oleh : Al-Ustadz Abdul Qodir Abu Fa’izah -hafizhahullah-
[Pengasuh Ponpes Al-Ihsan Gowa, Sulsel]
bismillahir-rohmanir-rohim
Berjabat tangan dengan wanita memiliki beberapa hukum. Pertama, jika hal itu dilakukan antara wanita dengan wanita lainnya, maka ini boleh, bahkan mungkin sunnah.
Jika jabat tangan terjadi antara pria dan wanita asing yang baligh,
namun ia bukan mahramnya, maka hukumnya adalah haram dan terlarang dalam
Islam!!
Sejumlah dalil telah datang menerangkan hukum perkara berjabatan tangan antara pria dan wanita yang bukan mahramnya.
Disini kami akan nukilkan kepada anda agar anda di atas keterangan dan
hujjah dalam perkara ini. Sebab, di zaman ini, banyak diantara kaum
muslimin yang menganggap jabat tangan seorang pria dengan wanita lain
adalah perkara yang boleh dan tak terlarang. Tentunya ini merupakan
sangkaan batil yang menyelisihi beberapa hadits yang kami akan bawakan,
insya Allah -Ta’ala-.
Para pembaca yang budiman,
sekawanan wanita mukminah pernah datang kepada Nabi -Shallallahu alaihi
wa sallam- untuk membai’at Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-. Di
tengah bai’at, mereka mengulurkan tangan mereka ke arah Nabi
-Shallallahu alaihi wa sallam- di balik hijab untuk memulai bai’at.
Mereka ingin berjabat tangan dengan Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-[1]. Namun ternyata beliau -Shallallahu alaihi wa sallam- menolak dan tak mau berjabat tangan dengan para wanita itu.
Kisahnya mari kita dengarkan
dari seorang pelakunya yang ikut berbai’at dengan para wanita itu. Salah
seorang diantara mereka, ada seorang sahabat wanita yang bernama
Umaimah bin Ruqoiqoh -radhiyallahu anhu-. Ia berkata,
أُمَيْمَةَ بِنْتَ رُقَيْقَةَ ، تَقُولُ : بَايَعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي نِسْوَةٍ ، فَلَقَّنَنَا : فِيمَا اسْتَطَعْتُنَّ وَأَطَقْتُنَّ . قُلْتُ : اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَرْحَمُ بِنَا مِنْ أَنْفُسِنَا . قُلْتُ : يَا رَسُولَ اللهِ ، بَايِعْنَا . قَالَ : إِنِّي لاَ أُصَافِحُ النِّسَاءَ ، إِنَّمَا قَوْلِي لاِمْرَأَةٍ ، قَوْلِي لِمِائَةِ امْرَأَةٍ“Aku pernah membai’at Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- bersama beberapa orang wanita. Kemudian beliau pun menuntun kami, “Menurut kemampuan dan kuasa kalian”. Aku katakan, “Allah dan Rasul-Nya lebih sayang kepada kami dibandingkan diri kami sendiri”. Aku katakan, “Wahai Rasulullah, bai’atlah kami”. Beliau bersabda, “Sesungguhnya aku tak menjabati wanita. Hanyalah ucapanku kepada seorang wanita (dalam bai’at) adalah (sama dengan) ucapanku kepada 100 orang wanita”. [HR. An-Nasa'iy dalam Sunan-nya (no. 4181), At-Tirmidziy (no. 1597), Ibnu Majah (2874) dan Ahmad dalam Al-Musnad (6/357). Hadits ini di-shohih-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Ash-Shohihah (no. 529) dan Al-Arna'uth dalam Takhrij Al-Musnad (27006)]
Hadits ini amat gamblang dalam
melarang jabat tangan dengan wanita yang bukan mahram pria. Nabi
-Shallallahu alaihi wa sallam- menghindar darinya di dalam momen yang
paling penting. Andaikan bukan karena haramnya jabatan tangan antara
pria dan wanita yang bukan mahramnya, maka pasti beliau tak melarang dan
menghindarinya.
Abul Walid Al-Bajiy -rahimahullah- berkata,
يُرِيدُ لَا أُبَاشِرُ
أَيْدِيَهُنَّ بِيَدِي يُرِيدُ – وَاَللَّهُ أَعْلَمُ – الِاجْتِنَابَ
وَذَلِكَ أَنَّ مِنْ حُكْمِ مُبَايَعَةِ الرِّجَالِ الْمُصَافَحَةَ
فَمَنَعَ مِنْ ذَلِكَ فِي مُبَايَعَةِ النِّسَاءِ لِمَا فِيهِ مِنْ
مُبَاشَرَتِهِن
“Beliau memaksudkan, “Aku tak
akan menyentuh tangan mereka dengan tanganku. Beliau memaksudkan
-wallahu A’lam- untuk menghindar. Demikian itu karena diantara hukum
membai’at kaum pria, berjabat tangan (dengan mereka). Nah, beliau
melarang hal itu dalam membai’at kaum wanita, karena di dalamnya
terdapat penyentuhan para wanita”. [Lihat Al-Muntaqo (4/442)]
Menyentuh wanita yang bukan
mahrom, haram bagi kaum pria. Semua itu merupakan usaha dalam menutup
pintu fitnah (godaan) dan kerusakan yang akan timbul dari hal tersebut.
Syaikh Abdul Aziz bin Baaz -rahimahullah- berkata,
فالمرأة لا تصافح الرجل وهو
غير محرم لها ، فلا تصافح الطبيب ولا المدير ولا المريض ولا غيرهم ممن ليس
محرماً لها ؛ بل تكلمه بالكلام الطيب ، وتسلم عليه لكن بدون مصافحة ، وبدون
تكشف ، فتستر رأسها وبدنها ووجهها ولو بالنقاب لأن المرأة عورة وفتنة
“Seorang wanita tak boleh
menjabati pria, sedang ia bukan mahramnya. Jadi, wanita tidaklah
menjabati dokter pria, kepala sekolah, orang sakit dan lainnya dari
kalangan orang yang bukan mahramnya. Bahkan ia hanya berbicara dengan
dokter dengan ucapan yang baik, memberi salam kepadanya, tapi tanpa
jabat tangan dan menampakkan aurat. Si wanita menutup kepala, wajah dan
badannya, walau dengan cadar, karena wanita itu adalah aurat dan fitnah
(godaan)”. [Lihat Ahkam Sholah Al-Maridh (hal. 23)]
Lantas kenapa Rasulullah
-Shallallahu alaihi wa sallam- amat teguh dalam menghindar dari
bersentuhan dengan wanita? Jelas dan pasti disana ada hikmah yang
mendalam dalam setiap langkah dan perbuatan beliau. Sebab, sudah kita
ketahui bahwa segala yang ditinggalkan oleh Rasulullah -Shallallahu
alaihi wa sallam- berupa perkara yang haram, maka pasti di dalamnya ada
kerusakan dan bahaya!!
Dari Ma’qil bin Yasar -radhiyallahu anhu- ia berkata, Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,
لأَنْ يُطْعَنَ فِي رَأْسِ رَجُلٍ بِمِخْيَطٍ مِنْ حَدِيدٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَمَسَّ امْرَأَةً لا تَحِلُّ لَهُ“Sungguh ditusuknya kepala seorang diantara kalian dengan jarum besi, lebih baik baginya dibandingkan menyentuh seorang wanita yang tak halal baginya”. [HR. Ath-Thobroniy dalam Al-Mu'jam Al-Kabir (no. 487) dan Ar-Ruyaniy dalam Al-Musnad (no. 1283)]
Al-Allamah Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albaniy -rahimahullah- berkata setelah menguatkan sanad hadits diatas dalam Ash-Shohihah (1/1/448), “Dalam
hadits ini terdapat ancaman yang keras bagi orang yang menyentuh wanita
yang tak halal baginya. Jadi, di dalamnya juga ada dalil yang
menunjukkan haramnya berjabat tangan dengan para wanita (yang bukan
mahram), karena berjabat tangan dicakup oleh kata “menyentuh”, tanpa
syak. Perkara seperti ini telah menimpa kebanyakan kaum muslimin di
zaman ini. (Namun sayang), diantara mereka ada yang berilmu andaikan ia
ingkari dalam hatinya, maka masalahnya sedikit agak ringan. Cuman mereka
ini berusaha meghalalkannya dengan berbagai jalan, dan takwil. Telah
sampai suatu berita kepada kami bahwa ada seorang tokoh besar di
Al-Azhar telah disaksikan oleh sebagian orang sedang berjabat tangan
dengan para wanita !! Hanya kepada Allah tempat kita mengadu dari
keterasingan Islam”.
Saking asingnya, orang berilmu
saja tak tahu atau pura-pura tak tahu tentang haramnya jabat tangan
dengan wanita yang bukan mahram.
Terakhir, penting kami
ingatkan bahwa haramnya jabat tangan antara pria dengan wanita lain yang
bukan mahramnya, perkara yang harus dipahami dengan baik bahwa
pelarangan itu bukan karena wanita itu najis. Tidak, sama sekali tidak
demikian!! Bahkan kita jauhi karena memang dilarang oleh agama!!!
Catatan: Wanita mahram adalah
setiap wanita yang haram dinikahi, seperti adik, kakak, nenek, ibu, bibi
dan lainnya, sebagaimana yang anda dapat lihat jumlahnya dalam Surah
An-Nisa’ : 23-24,
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ
أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ
وَخَالَاتُكُمْ وَبَنَاتُ الْأَخِ وَبَنَاتُ الْأُخْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ
اللَّاتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ
نِسَائِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ اللَّاتِي فِي حُجُورِكُمْ مِنْ نِسَائِكُمُ
اللَّاتِي دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ تَكُونُوا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ
فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلَائِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ
أَصْلَابِكُمْ وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْنَ الْأُخْتَيْنِ إِلَّا مَا قَدْ
سَلَفَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا (23) وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ
النِّسَاءِ إِلَّا مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ كِتَابَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ
وَأُحِلَّ لَكُمْ مَا وَرَاءَ ذَلِكُمْ أَنْ تَبْتَغُوا بِأَمْوَالِكُمْ
مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ فَمَا اسْتَمْتَعْتُمْ بِهِ مِنْهُنَّ
فَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ فَرِيضَةً وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا
تَرَاضَيْتُمْ بِهِ مِنْ بَعْدِ الْفَرِيضَةِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا
حَكِيمًا (24) [النساء : 23-24]
“Diharamkan atas kamu
(mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu
yang perempuan, Saudara-saudara bapakmu yang perempuan; Saudara-saudara
ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang
laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan;
ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu
isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari
isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan
isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa kamu
mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu
(menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang
bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; Sesungguhnya
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan (diharamkan juga kamu
mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki
(Allah Telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan
dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari isteri-isteri
dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka isteri-isteri
yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada
mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan tiadalah
mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya,
sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi
Maha Bijaksana”. (QS. An-Nisaa’ : 23-24)
Adapun wanita-wanita yang tak
disebutkan dalam ayat ini, maka mereka itu bukanlah mahram kita. Wanita
yang bukan mahram kita tak boleh disentuh, berduaan dengannya, menjalin
hubungan asmara dengannya, tanpa melalui hubungan nikah. Mereka ini
boleh kita nikahi. Nah, setelah nikah, barulah boleh kita sentuh.
[1]
Karena, memang sudah lumrah di kalangan kaum pria bahwa bai’at diiringi
dengan jabat tangan. Nah, ternyata disini Nabi -Shallallahu alaihi wa
sallam- menghindari jabat tangan dengan wanita yang bukan mahramnya.
[Lihat Tuhfah Al-Ahwadziy (5/183)]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar