Bahaya Lidah
PENJELASAN: besarnya bahaya lidah dan keutamaan diam.
Ketahuilah, bahwa bahaya lidah
itu besar. Tiada teriepas daripada baha- yanya, selain dengan diam. Maka karena
itulah, Agama memuji diam dan mengajak kepada diam.
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda.
من صمت نجا
(Man shamata najaa).
Artinya: "Barangsiapa
diam, niscaya ia terlepas (dari bahaya)". (1).
Dan sabda Nabi صلى الله عليه وسلم .:
الصمت حكم وقليل فاعله
(Ash-shamtu hukmun wa qaliilun
faa'iluh).
Artinya: "Diam itu suatu
hukum dan sedikitlah yang melaksanakannya (2).
Hukum pada hadits ini,
artinya: hikmah dan memikirkan akibat. Diriwayatkan oleh Abdullah bin Sufyan
dari ayahnya, dimana ayahnya berkata: "Aku berkata: "Wahai
Rasulu'llah! Khabarkanlah kepadaku tentang Islam, akan sesuatu hal, dimana aku
tiada akan bertanya Iagi tentang itu, kepada seseorang, sesudah engkau!".
(1)
|
Dirawikan At-Tirmidzi dari
Abdullah bin Umar, dengan sanad dla'if.
|
(2)
|
Dirawikan Abu Manshur
Ad-Dailami dari Ibriu Umar, dengan sanad dla'if.
|
Maka Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . menjawab:
"Katakanlah! Aku beriman dengan Allah. Kemudian engkau berpendirian
teguh".
Ayah Abdullah itu meneruskan
ceriteranya: "Lalu aku bertanya: "Apakah yang aku pelihara?".
Maka Nabi صلى الله عليه وسلم . menunjukkan dengan tangannya kepada lidahnya". (1).
'Uqbah bin 'Amir berkata:
"Aku bertanya: "Wahai Rasulu'llah! Apakah jalan kelepasan?".
Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . menjawab:
"Tahankan lidahmu! Hendaklah rumahmu memberi kelapangan bagimu dan
menangislah atas kesalahanmu!". Sahl bin Sa'ad As-Sa'idi berkata:
"Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Barangsi- apa menjamin bagiku, apa yang
diantara dua tulang rahangnya (lidah) dan yang diantara dua kakinya (kemaluan),
niscaya akan aku jamin baginya sorga". (2).
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:
"Barangsiapa menjaga dari kejahatan qabqabnya, dzabdzabnya dan laqlaqnya,
niscaya ia terjaga dari kejahatan seluruhnya".(3).
Qabqab iaitu perut /
Dzabdzab Iaitu Kemaluan / LaqLAq Iaitu Lidah
|
Hawa-nafsu yang tiga inilah
yang membinasakan banyak manusia. Karena itulah, kami menyibukkan diri kami,
menyebutkan bahaya lidah sesudah kami selesai daripada menyebutkan bahaya
nafsu-syahwat: perut dan kemaluan.
Ditanyakan Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . tentang
sebab terbesar, yang membawa manusia masuk sorga. Lalu Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . menjawab:
"Taqwa kepada Allah dan bagus akhlaq". Dan ditanyakan pula sebab
terbesar yang membawa manusia masuk neraka.
Maka Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . menjawab:
"Dua rongga badan, yaitu: mulut dan kemaluan" (4).
Maka mungkin yang dimaksud
dengan mulut itu, ialah: bahaya lidah. Karena mulut itu tempat lidah. Dan
mungkin pula yang dimaksud perut, karena mulut itu, tempat yang tembus dari
perut.
Ma'az bin Jabal berkata:
"Aku bertanya: "Wahai Rasulu'llah! Adakah kita ini disiksa dengan
apa yang kita katakan?".Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . menjawab: "Dipupus kamu
oleh ibumu, hai Ibnu Jabal! Adakah manusia meringkuk dalam neraka atas
hidungnya, selain oleh yang diketam (diperbuat) lidahnya?" (5).
(1) Dirawikan At-Tirmidzi dan dipandangnya
shahih.
|
(2) Dirawikan AJ-Bukhari dari Sahl bin Sa'ad.
|
(3) Dirawikan Abu Manshur Ad-Dailami dari Anas
dengan sanad dla'if.
|
(4) Dirawikan At-Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Abu
Hurairah.
|
(5) Dirawikan Ibnu Majah dan A1 Hakim.
|
10
|
Abdullah Ats-Tsaqafi berkata:
"Aku berkata: "Wahai Rasulu'llah! Khabarkanlah kepadaku akan sesuatu,
yang akan aku pegang teguh!". Lalu Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . menjawab:
"Katakanlah!: Tuhanku Allah. Kemudian, kamu berpendirian teguh
(istiqamah)!".
Aku bertanya lagi: "Wahai
Rasulu'llah! Apakah yang lebih engkau takuti padaku?".
Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . lalu
mengambil lidahnya, seraya bersabda: "Ini!" (1). Diriwayatkan, bahwa
Ma'az bertanya: "Wahai Rasulu'llah! Amal apakah yang paling utama?".
Lalu Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم .
mengeluarkan lidahnya. Kemudian meletakkan ja- rinya atas lidah itu" (2).
Anas bin Malik berkata:
"Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Tidaklah berdiri teguh (lurus) iman hamba
Allah, sebelum berdiri teguh (lurus) hatinya. Dan hatinya itu tidak berdiri
teguh (lurus) sebelum berdiri teguh (lurus) lidahnya. Dan tidak akan masuk
sorga seseorang, dimana tetangganya tidak merasa aman dari kejahatannya".
(3).
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:
(Man sarra-hu an yaslama
fal-yalzamish-shamta).
من سره أن يسلم فليلزم الصمت
Artinya: "Barangsiapa
suka selamat, maka hendaklah ia membiasakan diam" (4).
Dari Sa'al bin Jubair (hadits
marfu') yang diteruskan kepada Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . (5), bahwa beliau bersabda:
"Apabila anak Adam (manusia) itu berpagi hari, niscaya semua anggota
badannya memperingatkan lidah. Artinya: anggota badan itu berkata: "Takutilah
Allah mengenal kami. Karena jikalau engkau berdiri lurus, niscaya kami pun
dapat berdiri lurus. Dan ji kalau engkau bengkok (menyeleweng), niscaya kami
pun menjadi beng- kok". (6).
Diriwayatkan bahwa 'Umar bin
Al-Khattab r.a. melihat Abubakar Ash- Shiddiq r.a., menarik lidahnya dengan
tangannya. Lalu 'Umar bertanya kepada-Abubakar: "Wahai Khalifah
Rasulu'llah! Apakah yang anda per- buat?".Abubakar Ash-Shiddiq r.a.
menjawab: "Ini mendatangkan kepadaku jalan yang kebinasaan.
(1) Dirawikan At-Tirmidzi dan dipandangnya
shahih,
|
(2) Dirawikan Ath-Thabrani dan Ibnu Abid-Dun-ya.
|
(3) Dirawikan Ibnu Abid-Dun-ya dengan sanad
lemah.
|
(4) Dirawikan Al-Baihaqi dari Anas dengan sanad
dla if.
|
(5) Hadits Marfu', yaitu: hadits yang sanadnya
tidak terang sampai kepada Nabi صلى الله عليه وسلم ., teta-
pi disampaikan juga, sedang di antara perawi yang terang namanya dan nabi صلى الله عليه وسلم . ada
perawi-perawi yang tidak diketahui atau dilampaui.
|
(6) Dirawikan At-Tirmidzi dari Abi Sa'id
Al-Khudri.
|
11
|
Sesungguhnya Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . bersabda:
ليس شيء من الجسد إلا يشكو إلى الله عز وجل اللسان على
حدته
(Laisa syai-un minal-jasadi
illaa yasykuu ilal-laahil-lisaana 'alaa hiddatih).
Artinya: "Tiada suatu pun dari tubuh,
yang tiada mengadu kepada Allah tentang lidah diatas ketajamannya" (1).
Dari Ibnu Mas'ud diriwayatkan,
bahwa ia berada atas bukit Shafa, membaca talbiah (2), seraya mengatakan:
"Hai lidah! Katakanlah yang baik, niscaya engkau beruntung! Diamlah dari
yang jahat, niscaya engkau sela- mat, sebelum engkau menyesal!".
Lalu orang bertanya kepada
Ibnu Mas'ud tadi: "Hai ayah Abdurrahman! Adakah ini engkau katakan sendiri
atau engkau dengar dari orang lain?".
Ibnu Mas'ud menjawab:
"Tidak! Tetapi aku dengar Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Bahwa
kebanyakan dosa anak Adam itu, pada lidahnya". (3). Ibnu 'Umar berkata:
"Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Barangsiapa mencegah lidanya daripada
memperkatakan kehormatan orang, niscaya ditutup oleh Allah auratnya (hal-hal
yang memalukan kalau diketahui orang lain). Barangsiapa menguasai kemarahannya,
niscaya ia dipelihara oleh Allah akan azabnya. Dan barangsiapa meminta
kelonggaran pada Allah? niscaya diterima oleh Allah kelonggarannya". (4).
Diriwayatkan, bahwa Ma'az bin
Jabal berkata: "Wahai Rasulu'llah! Beri kanlah kepadaku kata-kata
wasiat!".
Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . menjawab:
"Sembahlah (beribadahlah) akan Allah, se akan-akan engkau melihatNya! Dan
hitunglah dirimu dalam golongan orang yang sudah mati! Jikalau engkau mau, akan
kuberi-tahukan kepada- mu, sesuatu yang lebih kamu miliki dari ini semua".
Seraya Nabi صلى الله عليه وسلم . menunjukkan dengan tangannya kepada lidahnya".
Dari Shafwan bin Salim, yang
mengatakan: "Rasulu'llah صلى
الله عليه وسلم . bersabda: "Apakah tidak
aku kabarkan kepadamu, ibadah yang paling mudah dan paling ringan kepada badan?
Yaitu: diam dan bagus akhlak". Abu Hurairah berkata: "Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . bersabda:
من كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليقل خيرا أو ليسكت
(Man kaana yu'minu biHaahi
wal-yau-mil-aakhiri fal-yaqul khairan au li- yaskut).
(1) Dirawikan Ibnu Abid-Dun-ya, Abu Yu'Ia dan
Iain-Iain dari Aslam, bekas budak Umar r.a.
|
(2) Membaca: "Labbaika Allaahumma
labbaik" pada waktu hajji.
|
(3) Dirawikan Ath-Thabrani, Ibnu Abid-Dun-ya dan
Al-Baihaqi dengan sanad baik.
|
(4) Dirawikan Ibnu Abid-Dun-ya dengan sanad baik.
|
12
|
Artinya: Barangsiapa beriman
dengan Allah dan hari akhirat, maka hendaklah ia berkata yang baik atau ia
diam". (1).
Al-Hasan Al-Bashari berkata:
"Disebutkan kepada kami, bahwa Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . bersabda:
"Diberi rahmat oleh Allah kepada seorang hamba, yang berkata-kata, lalu
memperoleh faedah. Atau diam, maka ia selamat" (2).
Ada orang yang meminta kepada
Isa a.s. dengan katanya: "Tunjukilah kami suatu amalan, yang membawa kami
masuk sorga!". Lalu nabi Isa a.s. menjawab: "Jangan kamu
bertutur-kata selama-lamaya!". Maka mereka menjawab: "Kami tidak
sanggup demikian". Lalu nabi Isa a.s. berkata: "Jangan kamu
bertutur-kata, selain yang kebajikan". Nabi Sulaiman bin Daud a.s. bersabda:
"Kalau berkata itu perak, maka diam itu emas".
Dari Al-Barra' bin 'Azib, yang
mengatakan: "Seorang Arab desa datang pada Nabi صلى الله عليه وسلم ., lalu
berkata: "Tunjukkanlah kepadaku suatu amalan, yang membawa aku masuk
sorga!". Lalu Nabi صلى الله عليه وسلم . menjawab:
أطعم الجائع واسق الظمآن وأمر بالمعروف وانه عن المنكر
فإن لم تطق فكف لسانك إلا من خير
(Ath'imil-jaa-i'a wasqidh-dham
'aana wa'mur bil-maruufi wanha 'anil-munkari fa in lam tuthiq fa-kuffa
lisaanaka illaa min khair). Artinya: "Berilah makan orang yang lapar dan
berilah minum orang yang haus! Suruhlah yang baik (amar ma'ruf) dan laranglah
yang munkar (nahi munkar)! Jikalau engkau tidak sanggup, maka cegahlah lidahmu,
selain yang kebajikan!" (3).
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:
"Simpanlah lidahmu, selain pada yang kebajikan! Karena dengan demikian,
engkau dapat mengalahkan setan". (4). Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:
"Sesungguhnya Allah pada lidah setiap orang yang berkata. Maka hendaklah
bertaqwa kepada Allah, manusia yang mengetahui apa yang dikatakannya!".
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:
"Apabila kamu melihat orang mu'min itu pendiam dan mempunyai kehormatan
diri, maka dekatilah dia! Karena ia akan mengajarkan ilmu-hikmah". (5).
(1) 1.Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari Abu
Hurairah.
|
(2) 2.Dirawikan Ibnu Abid-Dun-ya dan Al-Baihaqi
dari Anas, dengan sanad dla'if.
|
(3) 3.Dirawikan Ibnu Abid-Dun-ya dengan isnad
baik.
|
(4) 4.Dirawikan Ibnu Hibban dari- Abi Dzar.
|
(5) 5.Dirawikan Ibnu Majah dari Ibnu Khallad.
|
13
|
Ibnu Mas'ud berkata:
"Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . bersabda:
"Manusia itu tiga macam:
yang mendapat pahala, yang selamat dari dosa yang binasa.
Yang mendapat pahala, ialah
yang mengingati Allah (berzikir akan Allah).
Yangselamat dari dosa, ialah
yang diam.
Dan yang binasa, ialah yang
masuk dalam perbuatan batil". (1).
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:
"Sesungguhnya lidah orang mu'min itu dibelakang hatinya. Apabila ia
berkehendak mengatakan sesuatu, niscaya dipahami nya dengan hatinya.Kemudian,
dilalukannya dengan lidahnya. Dan lidah orang munafiq itu, dihadapan hatinya.
Apabila ia bercita-cita akan sesuatu, niscaya dilalukannya dengan lidahnya dan
tidak dipahaminya dengan hatinya" Dirawikan Al-Kharaithi dari Al-Hasan
Al-Bashari.).
Nabi Isa a.s. bersabda: "Ibadah itu sepuluh bahagian.
Sembilan bahagian daripadanya pada diam. Dan sebahagian lagi pada lari dari
manusia".
Nabi kita صلى الله عليه وسلم . bersabda:
"Barangsiapa banyak perkataannya, niscaya banyak terperosoknya.
Barangsiapa banyak terperosoknya, niscaya banyak dosanya. Dan barangsiapa
banyak dosanya, niscaya neraka lebih utama baginya" (3).
Dari atsar (ucapan para sahabat),
diantaranya, ialah: Abubakar Siddiq r.a. meletakkan batu kecil pada mulutnya,
untuk mencegah dirinya dari berkata-kata. Ia menunjukkan kepada lidahnya dan
berkata: "Inilah yang mendatangkan kepadaku hal-hal kebinasaan".
Abdullah bin Mas'ud berkata: "Demi
Allah, yang tiada disembah, selain DIA. Tiadalah sesuatu yang lebih memerlukan
kepada lamanya ditahan, selain lidah".
Ibnu Thaus berkata:
"Lidahku itu binatang buas. Jikalau aku lepaskan, niscaya ia makan
aku".
Wahab bin Munabbih .berkata
tentang' hikmah keluarga Daud a.s., bawa menjadi hak kewajiban orang yang
berakal, mengetahui keadaan zaman- nya, menjaga lidahnya dan menghadapi dengan
baik persoalannya". Al-Hasan Al-Bashari berkata: "Tiada memahami
agamanya yang tiada menjaga lidahnya".
Al-Auza'i berkata:
"Khalifah Umar bin Abdul-aziz r.a. menulis surat kepada kami, yang
bunyinya sebagai berikut:-
"Adapun kemudian,
sesungguhnya orang yang banyak mengingati mati, niscaya rela dengan mendapat
sedikit dari dunia. Dan orang yang menghitung perkataannya dari perbuatannya,
niscaya sedikitlah perkataannya, kecuali pada yang diperlukannya".
Setengah mereka berkata:
"Diam itu mengumpulkan dua kelebihan bagi seseorang: selamat pada agamanya
dan memahami tentang temannya". Muhammad bin Wasi' berkata kepada Malik
bin Dinar: "Hai Abu Yahya! Menjaga lidah itu lebih sukar bagi manusia,
daripada menjaga dinar dan dirham (harta)".
Yunus bin 'Ubaid berkata:
"Tiada seseorang manusia yang lidahnya diatas yang baik, melainkan aku
melihat kebaikan itu pada amalannya yang lain".
(1) 1.Dirawikan Ath-Thabrani dan Abu Yu'la dari
Abi Sa'id Al-Khudri.
|
(2) 2.Dirawikan Al-Kharaithi dari Al-Hasan
Al-Bashari.
|
(3) 3.Dirawikan Abu Na'im dari Ibnu 'Umar dengan
sanad dla'if.
|
14
|
Al-Hasan Al-Bashari berkata: "Suatu
kaum (golongan) berkata-kata disamping Mu'awiah bin Abi Sufyan. Dan Al-Ahnaf
bin Qais itu diam. Lalu Mu'awiah bertanya kepada Ai-Ahnaf: "Bagaimana
engkau, hai Aba Bahr, tiada berkata-kata?". Lalu Al-Ahnaf menjawab:
"Aku takut kepada Allah, jikalau aku bohong dan aku takut kepada engkau,
jikalau aku benar".
Abubakar bin 'Ayyasy berkata:
"Berkumpullah empat orang raja, yaitu: raja India, raja Cina raja Parsia
(Kisra) dan raja Rum (Kaiser). Salah seorang mereka berkata: "Aku
menyesal terhadap apa yang sudah aku kata- kan dan tidak menyesal terhadap apa
yang tidak aku katakan". Yang lain berkata pula: "Aku apabila
berkata-kata dengan suatu perkataan, maka perkataan itu menguasai aku dan aku
tiada menguasainya. Dan apabila aku tiada berkata-kata dengan perkataan itu,
maka aku menguasainya dan ia tiada menguasai aku". Yang ketiga berkata:
"Aku heran terhadap orang yang berbicara, jikalau perkataannya itu kembali
kepadanya, niscaya mendatangkan kemelaratan baginya. Dan jikalau tidak
kembali, niscaya tiada bermanfaat baginya". Raja yang keempat berkata.
"Aku lebih sanggup menolak apa yang tidak aku katakan, daripada menolak
apa yang aku katakan".
Ada yang mengatakan, bahwa
Al-Mansur bin Al-Mu'taz tinggal, tidak berkata-kata dengan sepatah katapun
sesudah shalat 'lsya, selama empat- puluh tahun. Ada yang mengatakan, bahwa
Ar-Rabi' bin Khaisan tidak berkata-kata dengan perkataan dunia, selama duapuluh
tahun. Apabila pagi hari, ia meletakkan tinta, kertas dan pena, lalu semua yang
diucap- kannya ditulisnya. Kemudian, ia memperhitungkan dirinya pada sore hari.
Kalau anda bertanya: kelebihan besar ini bagi diam, apa sebabnya? Maka
ketahuilah, bahwa sebabnya adalah banyaknya bahaya lidah, dari kesalah- an,
bohong, mengupat, lalat merah, ria, nifaq (sifat bermua dua), perkataan keji,
perbantahan, membersihkan diri, terjun dalam perbuatan batil , permusuhan,
perbuatan yang sia-sia, menyeleweng, menambahkan, mengurangi, menyakiti orang
lain dan merusak kehormatan orang (mem- buka hal-hal yang seharusnya ditutup).
Inilah bahaya yang banyak. Dan
yang menghalau kepada lidah, yang tidak berat bagi lidah. Mempunyai keenakati
pada hati. Ada penggerak-penggerak dari sifat (tabi'at) manusia dan dari setan.
Orang yang terjun pada hal-hal diatas, sedikitlah yang sanggup menahan
lidahnya. Lalu dilepaskannya menurut yang disukainya dan ditahannya dari yang
tiada disukainya- Yang demikian itu termasuk pengetahuan yang sulit,
sebagaimana akan datang uraiannya.
Terjun dalam hal-hal tersebut
itu berbahaya. Dan pada diam itu selamat. Maka karena itulah, besar keutamaan
diam. Dan ini bersama yang terkan-
15
|
Terjun dalam hal-hal tersebut
itu berbahaya. Dan pada diam itu selamat. Maka karena itulah, besar keutamaan
diam. Dan ini bersama yang terkandung dalam diam itu, yaitu: terkumpulnya
cita-cita, tetapnya kehormatan diri, penggunaan waktu untuk berfikir, untuk
berzikir dan untuk beribadah, selamat dari mengikutkan kata kata pada urusan
duniawi dan dari hi- tungannya (hisabnya) dihari akhirat. Allah Ta'ala
berfirman:-
(Maa jalfidlu min qaulin illaa
ladai-hi raqiibun 'a-tiid). Artinya: "Tiada suatu perkataan yang diucapkan
- manusia - malainkan didekatnya ada pengawas, siap sedia (mencatatnya)".
S. Qaf, ayat 18. Ada suatu hal yang menunjukkan kepada engkau atas utamanya
selalu diam, yaitu: bahwa perkataan itu empat bahagian:-
1. Melarat semata-mata.
2. Manfa'at semata-mata.
3. Ada padanya melarat dan manfa'at.
4. Tidak ada padanya melarat dan manfa'at.
Adapun yang melarat
semata-mata, maka haruslah diam daripadanya. Be- gitu pula yang padanya
melarat. Dan manfa'at itu tidak sempurna dengan a- danya melarat. Adapun yang
tak ada padanya manfa'at dan melarat, maka itu hal yang sia-sia. Berbuat dengan
hal yang sia-sia itu membuang-buang waktu. Dan itu adalah kerugian yang
sebenarnya. Maka tinggal lagi bahagian keempat. Berguguranlah tiga-perempat
perkataan dan tinggallah seperempat. Dan yang seperempat ini ada pula
bahayanya. Karena bercampur dengan perkataan, yang ada padanya dosa, yaitu: ria
yang sangat halus, ber- buat-buat perkataan, mengupat, membersihkan diri dari
perkataan sia-sia, suatu percampuran yang sukar diketahui. Maka manusia berada
dalam ke- adaan bahaya.
Barang siapa mengetahui bahaya
lidah yang halus-halus, sebagaimana yang akan kami sebutkan niscaya pasti ia
mengetahui, bahwa apa yang disebutkan oleh Nabi صلى الله عليه وسلم . adalah
uraian ucapan, dimana beliau bersabda:-
من صمت نجا
(Man shamata najaa).
Artinya: "Barangsiapa
diam, niscaya ia teriepas dari bahaya". (1) Sesungguhnya, demi Allah,
sudah pasti dianugerahkan kepada Nabi صلى الله عليه وسلم . mutiara hikmah dan kata-kata
yang menghimpunkan segala maksud. Dan tiada yang mengetahui
pengertian-pengertian yang melaut Iuasnya yang terkandung dibawah satu-satu
kalimat-ucapannya, selain ulama-ulama tertentu. Apa yang akan kami sebutkan nanti
tentang bahaya-bahaya dan kesulitan
(1) Hadits ini .sudah
diterangkan dulu.
|
16
|
menjaganya, akan
memperkenalkan kepada anda hakikatnya itu, insya Allah Ta'ala. Dan kami
sekarang akan menghitung bahaya-bahaya lidah. Akan kami mulai dengan yang
seringan-ringannya dan akan kami mendaki kepada yang sedikit lebih berat. Dan
akan kami akhiri memperkatakan tentang mengupat, lalat merah dan dusta. Karena
amat panjang untuk meninjau pada hal-hal tersebut. Yaitu: duapuluh bahaya. Maka
ketahuilah yang demikian, niscaya anda akan memperoleh petunjuk dengan
pertolongan Allah Ta'ala.
BAHAYA PERTAMA: perkataan pada yang tidak
memerlukan. Ketahuilah, bahwa keadaan anda yang paling baik, ialah bahwa anda
memelihara kata-kata anda dari semua bahaya yang sudah kami sebutkan da hulu,
yaitu dari mengupat, lalat-merah, bohong, berbantah, bertengkar dan lain-lain
sebagainya. Dan anda berkata-kata mengenai yang mubah (yang diperbolehkan),
yang tidak ada sekali-kali mendatangkan melarat atas anda dan atas orang
muslim. Kecuali anda berkata-kata dengan apa yang tidak anda perlukan. Dan tak
ada hajat keperluan padanya. Maka anda sudah menyia-nyiakan waktu anda. Dan
mengadakan perhitungan (hisab) terhadap perbuatan lidah anda. Dan anda
menggantikan sesuatu yang kurang baik, dengan yang baik. Karena jikalau anda
alihkan masa berkata-kata itu kepada berfikir, niscaya kadang-kadang akan
membukakan bagi anda pemberian rahmat Allah ketika berfikir yang besar
faedahnya. Jikalau anda membaca tahlil (mengucapkan "Laa ilaaha
i'llallaah), berzikir dan meng- ucapkan tasbih kepada Allah Subhanahu wa
Ta'ala, niscaya adalah lebih baik bagi anda. Berapa banyak kalimat yang dapat
dibangun istana dalam sorga. Siapa yang sanggup mengambil satu dari
gudang-gudang, lalu diambilnya tempat itu menjadi tempat tanah, yang tidak
dimanfa'atkannya, niscaya ia merugi, kerugian yang nyata.
Inilah contoh orang yang
meninggalkan zikir kepada Allah Ta'ala dan berbuat dengan perbuatan yang
diperbolehkan, yang tidak diperlukannya. Karena walaupun ia tidak berdosa,
tetapi ia merugi, dimana telah lenyap keuntungan besar dengan berzikir kepada
Allah Ta'ala. "Sesungguhnya orang mu'min itu, diamnya adalah berpikir,
pandangannya, adalah ibarat dan tutur-katanya adalah zikir", begitulah
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda
(1).
(1) Menurut Al-Iraqi, ia
tidak pernah menjumpai hadits ini
17
|
Bahkan modal seorang hamba
Allah itu, ialah: waktunya. Manakala diarahkannya waktunya itu kepada yang
tidak diperlukannya dan tidak disimpan- nya untuk pahala diakhirat, maka
sesungguhnya ia sudah menyia-nyiakan modalnya. Karena inilah,
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda.-
من حسن إسلام المرء تركه مالا يعنيه
(Min husni islaamil-mar-i
tarkuhu maa Iaa ya'niih).
Artinya: "Diantara
bagusnya Islam manusia itu, ialah meninggalkan apa yang tidak
diperlukannya". (1).
Bahkan tersebut pada hadits
yang lebih berat dari yang tadi, dimana Anas berkata: "Seorang anak-anak
dari kami (golongan Anshar) telah shahid pada hari perang Uhud. Lalu kami
dapati diatas perutnya batu terikat, lantaran lapar. Maka ibunya menyapu tanah
dari mukanya, seraya berkata: "Selamat, sorga bagimu wahai anakku!".
Lalu Nabi صلى الله عليه وسلم . menjawab: "Dimana engkau tahu?. Mungkin ia
berkata-kata yang tak diperlukan dan ia tidak berkata-kata, apa yang tidak
mendatangkan melarat baginya". (2).
Pada hadits lain tersebut:
"Bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم . kehilangan Ka'ab bin 'Ajrah. Lalu beliau tanyakan dimana
Ka'ab sekarang. Mereka menjawab: "Ia sakit". Lalu Nabi صلى الله عليه وسلم . keluar
berjalan, sehingga sampai kepada Ka'ab. Sewaktu Nabi صلى الله عليه وسلم . masuk
ketempat Ka'ab, lalu beliau bersabda: "Gembiralah, hai Ka'ab!". Maka
sahut ibu Ka'ab: "Selamat, bagimu sorga, hai Ka'ab!". Lalu Nabi صلى الله عليه وسلم . bertanya:
"Siapakah wanita yang bersumpah ini terhadap Allah?". Ka'ab menjawab:
"Ibuku, wahai Rasulu'llah!". Lalu Nabi صلى الله عليه وسلم .
menyambung: "Apakah yang memberitahukan kepada engkau, wahai Ibu Ka'ab?.
Mungkin Ka'ab berkata perkataan yang tidak diperlukan atau tidak berkata yang
diperlukan". (3).
Artinya: sesungguhnya sorga
itu disediakan bagi orang yang tidak kena hisab (hitungan amal pada hari
akhirat). Orang yang berkata-kata, mengenai yang tidak diperlukan, niscaya ia
kena hisab amal, walaupun perkataannya pada yang diperbolehkan (mubah). Maka
tidak disediakan sorga serta adanya perdebatan pada hisab itu. Sesungguhnya itu
adalah semacam azab. Dari Muhammad bin Ka'ab, yang mengatakan:
"Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Sesungguhnya orang pertama yang masuk dari
pintu ini, ialah seorang laki-laki dari penduduk sorga". (4). Maka
masuklah Abdullah bin Salam. Lalu bangunlah beberapa orang sahabat Rasulu'llah
menyambutnya, seraya mereka menerangkan kepadanya demikian. Mereka berkata
kepada Abdullah bin Salam: "Terangkanlah kepada kami, amal yang
terpercaya pada dirimu, yang engkau harapkan!". Maka Abdullah bin Salam
menjawab: "Sesunguhnya aku ini orang yang lemah. Dan amal yang terpercaya,
yang aku harapkan pada Allah, ialah: selamat dada(iman)dan meninggalkan apa
yang tidak penting (perlu) bagiku."
(1) Diriwayatkan Al-Tirmidzi dan Ibnu Majah dari
Abu Hurairah.
|
(2) Dirawikan At- Tirmizi dari Anas, secara
singkat.
|
(3) Diriwayatkan Ibnu Abid-Dun-ya dari Ka'ab bin
'Ajrah dengan inad bagus.
|
(4) Dirawikan Ibnu Abid-Dun-ya dan ini hadits
mursal.
|
18
|
Abu Dzar berkata:
"Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . bersabda kepadaku: "Apakah aku tidak memberitahukan
kepadamu. amal yang ringan pada badan dan berat pada timbangan?". Lalu aku
menjawab: Belum, wahai Rasulu'llah!". Maka Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . menjawab:
"Yaitu: diam, bagus akhlak dan meninggalkan apa yang tidak penting
bagimu"(l).
Mujahid berkata: "Aku
mendengar Ibnu Abbas berkata: "Ada lima hal, yang lebih aku sukai,
melebihi dari kuda yang sudah disiapkan untuk di dikenderai, yaituPertama
jangan engkau berkata-kata pada yang tidak penting bagi engkau. Karena itu
adalah hal yang berlebihan (tidak penting) dan tidak aman engkau dari dosa dan
jangan engkau berkata-kata pada yang ti penting bagi engkau, sebelum engkau
mendapat tempat bagi perkataan itu. Karena banyak orang yang berkata-kata
tentang sesuatu yang penting baginya, yang diletakkannya pada bukan tempatnya.
Lalu ia menghadapi kesulitan.
Kedua: jangan
engkau bertengkar dengan orang yang lemah-lembut dan orang yang bodoh. Karena
orang yang lemah lembut itu, akan marah kepada engkau dalam hatinya dan orang
yang bodoh akan menyakiti engkau dengan lidahnya.
Ketiga: sebutlah
temanmu apabila ia jauh dari engkau, dengan perkataan yang engkau sukai, ia
menyebut engkau. Dan ma'afkanlah dia dari apa yang engkau sukai ia mema'afkan
engkau.
Keempat: bergaullah
dengan teman engkau dengan cara yang engkau sukai ia bergaul dengan engkau.
Kelima: berbuatlah sebagai perbuatan
seseorang yang tahu bahwa perbuatan itu dibalas dengan baik dan disiksa dengan
dosa". Orang bertanya kepada Lukmanul-hakim: "Apakah falsafah hidupmu
(hik- mahmu)?". Lukmanul-hakim menjawab: "Aku tidak bertanya tentang
sesuatu yang telah memadai bagiku. Dan aku tidak memberatkan diriku akan sesuatu
yang tidak penting bagiku".
Muriq Al-'Ajli berkata: "Suatu
hal, aku sudah mencarinya semenjak dua- puluh tahun yang lalu, tetapi aku tidak
memperolehnya. Dan aku tidak meninggalkan mencarinya". Lalu mereka
bertanya: "Apakah hal itu?". Maka Muriq menjawab: "Diam daripada
yang tidak penting bagiku" Umar r.a. berkata: "Jangan engkau datangi
sesuatu yang tidak penting bagi engkau! Asingkanlah diri dari musuh engkau!
Awasilah teman engkau dari orang banyak, kecuaii orang yang kepercayaan! Tidak
ada orang yang kepercayaan, selain orang yang takut akan Allah Ta'ala. Jangan
engkau temani orang zalim, nanti engkau memperoleh pengetahuan dari kezaliman-
nya! Jangan engkau perlihatkan kepadanya rahasia engkau! Dan bermusya- warahlah
tentang urusan engkau dengan mereka yang takut akan Allah Ta'ala".
Batas perkataan tentang yang
tidak penting bagi engkau, ialah: bahwa engkau berkata-kata dengan perkataan,
dimana jikalau engkau diam dari perkataan itu, niscaya engkau tidak berdosa.
Dan tidak mendatangkan melarat bagi engkau dalam hal dan harta apa pun.
Umpamanya: engkau duduk ber-
(1) Diirawikan Ibnu Abid-Dun-ya, dengan
sanad yang terputus (munqathi).
|
19
|
sama orang banyak. Lalu engkau
sebutkan kepada mereka tentang perja- lanan engkau dan apa yang engkau lihat
dalam perjalanan itu, mengenai gunung-gunung, sungai-sungai, kejadian-kejadian
yang terjadi atas diri engkau, apa yang engkau rasakan baik, dari hal makanan
dan pakaian dan apa yang engkau merasa heran tentang kepala-kepala kampung dan
peristiwa- peristiwa mereka.
Inilah hal-hal, jikalau engkau
diam daripadanya, niscaya engkau tidak berdosa dan tidak melarat, Apabila engkau
berusaha sungguh-sungguh, sehingga ceritera engkau itu tidak bercampur dengan
tambahan, dengan kekurangan dan dengan pembersihan diri, dimana merasa bangga
dengan menyaksikan hal-hal yang besar dan tidak ada pula mencaci seseorang dan
mencela sesuatu dari apa yang dijadikan oleh Allah Ta'ala, maka meskipun
demikian semuanya, engkau adalah menyia-nyiakan waktu engkau. Semoga engkau
selamat dari bahaya-bahaya yang telah kami sebutkan itu! Diantara jumlah bahaya
tersebut, bahwa engkau bertanya kepada orang lain tentang yang tidak penting
bagi engkau. Maka dengan pertanyaan itu, engkau menyia-nyiakan waktu engkau.
Dan engkau bawa pula teman engkau itu dengan jawaban tadi, kepada
menyia-nyiakan waktunya. Dan ini, apabila hal itu tidak mendatangkan bahaya pada
pertanyaan tersebut. Dan kebanyakan pertanyaan, ada bahayanya. Sesungguhnya
engkau menanya- kan orang lain tentang ibadahnya-umpamanya-, lalu engkau
bertanya: "Adalah engkau berpuasa?". Kalau ia menjawab:
"Ada!", maka orang itu menampakkan ibadahnya. Lalu masuklah ria
kepadanya. Jikalau tidak masuk ria, niscaya ibadahnya jatuh dari pembukuan
rahasia. Dan ibadah rahasia itu, melebihi dari ibadah terang (yang
diperlihatkan) dengan beberapa tingkat.
Dan kalau ia menjawab:
"Tidak!", maka orang itu membohong. Dan kalau ia diam (tidak
menjawab), maka ia menghina engkau. Dan engkau merasa sakit dengan demikian.
Dan kalau ia mencari helah untuk menolak jawaban, niscaya ia memerlukan kepada
tenaga dan letih. Maka sesungguhnya engkau telah kemukakan kepadanya pertanyaan,
adakalanya karena ria atau bohong atau menghina atau untuk memayahkannya pada
mencari helah untuk menolak. Dan begitu pula pertanyaan engkau pada ibadah-
ibadah lainnya.
Demikian juga, pertanyaan
engkau dari hal perbuatan ma'siat dan dari tiap-tiap yang disembunyikannya dan
ia malu daripadanya. Dan pertanyaan engkau tentang apa yang dibicarakan orang
lain, lalu engkau bertanya kepadanya: "Apa yang anda katakan? Dan pada
soal apa anda sekarang?". Begitu pula engkau melihat manusia dijalan, lalu
engkau bertanya: "Dari mana?". Kadang-kadang ada sesuatu yang
melarangnya untuk disebutkan- nya. Kalau disebutkannya, niscaya ia merasa sakit
dan merasa malu. Dan kalau ia tidak menyebut dengan benar, niscaya ia jatuh
dalam kedustaan. Dan adalah engkau yang menjadi sebabnya.
Begitu pula, engkau bertanya
tentang sesuatu persoalan, yang tidak perlu bagi engkau. Dan yang ditanya itu,
kadang-kadang tidak membolehkan bagi dirinya, untuk mengatakan: "Aku tidak
tahu!". Lalu ia menjawab tan- pa melihat lebih jauh.
Aku tidak maksudkan dengan
kata-kata yang tidak penting itu, segala jenis yang tersebut. Karena perkataan
itu berlaku padanya dosa atau melarat. Contoh perkataan yang tidak penting,
ialah apa yang dirawikan, bahwa Lukmanulhakim masuk ketempat Nabi Daud a.s. Dan
Nabi Daud a.s. itu sedang menjahit baju besinya. Dan Lukmanulhakim belum pernah
melihat baju besi sebelum hari itu. Lalu ia amat heran dari apa yang
dilihatnya. Ia bermaksud menanyakannya yang demikian. Tetapi dilarang oleh
hikmah- nya (kebijaksanaannya). Maka ia menahan dirinya dan tidak
ditanyakannya.
Tatkala telah siap, lalu Nabi
Daud a.s. berdiri dan memakai baju besi itu. Kemudian ia berkata: "Bagus
sekali baju besi ini untuk perang". Maka Lukman menjawab: "Diam itu
suatu hukum dan sedikitlah yang me- laksanakannya".
Artinya: pengetahuan itu
berhasil, tanpa ditanyakan. Lalu tidak memerlukan kepada pertanyaan. Ada yang
mengatakan, bahwa Lukman pulang pergi kepada Daud a.s. selama setahun. Ia
bermaksud mengetahui yang demikian, tanpa bertanya.
Inilah dan contoh-contohnya,
dari pertanyaan-pertanyaan, apabila tak ada padanya melarat, tidak merusakkan
rahasia yang tertutup, tidak menjeru- muskan kedalam ria dan bohong. Dan itu
termasuk apa yang tidak penting. Dan meninggalkannya termasuk kebagusan Islam
seseorang. Itulah batasnya!
Adapun sebab yang
membangkitkan kepada berkata-kata, ialah: ingin mengetahui apa yang tidak
perlu kepadanya. Atau berbanyak perkataan, kepada jalan berkasih-kasihan. Atau
mengisi waktu dengan ceritera-ceritera hal-ihwal yang tidak berfaedah.
Obatnya semua itu, ialah: tahu
bahwa mati berada dihadapannya. Ia ber- tanggung jawab dari setiap perkataan
yang diucapkannya. Nafasnya itu adalah modalnya. Lidahnya itu jala, yang
sanggup untuk menangkap bidadari. Maka menyia-nyiakan yang demikian dan
membuang-buang waktunya, adalah kerugian yang nyata. Inilah obatnya dari segi
pengetahuan!
Adapun dari segi amal, maka
ialah: mengasingkan diri atau meletakkan batu-kecil pada mulutnya. Membiasakan
dirinya diam dari sebahagian yang penting baginya. Sehingga terbiasalah
lidahnya, meninggalkan hal yang tidak penting. Dan mengendalikan lidah dalam
hal ini bagi orang yang tidak mengasingkan diri, adalah sulit sekali.
21
|
BAHAYA KEDUA: perkataan yang berlebihan.
Itu juga tercela. Dan ini
termasuk iurut campur pada yang tidak penting dan menambah pada yang penting
sekedar perlu. Karena orang yang mementingkan sesuatu itu mungkin ia
menyebutkannya dengan perkataan pendek. Dan mungkin membesarkannya, merretapkan
dan mengulang-ulanginya. Dan manakala tercapai maksudnya dengan sepatahkata,
lalu disebutnya dua patah kata. Maka kata kedua itu berlebihan, Artinya:
berlebihan dari keperluan.
Itu juga tercela, karena apa
yang tersebut dahulu, walaupun tak ada dosa dan melarat padanya. 'Atha' bin Abi
Rabah berkata: "Bahwa orang-orang sebelum kamu, tidak suka akan perkataan
yang berlebihan. Mereka menghitung kata-kata yang berlebihan, selain Kitab
Allah Ta'ala dan Sunnah Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . atau amar ma'ruf atau nahi
munkar atau engkau memperkatakan keperluan engkau dalam kehidupan engkau, yang
tidak boleh tidak. Adakah engkau membantah, bahwa terhadap diri engkau ada para
malaikat yang menjaga, yang menulis amalan, duduk dikanan dan dikiri? Apa saja
perkataan yang diucapkan, ada padanya yang mengawas dan yang mencatat. Apakah
seseorang engkau tidak malu, apabila disiarkan lembarannya yang di-imla'-kan
(didiktekan) oleh permulaan siangnya, adalah kebanyakan padanya tiada menyangkut
dengan urusan Agama dan dunianya?" Dari sebahagian sahabat, ada yang
mengatakan: "Bahwa seseorang yang a kan berkata-kata dengan aku dengan
suatu perkataan, dimana jawabannya lebih menyukakan aku, dibandingkan dengan
air dingin bagi orang yang haus, maka aku tingalkan jawaban itu. Karena takut
jawaban itu perkataan yang berlebihan".
Matraf bin Abdullah berkata:
"Hendaklah kebesaran Allah itu agung dalam hatimu! Maka janganlah engkau
menyebutkanNya, pada seumpama perkataan salah seorang kamu untuk anjing dan
keledai: "Wahai Allah, Tuhanku! Hinakanlah dia". Dan kata-kata lain
yang serupa dengan itu". Ketahuilah, bahwa perkataan yang berlebihan itu
tidak terhingga banyaknya. Tetapi yang penting itu, terhingga pada Kitab Allah
Ta'ala. Allah 'Azza wa Jalla berfirman:-Artinya: "Tiadalah mendatangkan
kebaikan banyaknya rapat-rapat rahasia mereka, tetapi yang mendatangkan
kebaikan, orang-orang yang menyuruh bersedekah, menyuruh berbuat baik atau
menyuruh mendamaikan manusi a".S.An-Nisa ayat 114.
22
|
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:
طوبى لمن أمسك الفضل من لسانه وأنفق الفضل من ماله
(Thuubaa li-man
amsakal-fadl-la min lisaanihi wa anfaqal-fadhla min ma - lih).
Artinya: "Berbahagialah
orang yang menahan kelebihan dari lidahnya dan membelanjakan kelebihan dari
hartanya". (1).
Maka perhatikanlah, bagaimana
manusia memutar-balikkan keadaan pada yang demikian. Mereka menahan kelebihan
harta dn melepaskan kelebihan lidah. Dari Matraf bin Abdullah, dari ayahnya,
yang mengatakan: "Aku datang pada Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم ., yang
sedang berada dalam kaum keluarga Bani 'Amir. Lalu mereka itu berkata:
"Engkau bapa kami! Engkau penghulu kami!. Engkau mempunyai banyak
kelebihan dari kami! Engkau lebih gagahdari kami! Engkau pelupuk mata yang
cemerlang! Engkau engkau......!".
Lalu Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . menjawab:
"Katakanlah perkataanmu! Jangan kamu diumbang-ambingkan oleh setan!' (2).
Hadits ini menunjukkan, bahwa
lidah apabila dilepaskan dengan pujian, meskipun benar, maka ditakuti akan
diumbang-ambingkan oleh setan, kepada kata-kata tambahan yang tidak
diperlukan.
Ibnu Mas'ud berkata: "Aku
peringatkan kamu akan kelebihan perkataanmu. Mencukupilah perkataan seseorang
manusia, yang menyampaikan akan hajat-keperluannya".
Mujahid berkata: "Bahwa
perkataan itu untuk ditulis. Sehingga seorang laki-laki, untuk mendiamkan
anaknya, lalu mengatakan: "Aku akan belikan untukmu itu-itu maka ia akan dituliskan: pembohong".
Al-Hasan Al-Bashari berkata:
"Hai anak Adam! Dibentangkan sebuah lembaran untukmu. Diwakilkan dengan
lembaran itu, dua orang malaikat yang mulia, yang akan menuliskan semua
amal-perbuatanmu. Maka ber- buatlah apa yang kamu kehendaki! Engkau
perbanyakkan atau engkau se- dikitkan!".
Diriwayatkan, bahwa Nabi
Sulaiman a.s. mengutus sebahagian jin ifritnya. Dan ia mengutus serombongan
manusia yang akan melihat apa yang dikatakan oleh jin ifrit itu. Dan mereka
akan menerangkannya kepada Sulaiman a.s. Lalu mereka menerangkan kepada Nabi
Sulaiman a.s., bahwa jin ifrit itu melalui sebuah pasar. Lalu ia mengangkat
kepalanya kelangit. Kemudian, ia melihat kepada manusia banyak dan
menggerakkan kepalanya. Maka Sulaiman a.s. bertanya kepada jin ifrit itu
tentang yang demikian. Lalu jin itu menjawab: "Aku heran dari hal malaikat
diatas kepala manusia. Alangkah cepatnya mereka itu menulis. Dan dari mereka
yang berada dibawah manusia, alangkah cepatnya mereka itu meimla'kan
(mendiktekan)".
(1) Dirawikan Al-Baihaqi dan lain-lain.
|
(2) Dirawikan Ibnu Abid-Dun-ya.
|
23
|
Ibrahim At-Taimy berkata:
"Apabila orang mukmin itu bermaksud ber- bicara, niscaya ia perhatikan.
Kalau ada yang bermanfa'at baginya, maka ia berkata. Kalau tidak, niscaya ia
menahan lidahnya dari berkata. Orang za- lim, lidahnya terus-menerus
teriepas".
Al-Hasan Al-Bashari berkata:
"Barangsiapa banyak perkataannya, niscaya banyak bohongnya. Barangsiapa
banyak hartanya, niscaya banyak dosanya. Dan barang siapa buruk akhlaknya,
niscaya ia menyiksakan dirinya".
Amr bin Dinar berkata:
"Seorang laki-laki berkata-kata disamping Nabi صلى الله عليه وسلم . Lalu ia
membanyakkan perkataannya itu. Maka Nabi صلى الله عليه وسلم . bertanya kepadanya:
"Berapa adanya dinding yang menghambat lidahmu?". Laki-laki itu
menjawab: "Dua bibirku dan gigi-gigiku". Lalu Nabi صلى الله عليه وسلم . menyambung:
'Apakah pada yang demikian, engkau tiada mempunyai sesuatu yang dapat menolak
perkataanmu?" (1).
Pada suatu riwayat, bahwa Nabi
صلى الله عليه وسلم . bersabda
yang demikian, pada seorang laki-laki yang memuji-muji Nabi صلى الله عليه وسلم . Lalu
perkataannya itu terlalu bersangatan dan panjang. Kemudian Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:
"Tiada diberikan kepada seseorang akan kejahatan dari kelebihan pada
lidahnya". Umar bin Abdul-aziz r.a. berkata: "Sesungguhnya mencegah
aku dari banyak berkata-kata, karena takut membanggakan diri". Setengah
ahli hikmah (hukama') berkata: "Apabila seseorang berada pada suatu
mailis, lalu mena'jubkannya oleh pembicaraan, maka hendaklah ia diam! Dan
jikalau ia diam, lalu mena'jubkannya oleh diam, maka hendaklah ia berkata-kata!".
Yazid bin Abi Habib berkata:
"Diantara fitnah orang yang berilmu (orang alim), ialah: berkata-kata
lebih disukainya daripada mendengar. Kalau tidak diperolehnya orang yang
memadai baginya, maka pada mendengar itu selamat dan pada berkata-kata itu,
penghiasan, penambahan dan pengurangan". Ibnu Umar berkata:
"Sesungguhnya yang lebih berhak dibersihkan oleh seseorang, ialah:
lidahnya".
Abud-Darda' melihat seorang
wanita tajam lidah. Lalu berkata: "Kalau wa- nita ini bisu, adalah lebih
baik baginya".
Ibrahim An-Nakha'i berkata:
"Manusia dibinasakan oleh dua sifat: kelebihan harta dan kelebihan
perkataan".
Inilah kecelakaan kelebihan
perkataan, banyaknya dan sebabnya yang menggerakkan kepadanya. Dan obatnya,
ialah tidak mendahului pada perkataan, mengenai yang tidak penting!.
(1) Diriwayatkan Ibnu
Abid-Dun-ya, hadits mursal. Orang-orangnya kepercayaan.
|
24
|
BAHAYA KETIGA: bercakap kosong pada yang batil.
Yaitu: perkataan pada
perbuatan ma'siat, seperti: menceriterakan hal-keadaan wanita, hal keadaan
tempat minuman khamar, tempat orang-orang fa-
sik, kesenangan orang-orang
kaya, keperkasaan raja-raja, tempat-tempat resmi mereka yang tercela dan
hal-ihwal mereka yang tidak disukai. Maka semua itu termasuk diantara yang
tidak halal bercakap kosong padanya. Dan itu: haram.
Adapun berkata-kata pada yang
tidak penting atau lebih banyak daripada yang penting, maka itu adalah
meninggalkan yang utama. Dan tak'ada haram padanya. Benar, bahwa orang yang
banyak berkata-kata pada yang tidak penting, niscaya ia tiada akan aman
daripada bercakap kosong pada yang batil. Dan kebanyakan manusia itu suka
duduk-duduk, untuk berse- nang-senang dengan percakapan. Dan perkataannya tidak
melampaui untuk bersedap-sedap memperkatakan kehormatan orang lain atau bercakap
kosong pada yang batil.
Macamnya yang batil itu, tidak
mungkin dihinggakan, karena banyaknya dan bermacam-macam.Maka karena itulah,
tiada yang melepaskan dari ber macam-macam batil itu, selain dengan
menyingkatkan perkataan kepada yang penting dari kepentingan - kepentingan
Agama dan dunia. Dalam jenis ini, terjadilah kata-kata yang membinasakan yang
punya kata- kata itu, pada hal ia memandang enteng akan kata-kata tersebut,
Bilal bin Al-Harts berkata: "Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Sesungguhnya
orang berkata-kata dengan perkataan dari kerelaan Allah, akan apa yang disang-
kanya, bahwa perkataan itu akan sampai apa yang sampai, maka Allah me- nulis
dengan perkataan itu akan kerelaanNya sampai kepada hari kiamat. Dan
sesungguhnya orang yang berkata-kata dengan perkataan dari kema- rahan Allah,
akan apa yang disangkanya, bahwa perkataan itu, akan sampai apa yang sampai,
maka Allah menuliskan kemarahanNya kepada orang itu sampai hari kiariiat",
(1).
'Alqamah berkata: "Berapa
banyak perkataan yang melarang aku menga- takannya, oleh hadits Bilal bin
Al-Harts diatas ini". Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Sesungguhnya
orang yang berkata-kata dengan perkataan yang menertawakan teman-teman
duduknya, maka ia akan jatuh dengan perkataan itu, lebih jauh dari bintang
Surayya". (2). Abu Hurairah berkata: "Sesungguhnya orang yang berkata-kata
dengan perkataan, yang tiada dijumpainya bagi perkataan itu hal yang penting,
maka ia akan jatuh dalam neraka jahannam. Dan sesungguhnya, orang yang
berkata-kata dengan perkataan, apa yang dijumpainya bagi perkataan itu, hal
yang penting, maka ia diangkat oleh Allah kedalam sorga terting-
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:
"Manusia yang terbesar dosanya pada hari kiamat, ialah orang yang paling
banyak turut campur, dalam hal yang batil". (3). Ke-
(1) Dirawikan Ibnu Majah dan At-Tirmizi. Hadits
ini hasan dan shahih.
|
(2) Dirawikan Ibnu Abid-Dun-ya dariAbi Hurairah,
dengan sanad hasan.
|
(3) Dirawikan, di antara lam oleh Ath-Thabrani
dari Ibni Mas'ud, dengan sanad shahih.
|
25
|
pada hadits inilah
diisyaratkan dengan finnan Allah Ta'ala:- (Wa kunnaa nakhuudlu
ma'al-khaa-i-dliin).
Artinya: "Dan kami
bercakap kosong bersama-sama dengan orang-orang yang bercakap kosong".
S.Al-Muddatstsir, ayat 45.
Dan dengan firman Allah
Ta'ala;-
(Fa laa taq-'uduu ma'ahum
hattaa ya-khuudluu fii ha-diitsin ghai-rihi, innakum idzan mits-luhum).
فَلاَ تَقْعُدُواْ مَعَهُمْ حَتَّى يَخُوضُواْ فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ إِنَّكُمْ إِذًا مِّثْلُهُمْ إِنَّ اللّهَ جَامِعُ الْمُنَافِقِين وَالْكَافِرِين فِي جَهَنَّمَ جَمِيعًا
Artinya: "Maka janganlah
kamu duduk dekat mereka, kecuali kalau mereka masuk untuk pembicaraan yang
lain. Kalau kamu berbuat begitu, tentulah kamu serupa dengan
mereka".S.An-Nisa',ayat 140.
Salman Al-Farisi berkata:
"Manusia yang terbanyak dosanya pada hari kiamat, ialah yang terbanyak
perkataannya pada perbuatan ma'siat terhadap Allah".
Ibnu Sirin berkata:
"Adalah seorang laki-laki dari golongan anshar (pen- duduk Madinah yang
membantu Nabi صلى الله عليه وسلم .) melalui suatu majlis orang-orang anshar itu. Lalu orang
itu berkata kepada mereka: "Berwudlu lah (am- billah air sembahyang)!
Karena sebahagian yang kamu katakan itu, lebih jahat dari hadats".
Inilah yang dikatakan bercakap
kosong pada yang batil! Yaitu: dibalik apa yang akan diterangkan nanti,
tentang: upatan, lalat merah, perkataan keji dan lainnya. Bahkan itu, bercakap
kosong, pada menyebutkan hal-hal yang terlarang, yang telah dahulu adariya.
Atau berpikir untuk sampai kepadanya, tanpa ada keperluan keagamaan kepada
menyebutkartnya. Dan masuk pula pada yang demikian, bercakap bohong pada
ceritera-ceritera bid'ah dan aliran-aliran yang merusak dan ceritera yang
terjadi pada pe- perangan antara para sahabat Nabi صلى الله عليه وسلم . dengan
cara yang meragukan ca- cian terhadap sebahagian mereka.
Semua itu batil. Dan bercakap
kosong padanya, adalah bercakap kosong pada yang batil. Kami bermohon pada
Allah akan baiknya pertolongan dengan kasih sayang dan kemurahanNya!.
26
|
BAHAYA KEEMPAT: perbantahan
dan pertengkaran. Yang demikian itu terlarang. Nabi صلى الله عليه وسلم .
bersabda:-(Laa tumaari akhaaka wa laa tumaazihhu wa laata'id-hu mau'idanfa
tukh- lifah).
Artinya: "Jangan kamu
berbantah-bantahan dengan saudaramu, jangan kamu bersenda-gurau dan
menjanjikan dengan dia sesuatu janji, lalu engkau menyalahi janji
itu!".(l).
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:
ذروا المراء فإنه لا تفهم حكمته ولا تؤمن فتنته
(Dza'rul-miraa-a fa innahu laa
tufhamu hikmatuhu wa laa tu'ma-nu fitna- tuh).
Artinya: "Tinggalkanlah
perbantahan. Karena dengan perbantahan, tiada akan dipahami hikmah dan tidak
akan aman dari fitnah". (2).
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:
"Barangsiapa meninggalkan perbantahan dan dia itu benar, niscaya dibangun
suatu rumah baginya dalam sorga tertinggi. Dan barangsiapa meninggalkan
perbantahan dan dia itu dalam hal yang batil, niscaya dibangun baginya suatu
rumah ditengah-tengah sorga". (3)
Dari Ummi Salmah r.a., yang
mengatakan: "Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Bahwa yang pertama-tama diberi-tahukan
kepadaku oleh Tuhanku dan dilarang aku daripadanya, sesudah penyembahan berhala
dan minum khamar, ialah: mencaci orang". (4).
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda
pula: "Tiada sesatlah suatu golongan, sesudah mereka mendapat
petunjuk Allah, selain oleh karena mereka suka bertengkar". (5).
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda
pula: "Tiada akan sempurna hakikat iman bagi seseorang
hamba, sebelum ia meninggalkan perbantahan, walaupun ia dipihak yang benar".
(6).
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda
pula: "Barangsiapa ada padanya enam perkara, niscaya ia
sampai pada hakikat iman, yaitu: berpuasa pada musim panas, memukul musuh Allah
dengan pedang, menyegerakan shalat pada hari hujan lebat, bersabar diatas semua
musibah, meratakan wudlu' diatas semua tempat yang tidak disenangi dan
meninggalkan perbantahan, walaupun ia benar". (7).
Az-Zubair berkata kepada
puteranya: "Jangan kamu bertengkar dengan orang, dengan
menggunakan AI-Qur-an! Karena kamu tiada akan sanggup menghadapi mereka. Akan
tetapi haruslah kamu menggunakan Sunnah Nabi صلى الله عليه وسلم ."
Umar bin Abdul-aziz r.a.
berkata: "Barangsiapa menjadikan agamanya alat
(1) Dirawikan At-Tirmidzi dari Ibnu Abbas.
Hadits ini sudah diterangkan dahulu.
|
(2) Dirawikan Ath-Thabrani dari Abid-Darda',
Anas bin Malik, Abi Amamah dan Wailah bin AI-Asqa' dengan isnad dia 'if.
|
(3) Dirawikan At-Tirmidzi dan Ibnu Majah dari
Anas.
|
(4) Dirawikan Ibnu Abid-Dun-ya, Ath-Thabrani dan
Al-Baihaqi dengan sanad dla'if.
|
(5) Dirawikan At-Tirmidzi dari Abi Amamah dan
dipandangnya shahih.
|
(6) Dirawikan Ibnu Abid-Dun-ya dari Abu Hurairah
dengan sanad dla'if.
|
(7) Dirawikan Abu Manshur Ad-Dailami dari Abi
Malik Al-Asy'ari dengan sanad dla'if.
|
27
|
Umar bin Abdul-aziz r.a.
berkata: "Barangsiapa menjadikan agamanya alat permusuhan,
niscaya membanyakkan ia berpindah tempat". Muslim bin Yassar berkata:
"Jagalah kamu dari perbantahan! karena perbantahan itu sa'at bodohnya
orang berilmu. Dan pada sa'at itulah, setan berusaha supaya ia
tergelincir".
Ada yang mengatakan, bahwa
suatu kaum itu tiada akan sesat, karena mereka sudah mendapat petunjuk Allah,
selain disebabkan pertengkaran. Malik bin Anas r.a. berkata: "Pertengkaran
itu tiada mempunyai arti apapun dari agama". Ia berkata pula:
"Perbantahan itu mengesatkan hati dan mempusakai kedengkian".
Lukman berkata kepada
puteranya: "Hai anakku! Jangan engkau bertengkar dengan ulama, nanti
mereka sangat marah kepada engkau!". Bilal bin Sa'ad berkata:
"Apabila engkau melihat seseorang bersikap keras kepala, suka bertengkar
dan membanggakan dengan pendapatnya, maka sudah sempurnalah kerugiannya".
Sufyan berkata:
"Jikalau aku berselisih dengan temanku tentang buah de- lima, ia
mengatakan manis, tetapi aku mengatakan masam, niscaya ia akan membawa aku
kepada sultan". Sufyan berkata pula: "Ikhlaskanlah dengan cinta-kasih
kepada siapa saja yang engkau kehendaki. Kemudian, engkau membuat kemarahannya
dengan pertengkaran, Maka ia akan melemparkan engkau dengan kecerdikannya, yang
menyusahkan engkau dalam kehidupan
Ibnu Abi Laila berkata: "Aku
tiada akan berbantah dengan temanku. Karena akibatnya, adakalanya aku akan
mendustainya dan adakalanya aku a- kan memarahinya".
Abud-Darda' berkata:
"Cukuplah dosa bagimu, bahwa kamu senantiasa ber- bantah-bantahan".
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:-
تكفير كل لحاء ركعتان
(Takfiiru kulli lihaa-in
rak-'ataan).
Artinya: "Untuk kafarat
(menutupkan dosa) pertengkaran, ialah dua ra- ka'at shalat" (1).
Umar r.a. berkata:
"Jangan.engkau mempelajari ilmu karena tiga perkara dan jangan pula engkau
meninggalkan belajar karena tiga perkara. Yaitu: jangan engkau belajar karena
untuk berbantah-bantahan, karena untuk memenyombong dan karena untuk
memperlihatkan kepada orang (untuk ria). Dan jangan engkau meninggalkan
belajar, karena malu menuntut ilmu, karena zuhud dan karena rela menjadi orang
bodoh!". Nabi Isa a.s. berkata: "Barangsiapa banyak dustanya,
niscaya hilang kecantikannya. Barangsiapa suka bertengkar dengan orang, niscaya
gugur (hilang) kehormatannya. Barangsiapa banyak dukanya, niscaya sakit
tubuhnya.(1) Dirawikan Ath-Thabrani dari Abi Amamah dengan sanad dla'if.
28
|
Dan barangsiapa jahat
akhlaknya, niscaya ia menyiksakan dirinya sendiri". Orang bertanya kepada
Maimun bin Mahran (penulis khalifah Umar bin Abdul-aziz): "Mengapa engkau
tiada meninggalkan teman dari kemarahan?". Maimun bin Mahran menjawab:
"Karena aku tiada bermusuhan dan tiada berbantahan dengan dia".
Apa yang tersebut tentang
celaan terhadap perbantahan dan pertengkaran, adalah banyak dari dapat dihinggakan.
Dan batas perbantahan itu, ialah: tiap-tiap penentangan terhadap perkataan
orang lain, dengan melahirkan kekurangan padanya. Adakalanya pada kata-kata
atau pada arti atau pada maksud dari yang mengatakan itu sendiri. Meninggalkan
perbantahan itu, ialah dengan jalan meninggalkan perlawanan dan pertentangan.
Maka setiap perkataan yang anda dengar, kalau benar, maka benarkanlah. Dan
kalau batil (salah) atau bohong dan tiada menyangkut dengan urusan Agama, maka
diam sajalah!
Mengecam perkataan orang lain, sekali adalah pada
kata-katanya, dengan melahirkan cacat padanya, dari segi tata-bahasa atau dari
segi bahasa atau dari segi bahasa Arabnya atau dari segi susunan dan tertib
kata, dengan buruknya mendahulukankata-kataataumengemudiankannya.Padalain kali,
karena kurangnya pengetahuan.Dan pada lain kali lagi, disebabkan karena
selipnya lidah.
Maka bagaimanapun adanya,
tiada cara untuk melahirkan kecacatannya. Adapun mengenai arti kata, ialah,
bahwa dikatakan: Tidaklah seperti yangengkau katakan. Engkau salah pada arti
kata itu, dari segi anu segi anu"
Adapun pada maksud perkataan,
maka umpamanya, bahwa dikatakan: Perkataan ini benar, akan tetapi, tidaklah
maksud engkau dari padanya itu benar. Dan engkau padanya mempunyai maksud
tertentu". Dan hal-hal lain yang berlaku seperti demikian.
Hal yang seperti ini, kalau
berlaku pada masaalah ilmiah, kadang-kadang dikhususkan dengan nama:
perdebatan. Ini juga tercela. Bahkan harus diam atau bertanya, dalam arti:
ingin memperoleh faedah. Tidak atas cara kedengkian dan penentangan. Atau
berlemah-lembut pada memperkenalkan, tidak dalam cara mengemukakan kecaman.
Mujadalah (bertengkar), adalah
ibarat dari maksud mendiamkan orang lain dengan alasan (hujjah), melemahkannya
dan mengurangkannya dengan celaan pada perkataannya, menghubunginya kepada
keteledoran dan kebodohan.
Tandanya yang demikian, ialah:
bahwa peringatannya kepada kebenaran dari segi yang lain itu tidak disukai oleh
pihak yang bertengkar. Ia suka, bahwa ia yang melahirkan keSalahan orang yangbertengkar
itu, supaya terang dengan demikian, kelebihan dirinya dan kekurangan temannya.
Dan tiada jalan kelepasan dari ini, selain dengan diam, dari tiap-tiap yang
tidak akan ber- dosa, kalau didiamkan.
29
|
Adapun penggerak kepada
pertengkaran itu, ialah ingin tinggi dengan melahirkan ilmu-pengetahuan dan
kelebihan. Dan menyerang orang lain, dengan melahirkan kekurangannya.
Itulah dua nafsu-keinginan
batiniah yang kuat bagi diri seseorang. Adapun melahirkan kelebihan diri, maka
itu termasuk segi membersihkan diri. Dan itu, sebahagian dari kehendak apa yang
terkandung pada seseorang, dari durhakanya pendakwaan tinggi dan sombong, Dan
itu adalah termasuk sifat ketuhanan.
Adapun mengurangkan orang
lain, maka itu termasuk diantara kehendak sifat binatang buas. Ia menghendaki
mengoyak-ngoyakkan lainnya, mema- tahkannya, memukulkannya dan menyakitinya.
Inilah dua sifat tercela, yang
membinasakan. Kekuatan dua sifat ini, ialah: perbantahan dan pertengkaran.
Orang yang biasa berbantah dan bertengkar itu menguatkan sifat-sifat ini yang
membinasakan. Dan ini melampaui batas kemakruhan (perbuatan yang tidak disukai
Agama), Tetapi itu, suatu perbuatan ma'siat, manakala terjadi padanya
menyakitkan orang lain. Dan ber- bantah-bantahan itu, tiada teriepas dari menyakitkan,
mengobarkan kemarahan dan membawa orang yang sudah melakukannya untuk
mengulangi kembali. Lalu ia menolong perkataannya, dengan apa saja yang mungkin,
baik yang hak atau yang batil. Ia mencela pada yang mengatakannya, dengan apa
saja yang tergambar baginya. Lalu berkobarlah pertengkaran diantara dua orang
yang bertengkar itu, sebagaimana berkobarnya perkela- hian diantara dua ekor
anjing. Masing-masing bermaksud menggigit temannya, dengan cara yang lebih
menewaskan, lebih kuat mendiamkan dan mencambukkan.
Adapun pengobatannya, ialah:
dengan menghanciirkan kesombongan yang menggerakkannya kepada melahirkan
kelebihannya.. Dan menghancurkan sifat binatang buas yang menggerakkannya
kepada melahirkan kekurangan orang lain. Sebagaimana akan datang yang demikian
nanti penjelasannya pada "Kitab Celaan kesombongan Dan Mengherani
Diri" dan "Kitab Celaan Marah".
Sesungguhnya pengobatan setiap
penyakit, ialah: dengan menghilangkan sebabnya. Dan sebab perbantahandan
pertengkaran, ialahapa yang telah kami sebutkan dahulu.
Kemudian membiasakan diri pada
perbantahan itu menjadikannya kebiasaan dan sifat diri (tabiat). Sehingga
menetap pada diri dan sukar bersabar daripadanya.
Diriwayatkan, bahwa Imam Abu
Hanifah r.a. bertanya kepada Daud Ath- Tha-i: "Mengapa engkau memilih
disudut?"
Daud Ath-Tha-i menjawab:
"Untuk berjuang dengan diriku, meninggalkan pertengkaran".
Lalu Imam Abu Hanifah
menjawab: "Hadirilah semua majlis dan dengarlah apa yang dikatakan orang
dan jangan engkau berkata-kata.'".
30
|
Daud Ath-Tha-i menerangkan
seterusnya: "Lalu aku perbuat demikian. Maka tiada aku melihat
perjuangan yang lebih berat atas diriku dari itu". Dan itu benar,
sebagaimana dikatakannya. Karena orang yang mendengar ke- salahan dari orang
lain dan ia sanggup membukakannya, niscaya sukar sekali baginya bersabar
ketika itu. Karena itulah, Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Barangsiapa
meninggalkan perbantahan, sedang ia dipihak yang benar, niscaya dibangun oleh
Allah baginya suatu rumah dalam sorga tertinggi". Karena sangat berat
yang demikian kepada jiwa.
Kebanyakan yang terjadi
demikian,padaaliran-alirandanaqidah-aqidah. Karena perbantahan itu adalah
suatu tabiat. Apabila ia menyangka akan mem peroleh pahala, niscaya
bersangatanlah keinginannya dan bertolong- tolonglah antara tabiat dan agama
padanya.
Dan itu adalah salah
semata-mata. Tetapi sayogialah bagi manusia, mencegah lidahnya dari ahli-qiblah
(orang yang ta'at menghadap kiblat dengan shalat). Apabila melihat orang
berbuat bida'ah, maka dengan lemah-lembut menasehatinya pada tempat. sepi,
tidak dengan jalan pertengkaran. Karena pertengkaran itu menggambarkan
kepadanya, bahwa itu adalah suatu usaha untuk mengacaukan. Dan itu adalah suatu
bikinan, dimana orang-orang yang suka bertengkar dari ahli alirannya, sanggup
berbuat seperti itu, jikalau mereka mau. Lalu terus-meneruslah bid'ah itu dalam
hatinya dan bertambah kuat, disebabkan pertengkaran itu.
Apabila diketahui bahwa
nasehat tidak bermanfa'at, maka berbuatlah untuk diri sendiri dan tinggalkanlah
orang itu.
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:
رحم الله من كف لسانه عن أهل القبلة إلا بأحسن ما يقدر
عليه
(Rahimal-laahu'man kaffa
lisaanahu'an ahlil-qiblati illaa bi-ahsani maa yaq- diru alaihi).
Artinya: "Allah mengasihi
orang yang mencegah lidahnya dari ahli qiblah, kecuali dengan sebaik-baiknya
apa yang disanggupinya". (1).
Hisyam bin 'Urwah berkata:
"Adalah Nabi s.a.'w. mengulang-ulangi sabdanya tadi tujuh kali".
Setiap orang yang membiasakan
bertengkar pada suatu waktu dan ia memujikan manusia kepadanya, dan ia
memperoleh bagi dirinya dengan sebab demikian, kemuliaan dan penerimaan,
niscaya menguatlah segala yang membinasakan ini padanya. Dan ia tidak akan
sanggup lagi menyebut dirinya daripada yang membinasakan itu, apabila
berkumpul padanya, kekuasaan marah, sombong, ria, suka kemegahan dan
membanggakan diri dengan kelebihan. Dan masing-masing sifat ini sukar
melawannya. Maka bagaimana pula dengan berkumpulnya sifat-sifat itu?
(1) Dirawikan Ibnu
Abid-Dun-ya dari Hisyan bin 'Urwah dengan isnad dha'if.
|
31
|
BAHAYA KELIMA: permusuhan.
Sifat ini juga tercela. Dan
dia itu, dibalik pertengkaran dan perbantahan. Perbantahan itu, tusukan pada
perkataan orang lain, dengan melahirkan kekurangan padanya, tanpa terikat
dengan suatu maksud, selain untuk menghina orang lain dan melahirkan kelebihan
kecerdikan diri sendiri. Pertengkaran itu, ibarat sesuatu hal, yang menyangkut
dengan melahirkan aliran-aliran dan menetapkannya. Dan permusuhan itu,
gelombang pada perkataan, untuk memperoleh kesempurnaan harta atau sesuatu hak
yang dimaksud. Yang demikian itu, sekali adalah permulaan dan pada kali yang
lain, adalah teguran. Dan perbantahan itu tidak ada;selain dengan
teguran terhadap perkataan yang sudah terdahulu. 'A'syah r.a: berkata:
"Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . bersabda:
(Inna abghadlar-rijaali
ilal-laahil-aladdul-khashim).
إن أبغض الرجال إلى الله الألد الخصم
Artinya:''Orang yang sangat
dimarahi oleh Allah, ialah orang yang sangat bermusuhan".(l).
Abu Hurairah berkata:
"Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Barangsiapa bertengkar dalam suatu
permusuhan, tanpa ilmu, niscaya senantiasalah ia dalam a- marah Allah, sehingga
ia meneabut dirinya daripadanya1'. (2). Sebahagian mereka berkata:
"Jagalah dirimu dari permusuhan!. Karena permusuhan itu menghapuskan
agama". Dan dikatakan, bahwa wang wara' tidak sekali-kali bermusuhan
mengenai agama.
Ibnu Qutaibah berkata:
"Datang padaku,Bisyr bin Abdullah bin AbiBak- rah. Lalu ia bertanya:
"Apakah yang menyebabkan engkau duduk disini?. Aku jawab, lantaran
permusuhan antaraku dan anak pamanku". Lalu Bisyr berkata: "Bahwa
ayahmu mempunyai perbuatan baik padaku. Dan aku bermaksud membalasnya
kepadamu. Dan demi Allah, aku tiada melihat suatu pun yang menghilangkan agama,
yang mengurangkan kepribadian, yang menyia-nyiakan kesenangan dan yang
mengganggu hati, selain dari permusuh an .
Ibnu Qutaibah meneruskan
ceriteranya: "Lalu aku bangun berdiri, hendak pergi. Maka musuhku berkata
kepadaku: "Apa kabar engkau sekarang?". Lalu aku jawab: "Tidak
ada akan aku bermusuh lagi dengan engkau". Mu- suh itu berkata:
"Sesungguhnya engkau tahu, bahwa kebenaran adalah pada pihakku". Lalu
aku jawab: "Tidak, aku tidak tahu. Tetapi aku muliakan diriku dari hal
itu". Maka musuh itu menjawab: "Aku tiada meminta sesuatu daripadamu,
yang menjadi milikmu!".
(1) Dirawikan Al-Bukhari dari Aisyah r.a.
|
(2) Dirawikan Ibnu Abid-Dun-ya dan Ai-Ishfahani
dari Abu Hurairah dan dipandang dla'if oleh kebanyakan ulama hadits.
|
32
|
Jikalau anda bertanya, bahwa
apabila manusia mempunyai sesuatu hak, maka tak boleh tidak ia bermusuhan pada
menuntutnya atau pada menjaganya, manakala ia dianiaya oleh orang zalim. Maka
bagaimana hukumnya dan ba- gaimana mencela permusuhannya?
Ketahuilah kiranya, bahwa
celaan ini termasuk yang bermusuhan dengan yang batil dan yang bermusuhan,
tanpa ilmu, seperti wakil hakim (qadli). Maka wakil hakim itu sebelum
mengetahui bahwa hak itu pada pihak yang mana, maka ia menyerah pada permusuhan
itu, dari pihak mana adanya. Lalu ia bermusuhan, tanpa ilmu. Dan termasuk orang
yang menuntut hak- nya. Tetapi ia tidak membatasi sekadar perlu saja. Bahkan ia
melahirkan ke- sangatan permusuhan itu, dengan maksud menguasai atau dengan
maksud menyakiti. Dan termasuk orang yang mencampurbaurkan dengan permusuhan
itu, kata-kata yang menyakitkan, yang tidak diperlukan untuk menolong alasan
dan melahirkan kebenaran. Dan termasuk pula orang yang dibawa kepada permusuhan
itu oleh kedengkian semata-mata, untuk memaksakan musuh dan menghancurkannya,
sedang ia kadang-kadang memandang leceh harta yang sekadar itu.
Dan dalam manusia, ada orang
yang menegaskan demikian, seraya berkata: "Sesungguhnya maksudku itu,
dengki kepadanya dan menghancurkan ke- hormatannya. Sesungguhnya, jikalau aku
mengambil harta ini daripadanya, mungkin aku lemparkan kedalam sumur. Dan aku
tidak perduli". Inilah maksudnya yang sangat bersangatan, permusuhan dan
perbantahan. Dan itu tercela sekali.
Adapun orang yang teraniaya,
yang menolong alasannya (hujjahnya) dengan jalan Agama,, tanpa bersangatan,
berlebih-lebihan dan tambahan perbantahan sekadar perlu, tanpa maksud
kedengkian dan menyakitkan, maka perbuatan yang demikian tidak haram. Tetapi
yang lebih utama ditinggalkan, bila diperoleh jalan lain. Karena mengekang
lidah pada permusuhan dalam batas sederhana, adafeih sukar. Dan permusuhan itu
memenuhi dada dan mengobarkan kemarahan. Apabila kemarahan itu telah berkobar,
niscaya lupalah apa yang dipertengkarkan. Dan kekallah kedengkian diantara dua
orang yang bermusuhan itu. Sehingga masing-masifig bergembira dengan nasib
buruk temannya. Dan merasa susah dengan gembiranya teman itu. Dan lidah
dilepaskan terhadap kehormatan teman tersebut. Siapa yang memulai permusuhan,
maka sesungguhnya ia telah mendatangi bagi segala yang harus diawasi itu.
Sekurang-kurangnya apa yang padanya mengacaukan batinnya. Sehingga ia dalam
shalatnya, berbuah untuk meng- hadapi musuhnya. Maka hal itu tidak tinggal atas
batas yang wajib saja. Permusuhan itu permulaan tiap-tiap kejahatan. Begitu
pula perbantahan dan pertengkaran. Maka sayogialah tidak dibuka pintunya,
selain karena darurat. Dan ketika darurat itu, sayogialah lidah dan hati dijaga
dari akibat- akibat permusuhan. Dan yang demikian itu memang sukar sekali.
33
|
Barangsiapa membatasi dalam
permusuhannya kepada yang perlu saja, niscaya ia selamat dari dosa. Dan tidak
tercela permusuhannya, kecuali kalau ia tidak memerlukan kepada permusuhan,
mengenai. apa yang dipermusuhkan itu. Karena padanya, ada yang mencukupkannya.
Maka adalah ia meninggalkan untuk yang lebih utama. Dan tidaklah ia orang
berdosa. Benar", sekurang-kurangnya dalam permusuhan, perbantahan dan
pertengkaran itu, hi- langnya perkataan yang baik dan pahala yang dapat
diperoleh padanya. Karena sekurang-kurangnya tingkat perkataan yang baik itu,
melahirkan perse- tujuan. Dan tak ada perkataan yang kasar, yang lebih besar
daripada tusu- kan dan teguran, yang hasilnya, adakalanya membodohkan dan
adakalanya mendustakan. Sesungguhnya orang yang bertengkar dengan orang lain
atau berbantah-bantahan atau bermusuh-musuhan, maka ia telah membodohkan atau
mendustakan orang tersebut. Lalu lenyaplah dengan dia perkataan yang baik.
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:
يمكنكم من الجنة طيب الكلام وإطعام الطعام
(Yumakkinukum minal-jannati
thayyibul-kalaami wa ith'aamuth-tha'aami). Artinya: Menjadikan kamu dari isi
sorga, oleh perkataan yang baik dan memberi makanan (kepada orang yang memerlukan)"(l).
Allah Ta'ala berfirman:-
وقولوا للناس حسنا
(Wa quuluu lin-naasi husnaa).
Artinya: "Dan katakanlah
perkataan yang baik kepada manLsia!". -S.A1- B'aqarah, ayat 83.
Ibnu Abbas r.a. berkata: "Siapa
saja dari makhluk Allah memberi salam ke- padamu, maka jawablah salam itu,
walaupun ia orang. majusi (penyembah api). Karena Allah' Ta'ala berfirman:-
وإذا حييتم بتحية فحيوا بأحسن
(Wa idzaa huyyiitum
bi-tahiyyatin, fa hayyuubi-ahsanaminhaaau ruddmiha). Artinya: "Apabila ada
orang memberi hormat (salam) kepada kamu, balaslah hormat (salamnya) dengan
cara yang lebih baik atau balas penghormatan itu (serupa dengan
penghormatannya)!".S.An-Nisaayat 86. Ibnu Abbas berkata pula: "Kalau
sekiranya Firun berkata baik kepadaku, niscaya aku balas kepadanya (dengan
baik)".
34
(1)
1.Dirawikan Ath-Thabrani dari Jabir. Dan menurut Al-Iraqi, ada dari
perawinya,orang yang tidak dikenalnya..
|
Anas berkata:
"Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Sesungguhnya dalam sorga ada beberapa
kamar, yang dilihat lahirnya (luarnya) dari batinnya (dafamnya) dan batinnya
dari lahirnya. Kamar-kamar itu disediakan oleh Allah Ta'ala kepada orang yang
memberi makanan dan melembutkan perkataan".(l).
Diriwayatkan, bahwa Nabi Isa
a.s. dilewati seekor babi, lalu ia berkata: "Lalulah dengan
selamat!". Lalu orang bertanya kepadanya: "Wahai Ruhu'llah! Engkau
katakan yang demikian itu kepada babi?".
Maka Nabi Isa a.s. menjawab:
"Aku tidak suka membiasakan lidahku dengan yang buruk".
Nabi kita صلى الله عليه وسلم . bersabda:
"Kata yang baik itu sedekah".(2)
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:
"Jagalah dirimu dari api neraka, walaupun dengan sekeping tamar! Kalau
kamu tidak memperolehnya, maka dengan perkataan yang baik!"(3).
Umar r.a. berkata:
"Kebajikan itu barang yang mudah; muka yang jernih dan perkataan yang
lemah lembut".
Setengah hukama' berkata:
"Perkataan yang lemah lembut itu membasuhkedengkian yang tersembunyi dalam
anggota badan".
Setengah hukama' berkata:
"Tiap-tiap perkataan yang tidak memarahkan tuhanmu, melainkan juga kamu
me'nyenangkan orang yang duduk bersamamu. Maka janganlah kamu kikir terhadap
perkataan itu! Mudah-mudahan akan menggantikan kepadamu, pahala orang yang
berbuat baik daripadanya".
Ini semua mengenai kelebihan
perkataan yang baik. Dan lawannya, ialah: permusuhan, perbantahan, pertengkaran
dan pergaduhan. Itu adalah perkataan yang tidak disukai, yang meliarkan, yang
menyakitkan hati, yang mengeruhkan kehidupan, menggerakkan kemarahan dan yang
menyesakkan dada. Kita bermohon kepada Allah akan kebagusan taufiq dengan
nikmat dan kurniaNya!
(1)
|
Dirawikan Ibnu Abid-Dun-ya
dari Suwaid bin Sa'id.
|
(2)
|
Dirawikan Muslim dari Abu
Hurairah.
|
(3)
|
Dirawikan Al-Bukhari dan
Muslim dari'Uda bin Hatim.
|
BAHAYA KEENAM: berbuat
dalamnya keluar kata-kata dalam rahang, berbuat sajak dan kelancaran berbicara
dengan dipaksakan, berbuat-buat dengan kata-kata kemuda-mudaan dan kata-kata
pendahuluan dan apa yang biasa dilakukan oleh kebiasaan orang-orang yang
membuat-buat kelancaran berbicara, yang menyerukan kepada berpidato,Semua yang
tersebut itu, termasuk bikin-bikinan yang tercela dan termasuk yang
dipaksa-paksakan yang tercela, dimana Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . bersabda:
أنا وأتقياء أمتي برءاء من التكلف
(Ana wa atqiaa-u ummatii
bura-aa-u minat-takalluf).
Artinya: "Aku dan ummatku
yang taqwa itu teriepas daripada yang di paksa-paksakan (at-takalluf)"
(1).
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:
"Sesungguhnya yang lebih aku marahi dan yang lebih jauh tempat duduknya
daripadaku, ialah: orang-orang yang berbicara melantur kesana kemari, yang
berbuat seolah-olah memahami dan yang berbicara, yang keluarnya dari
rahang" (2).
Fatimah r.a. berkata:
"Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Ummatku yang paling jahat, ialah: mereka
yang makan dengan kenikmatan, memakan ber-macam- macam warna makanan, memakai
bermacam-macam warna kain dan berbicara dengan mengeluarkan perkataan dari
rahang" (3).
Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda:
"Ketahuilah, orang-orang tanath-thu' itu binasa". Tiga kali beliau صلى الله عليه وسلم .
menyabdakannya (4).Tanath-thu', yaitu: mendalam-dalamkan dan menghabis-habiskan
keluarnya perkataan.
Umar r.a. berkata:
"Perkataan yang gemuruh itu adalah dari gemuruhnya suara setan".
Amr bin Sa'ad bin Abi Waqqash
datang kepada ayahnya Sa'ad, meminta sesuatu keperluan. Lalu ia berkata dengan
perkataan yang membentangkan hajat-keperluannya.Lalu menjawab Sa'ad:
"Adalah aku lebih jauh dari hajatmu pada hari ini. Aku mendengar
Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Akan datang kepada manusia suatu zaman,
dimana mereka menyelang-nyelangi perkataan dengan lidahnya, seperti sapi
betina menyelang-nyelangi rumput dengan lidahnya". (5). Seakan-akan Sa'ad
membantah apa yang dikemukakan oleh anaknya, atas perkataan dari kemuda-mudaan
dan kata pendahuluan yang dibuat-buat, secara dipaksakan.
Ini juga termasuk bahaya
lidah. Dan masuk juga dalam bahagian ini, setiap sajak yang disusun secara
berat."Begitu pula kata-kata yang faseh (kepandaian bercakap), yang keluar
dari batas kebiasaan. Begitu pula sajak yang dibuat dengan berat pada
percakapan-percakapan. Karena Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم . menghukum kuatnya air pada
janin (budak dalam kandungan). Lalu berkata setengah kaum yang menganiaya:
"Bagaimana basah orang yang tidak minum, orang yang tidak makan, tidak
menjerit dan tidak berkata dengan suara nyaring. Hal yang seperti itu batil.
Lalu Nabi صلى الله عليه وسلم . menjawab: "Adakah sajak itu seperti sajaknya Arab
badui?"(6). Nabi صلى الله عليه وسلم . menentang yang demikian. Karena kesan memberat-berati dan
berbuat-buat itu nyata sekali pada perkataan tersebut. Tetapi sayogialah di-
(1) Dirawikan AdrDaraquthni dari Az-Zubair bin
Al-'Awwam. hadits marfu
|
(2) Dirawikan Akmad dari Abi Tsa'labah.
|
(3) Dirawikan Ibnu Abid-Dun-ya dan Al-Baihaqi.
|
(4) Dirawikan Muslim dari Ibnu Mas'ud.
|
(5) Dirawikan Ahmad dari Sa'ad.
|
(6) Dirawikan Muslim dari Al-Mughirah bin Syubah
dan Abu Hurairah.
|
36
|
Tetapi sayogialah disingkatkan
pada tiap-tiap sesuatu itu diatas maksudnya. Dan maksud perkataan itu, ialah
memberi pemahaman kepada maksud. Dan dibalik yang demikian, adalah
dibuat-buat, yang tercela.
Tidak masuk pada katagori ini,
membaguskan kata-kata pidato dan peri- ngatan tanpa berlebih-lebihan dan
keganjilan. Karena yang dimaksud dari pidato itu menggerakkan hati,
menyukakannya, menggenggam dan mem- bentangkannya. Maka karena manisnya
kata-kata itu mempunyai bekas padanya. Dan itu adalah layak.
Adapun pembicaraan-pembicaraan
yang berlaku untuk menunaikan keperluan, maka tidak layak bersajak,
mengeluarkan perkataan yang keluar dari rahang dan melaksanakannya dengan
dipaksakan, yang tercela. Dan tak ada penggerak kepada yang demikian, selain
oleh ria, melahirkan kefasehan (kelancaran berkata-kata) dan perbedaan diri
dengan kecerdikan. Semua itu tercela, tidak disukai oleh Agama dan dilarang
daripadanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar