Ibnu Abid-Dun-ya dari Musa bin Syaibah, hadits mursal.
(5)  Maksud hadits ini ialah, bahwa dua sifat tersebut (khianat dan dusta) tidaklah menjadi tabiat orang Islam pada asalnya. Tetapi, disebabkan dipengaruhi oleh sesuatu, seperti: keadaan sekeliling, lalu tabiat demikian. Hadits ini dirawikan Ibnu Abi Syaibah dan lain-lain.
(6) Dirawikan Ahmad dari 'A'isyah dan perawi-perawinya itu orang-orang yang dipercayai.

70

الصدق أربع إذا كن فيك لا يضرك ما فاتك من الدنيا صدق الحديث وحفظ الأمانة وحسن خلق وعفة 
 

طعمة
(Arba'un idzaa kunna fiika fa laa yadhirraka maa faataka mina'd-dun-ya: shidqul-hadiitsi wa hifdlul-amaanati wa husnu khuluqin wa 'iffatu thu'ma- tin).
Artinya: "Empat perkara apabila ada pada kamu, niscaya tidak mendatang­kan melarat kepadamu, apa yang tidak kamu peroleh dari dunia, yaitu: be­nar pembicaraan, memelihara amanah, bagus tihgkah-laku dan menjaga makanan (dari yang haram atau yang diragukan halalnya)'(l). Abubakar r.a. mengucapkan dalam pidatonya sesudah wafat Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم .: "Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم  berdiri ditengah-tengah kami pada tahun pertama seperti berdirinya aku ini. Kemudian, beliau menangis dan ber­sabda:

 "Haruslah kamu benar! Sesungguhnya kebenaran itu bersama ke­bajikan. Dan keduanya itu dalam sorga".(2).
Mu'az berkata: "Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . bersabda kepadaku: 

"Aku wasiatkan (nasehatkan) engkau, bertaqwa kepada Allah, benar pembicaraan* menu- naikan amanah, menepati janji, memberi salam dan merendahkan diri"(3). Adapun atsar (Kata-kata shahabat dan orang-orang terkemuka), diantara lain Ali r.a. berkata: "Kesalahan yang terbesar pada sisi Allah, ialah: lidah yang banyak dustanya. Dan penyesalan yang terburuk, ialah: penyesalan pada hari kiamat".
'Umar bin Abdulaziz r.a. berkata: "Tiada pernah aku berdusta dengan su­atu kedustaanpun, semenjak aku dapat mengikat kain sarungku". 'Umar bin Al-Khath-thab r.a. berkata: "Yang paling kami sukai dari kamu, ialah: selama kami tiada melihat namamu yang terbaik. Apabila kami me­lihat kamu, maka yang paling kami sukai dari kamu, ialah: kamu yang ter­baik tingkah-lakunya. Apabila kami mencobaikamu, maka yang paling kami sukai dari kamu, ialah: yang paling benar pembicaraannya dan yang paling besar amanahnya".

Dari Maimun bin Abi Syubaib, yang mengatakan: "Aku duduk menulis su- atu kitab, lalu aku sampai pada suatu huruf. Jikalau aku tuliskan huruf ter­sebut, niscaya aku sudah menghiasi kitab itu. Dan aku sudah berdusta. Ma­ka aku berazam meninggalkannya, lalu aku terpanggil dari pinggir rumah, dengan suara:-

(Yutsabbitul-laahul -ladziina aamanuu bil-qaulits-tsaabiti fil-hayaatiddun-ya wa fii aakhirah).
Artinya: "Allah meneguhkan kedudukan orang-orang yang beriman de­ngan perkataan yang teguh dalam kehidupan dunia ini dan hari akhirat".S.Ibrahim, ayat 27.

(1)
Dirawikan Al-Hakim dan Al-Kharaithi dari Abdullah bin Umar.
(2)
Dirawikan Ibnu Majah dan An-Nata-i.
(3)
Dirawikan Abu Na'im dan hadits ini sudah diterangkan dahulu.


Asy-Sya'bi berkata: "Saya tidak tahu, yang manakah yang lebih jauh da- lamnya dalam neraka: pendusta atau orang kikir". Ibrius-Sammak berkata: "Aku tidak melihat diriku diberi pahala, dengan meninggalkan dusta. Karena aku meninggalkannya karena sombong". Ditanyakan Khalid bin Shubaih:

 "Adakah dinamakan seseorang itu pen­dusta dengan sekali dusta?". Khalid menjawab: "Ya, benar!". Malik bin Dinar berkata: "Aku membaca pada setengah kitab-kitab yang maksudnya: "Masing-masing orang berkhutbah (khatib) itu, didatangkan khutbahnya menunit amal-pekerjaannya. Jikalau ia benar, niscaya benarlah dia. Dan jikalau ia dusta, maka kedua bibiraya digunting dengan gunting a- pi neraka. Setiap kali kedua bibir itu digunting, lalu tumbuh kembali". Malik bin Dinar berkata: "Benar dan dusta itu keduanya berperang dalam hati, sehingga dikeluarkan oleh salah satu daripada keduanya akan teman- nya".
'Umar bin Abdulaziz berbicara dengan Al-Walid bin Abdulmalik tentang sesuatu.
Lalu Al-Walid berkata kepada 'Umar: "Engkau dusta!". Lalu 'Umar men­jawab: "Tidak pernah aku berdusta, semenjak aku tahu, bahwa dusta itu memburukkan orang yang berdusta".